Saya mengkategorikan pengguna RC100 dalam dua kelompok: pehobi motor dan pengendara yang beli motor ini karena ekonominya kepepet.
Untuk kelompok pehobi motor, saya hanya bisa beropini bahwa orang-orang ini memelihara motor RC100 untuk kepuasan hati. Mereka punya sumber daya lebih dan kesabaran yang cukup untuk hobi ini asalkan hati terpuaskan.
Nah, saya sendiri masuk dalam kelompok kedua. Orang-orang dalam kelompok ini beli motor karena harganya murah. Saya saja beli motor ini seharga 1,6 juta. Tidak heran jika motor bermesin 2 tak ini banyak dibuat jadi becak motor, motor delivery galon dan gas elpiji, juga motor tukang bakso. Motor ini jadi terkesan motor yang harganya merakyat, motor murah, motor kalangan proletar. Filosofi pengendara di kelompok ini kurang lebih yang penting motor jalan, bisa kerja, kalau belum mogok ya belum diservis.
4. Tantangan Merawat Suzuki RC100
Saya rasa ada tiga tantangan utama dalam merawat Suzuki RC100. Pertama, siap-siap repot mogok di jalan. Kedua, tidak semua bengkel bersedia menangani motor ini dengan alasan onderdilnya langka. Ketiga, khusus bagi yang tidak punya kendaraan cadangan, siap-siap cari alternatif transportasi selama si RC100 menginap di bengkel.
Kalau takut mogok di jalan, jangan pelihara motor tua. Saya cukup siap mental jika motor saya mogok di tengah perempatan besar, mogok pas hujan, mogok malam hari, intinya mogok di waktu dan tempat yang tak terduga. Apalagi kalau motor itu dipakai daily buat kerja. Mental saya sebaiknya siap kapanpun dimanapun. Kalaupun bisa memperbaiki motor sendiri, saya juga menyarankan untuk siap sedia tool kit.
Ditambah lagi tidak semua bengkel bersedia menangani motor ini, bahkan bengkel resmi Suzuki sekalipun, dengan alasan spare part sudah discontinue, langka, dan sulit dicari. Intinya, saya harus cari bengkel pehobi spesialis Suzuki RC100 yang bisa dipercaya. Saya cukup tahu rasanya mendorong motor ini pas mogok sejauh beberapa kilometer di tengah terik, berujung ditolak beberapa bengkel sekaligus.
Kalaupun sudah mendapat bengkel yang cocok, saya harus cari alternatif transportasi lain jika motor menginap di bengkel selama beberapa hari. Entah ojek online, sewa motor, atau naik bis, ya pokoknya ini jadi pengorbanan tambahan untuk merawat si motor tua.
5. Perjalanan Pendewasaan
Seringkali keterbatasan pilihan dalam hidup membuat kita jadi lebih banyak belajar. Dengan memelihara motor ini, saya belajar untuk lebih bersabar mengatasi berbagai masalah, belajar legowo. Saya belajar jika motor rusak, harusnya diperbaiki bukan dibuang. Bukannya mengeluh karena motor sering mogok, saya malah harus berusaha belajar menghargai nilai-nilai yang dihasilkan dalam proses merawat motor ini. Dengan adanya motor tua ini saya jadi punya sarana untuk belajar menjadi lebih dewasa dan menghargai kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H