Mohon tunggu...
Bertold Gerry
Bertold Gerry Mohon Tunggu... Freelancer - Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyikapi Pragmatisme demi Menjalani Kehidupan Seimbang

28 Maret 2024   22:01 Diperbarui: 1 April 2024   14:16 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Karir yang gemilang. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Dalam entri blog kali ini, saya membahas bagaimana saya menyikapi pragmatisme demi menjalani kehidupan yang seimbang.

Berdasarkan website bunghatta.ac.id, berikut definisi pragmatisme:

"Pragmatisme adalah sifat atau ciri seseorang yang cenderung berfikir praktis, sempit dan instant. Orang yang mempunyai sifat pragmatis ini menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan ingin segera tercapai tanpa mau berfikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama."

Berikut juga definisi pragmatisme menurut website law.uad.ac.id:

Seseorang yang mempunyai sifat pragmatis selalu menginginkan hasil yang cepat tanpa melibatkan proses yang lama, meski dalam praktiknya hal ini dapat membuat hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Sifat praktis, sempit, instan, dan tanpa mau proses berpikir panjang menjadi kata kunci kedua definisi tersebut. Menurut saya, pragmatisme akan sangat berguna di dunia industri dan dapat menguntungkan kehidupan kita jika ditempatkan dengan tepat dan seimbang. 

Namun, jika sebagian besar diri kita tercurahkan pada pragmatisme dan lapisan-lapisan diri kita terkesan terserap olehnya, maka dapat terjadi ketidakstabilan dan keletihan mental.

Saya sendiri adalah orang yang pragmatis. Saya membiasakan diri untuk menyederhanakan segala sesuatunya demi membuat keputusan yang cepat dan ringkas. 

Sekali lagi, saya berusaha menempatkan pragmatisme pada tempat yang tepat. Pragmatisme membuat banyak pekerjaan menjadi lebih ringkas, cepat, dan efisien yang menimbulkan perkembangan dan kemajuan.

Namun, terdapat beberapa hal dalam hidup yang tidak selalu dapat diselesaikan secara pragmatis. 

Saya masih sering tergelitik oleh pertanyaan-pertanyaan open-ended yang sifatnya personal seperti apa makna kehidupan, mengapa kita mengimani apa yang kita imani, apa tujuan kehidupan ke dunia.

Mengapa dogma diciptakan, bagaimana menelaah serta menyikapi nilai-nilai sosial yang ada saat ini secara kritis, dan banyak pertanyaan lain yang sifatnya personal, dalam, dan minimal tidak dangkal, tidak se-pragmatis itu.

Dalam hal ini, pragmatisme seperti sebuah sepeda yang harus terus dikayuh, kalau berhenti dikayuh sepeda bisa berhenti lalu tertinggal dari sepeda lain atau jatuh kesamping. 

Dengan padatnya aktivitas dan keseharian yang mengharuskan kita menjadi pragmatis untuk bertahan hidup, biasanya pertanyaan-pertanyaan esensial itu sulit mendapat tempat dan waktu di pikiran kita, atau minimal pikiran saya sendiri. 

Ilustrasi seseorang sedang berpikir mendalam (gambar AI generated)
Ilustrasi seseorang sedang berpikir mendalam (gambar AI generated)

Alhasil, lama kelamaan saya pun menjadi agak kesulitan dalam menjabarkan hal-hal esensial dalam hidup, mempertanyakannya, menyikapinya secara kritis, dan menjelaskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut pada diri saya sendiri.

Untuk beradaptasi dengan pragmatisme dan pengejaran hal-hal yang esensial yang sifatnya lebih personal, saya berusaha menempatkan keduanya pada tempat yang tepat. 

Pada akhirnya, diatas semuanya saya melihat hidup harmonis adalah hal baik dan tidak lebih dahulu terjadi dengan orang lain, namun juga diusahakan sendiri terlebih dahulu pada pikiran dan mental kita supaya lebih seimbang dan sesuai. 

Dalam setting pekerjaan, saya pragmatis. Dalam setting personal, semua hal diluar pragmatisme saya alokasikan dalam meditasi dan me-time.

Seperti akun Instagram yang memiliki flip-side atau akun WhatsApp yang dibedakan antara akun bisnis dan akun pribadi, saya pun melakukan hal serupa untuk pragmatisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun