Mohon tunggu...
Berty Kristina Napitupulu
Berty Kristina Napitupulu Mohon Tunggu... Guru - Berjalan bersama dengan Tuhan

Pembelajar seumur hidup untuk memanusia dan memanusiakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Menikah, Itu Pilihan yang Sah

1 Juli 2022   22:31 Diperbarui: 1 Juli 2022   22:36 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laki-laki yang belum atau tidak menikah juga mengalami sedikit dorongan ke pinggir kehidupan. Berbeda dengan perempuan, mereka biasanya dipercakapkan secara terang-terangan karena laki-laki dianggap seharusnya sebagai inisiator mengajak perempuan menikah. Tanpa pernikahan kehidupan beribadah mereka dianggap belum lengkap, karena menikah adalah ibadah. 

Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah tentu saja tidak salah tetapi tidak menikah pun bisa jadi merupakan sebuah ibadah. Sebab segala sesuatu yang dilakukan di dalam Tuhan bagi kemuliaan-Nya adalah ibadah. 

Sebaliknya, jika menikah hanya untuk mengubah status di KTP tanpa sebuah visi pernikahan yang dari Tuhan, itu justru bukan sebuah ibadah. 

Mungkin itu hanyalah sebuah pernikahan instingtif - pernikahan didorong insting bertahan hidup di tengah masyarakat yang seolah mengharuskannya menikah sesuai dengan perjalanan angka usianya. 

Menikah demi sebuah status, jelas bukan hal yang Tuhan kehendaki sejak dari awal Ia merancangkan pernikahan Adam dan Hawa. Di dalam iman Kristen, pernikahan Tuhan wujudkan untuk menjadi gambaran hubungan kasih Kristus dengan para pemercaya-Nya. 

Di dalam ikatan pernikahan itu ada komitmen seumur hidup yang hanya bisa diputus oleh maut, ada komunikasi dua arah dan hasrat (passion) untuk memuaskan pasangan. Ketiga unsur inilah (Komitmen, komunikasi, hasrat) yang disebut dengan cinta. Jelas ini bukan sekedar status.

Hasrat bisa didorong oleh insting manusia, tetapi komitmen dan komunikasi adalah dua hal yang sangat dipengaruhi kedewasaan psikologis dan keimanan bukan sekedar kedewasaan usia atau biologis.. Hukum Positif umumnya mendefinisikan kedewasaan dari segi umur dan pernikahan.

Seperti pasal 330 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang menyatakan bahwa seseorang dianggap sudah dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Seiring dengan KUHP pasal 330 ini, Undang-undang No. 1/1974 pasal 7 ayat 1 memberikan batas usia minimal menikah untuk pria berumur 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Batas usia menikah untuk perempuan kemudian diganti di Undang-undang No. 16/2019 menjadi 19 tahun sama dengan batas usia bagi pria. 

Usia 19 tahun, yang secara psikologis manusia sedang mencoba mengkristalkan jati dirinya, mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bertanggungjawab secara konsisten. Hal-hal yang akan menjadi modal dasar pernikahan dan akan terus berkembang di dalam pernikahan yang sehat maupun dalam kehidupan melajang yang sehat. 

Ironisnya, laki-laki dan perempuan yang berstatus menikah dalam usia 19 tahun langsung dewasa di mata hukum positif Indonesia. Namun bagi yang berstatus belum menikah, mereka masih tetap belum dewasa hingga mencapai usia 21 tahun. Memang setelah berusia 21 tahun, meski KTP masih berstatus belum menikah, hukum tetap menganggap mereka sudah dewasa. Tidak demikian di mata kebudayaan yang dihidupi masyarakat.

Disinilah peran pemikiran budaya meminggirkan mereka yang sudah dewasa di mata hukum didukung dengan penghayatan nilai keimanan yang tidak tepat khususnya dalam iman kristiani.  Katakanlah sebagai contoh gereja yang menolak mentahbiskan seseorang ke dalam jabatan kependetaan hanya karena status di KTP belum menikah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun