Pentingnya makna tersebut membuat kunjungan apostolik Paus Fransiskus sebagai peristiwa bersejarah bagi Indonesia. Lebih dari peran beliau sebagai pemimpin tertinggi Katolik, kunjungan Bapa Suci pada 2024 ini dapat dikatakan relevan karena bertepatan dengan tahun politik Indonesia, dimana berbagai pihak kerap memanfaatkan momentum ini untuk menjadikan perbedaan suku dan agama sebagai alat politik yang dapat memecah belah persatuan. Jika peristiwa intoleransi terus terjadi, tentu akan ada bahaya besar yang semakin nyata. Pada momen inilah kedatangan Bapa Suci menjadi angin segar napas toleransi dan kerukunan tidak hanya bagi umat Katolik, namun juga bagi seluruh masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi kebhinekaan. Isu toleransi dan harmoni kerukunan antar umat beragama juga merupakan hal yang personal bagi saya dan saya berharap Paus Fransiskus melakukan sesuatu mengenai hal ini.
Bapa Suci Fransiskus adalah harapan dan panutan rohani umat Katolik Indonesia. Karya-karya beliau merepresentasikan sikap-sikap yang harus dicontoh oleh orang Katolik yang baik secara aktual di era modern ini. Karakter Paus Fransiskus yang mengibarkan bendera pro-kemanusiaan dalam berbagai lini kehidupan membuat saya makin percaya bahwa lebih banyak hal baik akan terjadi. Selayaknya seorang anak yang menjagokan sosok ayah yang tidak hanya baik hati namun juga berani membawa kebaruan humanisme yang genuine, demikianlah saya mengagumi sosok Paus Fransiskus.
Saya sebagai umat Katolik biasa yang lahir di tahun 1995 sepertinya tidak perlu masuk ke mesin waktu untuk kembali ke tahun 1989 ataupun 1970 demi merasakan bangga dan bahagianya menyambut kehadiran Bapa Suci di tanah air tercinta. Tuhan selalu memberi jawaban atas doa yang dipanjatkan dari hati yang terdalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H