Mohon tunggu...
Bertold Gerry
Bertold Gerry Mohon Tunggu... Freelancer - Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kehadiran Bapa Suci Fransiskus, Makna, Refleksi, dan Harapan Angin Segar Toleransi

17 Agustus 2024   11:12 Diperbarui: 17 Agustus 2024   11:38 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus memberkati dan mencium anak yang ada di kursi roda. (sumber: usatoday.com)

Pentingnya makna tersebut membuat kunjungan apostolik Paus Fransiskus sebagai peristiwa bersejarah bagi Indonesia. Lebih dari peran beliau sebagai pemimpin tertinggi Katolik, kunjungan Bapa Suci pada 2024 ini dapat dikatakan relevan karena bertepatan dengan tahun politik Indonesia, dimana berbagai pihak kerap memanfaatkan momentum ini untuk menjadikan perbedaan suku dan agama sebagai alat politik yang dapat memecah belah persatuan. Jika peristiwa intoleransi terus terjadi, tentu akan ada bahaya besar yang semakin nyata. Pada momen inilah kedatangan Bapa Suci menjadi angin segar napas toleransi dan kerukunan tidak hanya bagi umat Katolik, namun juga bagi seluruh masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi kebhinekaan. Isu toleransi dan harmoni kerukunan antar umat beragama juga merupakan hal yang personal bagi saya dan saya berharap Paus Fransiskus melakukan sesuatu mengenai hal ini.

Bapa Suci Fransiskus adalah harapan dan panutan rohani umat Katolik Indonesia. Karya-karya beliau merepresentasikan sikap-sikap yang harus dicontoh oleh orang Katolik yang baik secara aktual di era modern ini. Karakter Paus Fransiskus yang mengibarkan bendera pro-kemanusiaan dalam berbagai lini kehidupan membuat saya makin percaya bahwa lebih banyak hal baik akan terjadi. Selayaknya seorang anak yang menjagokan sosok ayah yang tidak hanya baik hati namun juga berani membawa kebaruan humanisme yang genuine, demikianlah saya mengagumi sosok Paus Fransiskus.

Saya sebagai umat Katolik biasa yang lahir di tahun 1995 sepertinya tidak perlu masuk ke mesin waktu untuk kembali ke tahun 1989 ataupun 1970 demi merasakan bangga dan bahagianya menyambut kehadiran Bapa Suci di tanah air tercinta. Tuhan selalu memberi jawaban atas doa yang dipanjatkan dari hati yang terdalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun