Di Tim Brasil semuanya mantan pemain junior, tidak ada lagi nama Chagas, Branco.
Tim dari Zone China juga sudah meremajakan pemainnya. Juara dunia Fu Zhong dan Jack Zhao yang juga World Grand Master sudah tidak masuk dalam tim. Hongkong dan Singapura kedua negara ini bertumpu pada para pemain muda.
Berkaca dari fenomena ini, Indonesia harus sesegara mungkin meremajakan para pemain nasionalnya. Namun tidak harus mengorbankan para seniornya. Jalan keluarnya, para pemain senior ini diminta untuk memilih pasangan dari pemain junior yang tersedia.
Dengan demikian nanti ada sharing ilmu kepada para pemain mudanya. Contoh nyata dilakukan Patrick Huang pemain legendaris asal Taiwan yang memimpin para pemain muda Taiwan meraih medali perunggu di Hongkong.
Dalam hal peremajaan pemain, kita sudah ketinggalan dari China, Hongkong dan Taiwan termasuk Singapura.
Padahal dalam hal jumlah pemain junior, kita memiliki cukup banyak pemain terutama akibat suksesnya program Bridge Masuk Sekolah.
Sayangnya kita baru tahap sukses kuantitas belum mengarah kepada sukses kualitas.
Di beberapa WAG Bridge, akhir-akhir ini banyak menyoroti ketidakberhasilan kontingen Indonesia di Hongkong. Semoga PB Gabsi segera mencari jalan keluar agar prestasi Indonesia yang selama ini disegani di Asia Pasifik bisa kita rebut kembali.
Memang pastilah masalah dana akan menjadi kunci untuk melakukan pembinaan. Tapi selain itu masih banyak cara lain yang bisa ditempuh seperti yang sudah direncanakan dengan memberdayakan klub bridge sekaligus mengadakan kompetisi Liga Bridge Indonesia.
Saran tukang bridge PB Gabsi konsentrasi membina U16 dan U21 yang nantinya akan menjadi cikal bakal tim nasional masa depan.
Syukur-syukur kalau mampu sekaligus membina kelompok umur U26 dan U31.