Hari Ini Bridge Indonesia Berduka Kehilangan Atlet & Pembina
Oleh : Bert Toar Polii
Hari ini Bridge Indonesia berduka karena kehilangan dua orang pencinta bridge, yaitu atlet berbakat Jeldy Tontey dan pembina olahraga bridge Ir. Harry Jaya Pahlawan.
Keduanya meninggal hari ini, Jeldy Tontey di Manado setelah mengalami gagal operasi sehingga harus di operasi kedua kali. Satu lagi Ir. Harry Jaya Pahlawan karena sakit jantung.
Tukang bridge mengenal keduanya. Ir. Harry Jaya Pahlawan sama-sama menjadi anggota PB Gabsi masa bakti 2010-2014 kemudian sering bertemu di Kantor PLN Pusat tempat ia bekerja karena almarhum sering mengundang untuk rapat PB Gabsi disana.
Tukang bridge juga pernah bertemu di rumahnya karena rumah kami  berdekatan di Tebet.
Ia memang total berkomitmen ketika sudah bersedia menjadi anggota PB Gabsi. Pada waktu itu PLN memang sudah terkenal menjadi pendukung olahraga bridge. PLN punya klub bridge dan tempat latihan bridge di kantor pusat serta beberapa kali mengadakan turnamen bridge Piala Dirut PLN. Sayangnya ketika alamarhum pension, pembinaan bridge di PLN mulai meredup.
Namun ada beberapa atlet bridge junior yang kemudian bekerja di PLN berkat prestasi mereka di cabor bridge.
Sementara dengan Jeldy Tontey kami memang sudah akrab karena selain usianya tidak berbeda banyak, kami bergabung di tim nasional bridge juga hampir bersamaan. Kami juga sempat kost bersama di Bendungan Hilir serumah bersama Alm. Sonny Muntu dan Santje Panelewen.
Tahun 1985 kami pertama kali mewakili Indonesia mengikuti Far East Bridge Federation Championship di Sidney Australia.
Saya bermain bersama Alm. Memed Hendrawan sedangkan Alm. Jeldy Tontey berpasangan dengan Santje Panelewen dan Alm. Donny Tuerah berpasangan dengan Juniarto Hadimartono. Bertindak sebagai Non Playing Captain adalah Ir. Arifin Halim.
Jeldy Tontey adalah seorang pemain berbakat yang diterima bekerja di BNI 46 karena prestasi di olahraga bridge bersama Ricoh Matindas.
Sayangnya ketika sudah mulai bekerja ia sangat sulit untuk mengembangkan hobinya karena kesibukan kerjanya. Ia akhirnya lebih memutuskan untuk konsentrasi ke pekerjaanya.
Untungnya BNI 46 juga ikut menjadi salah satu sponsor bridge sehingga almarhum masih bisa menyalurkan hobinya terutama untuk turnamen bridge tertentu.
Pada Liga Bridge Indonesia tahun 2003 BNI 46 keluar sebagai juara dan berkat hasil ini dikirimkan untuk mengikuti turnamen terbesar di Australia.
Turnamen yang diikuti adalah Summer Bridge Festival 2004 di Canberra Australia, turnamen bridge terbesar di benua Kanguru.
Tim kami waktu itu BNI 46 adalah juara Liga Bridge Indonesia terdiri dari Bert Toar Polii II, Jeldy Tontey, Noldy George, Giovani Watulingas, Ferdy Waluyan dan Madja Bakara sebagai PC.
Kami kemudian jadi juara dari sekitar 300 tim lebih yang mengikuti event ini,
Salah satu yang membanggakan tukang bridge  ketika dua orang pakar bridge Australia secara gamblang menggambarkan kehebatan tim Indonesia waktu itu.
Nick Hughes menulis di Gold Coast Bulletin No. 1 tanggal 22 Februari 2004: The Indonesians, Last month in Canberra, 1000+ Australians in 250 teams took on a team from Indonesia and lost, again.
Tim Bourke menulis di ABF Newsletter No. 106 Maret 2004 Finally let me say something about this Indonesian as opponents. My team played 20 boards against them in the preliminary rounds of the South West Pacific Teams (SWPT) and further 64 boards in a losing semi-final of the National Open Teams. We believe it should be recorded that all members of the Indonesian team displayed wonderful sportmanship. They all played a fair, fast and no-nonsense game. This made it a distinct pleasure to play against all members of the team, despite losing to them. They are wonderful ambassadors for their country and our game. Indeed, a good many experts could learn from them that nice guys can finish first.
Setelah pension ia kemudian memilih kembali ke Manado tapi tetap tidak meninggalkan bridge. Ia masih meluangkan waktu untuk menulis dan melatih para pemain muda antara lain dari Universitas Sam Ratulangi dan Tim Kids U16.
Kami juga sempat bertanding bersama di World Bridge Series tahun 1990 di Geneve Swiss bersama Harsudi Supandi, Alm. Alexander Sondakh, Denny Sacul dan Alm. Jeldy Tontey.
Turnamen bridge internasional yang kami ikuti bersama terakhir adalah Asia Pacific Bridge Federation Championship tahun 2017 di Seoul Korea Selatan. Kita bermain di tim senior. Saya di tim senior 1 dan Jeldy di tim senior 2.
Selain sama hobi dalam olahraga bridge kami berdua juga menjadi pemerhati budaya leluhur. Almarhum menulis banyak tentang suku Bantik sedangkan saya tentang suku Tondano.
Selamat jalan kawan, semoga Vera Sanger dan putri Jeniffer Tontey yang akrab dipanggil Jeje tetap tabah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H