Pendahuluan: Anak-Anak di Mata ASEAN
Kedudukan anak-anak dalam sebuah komunitas sangatlah penting. Dalam Cetak Biru Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN 2025 dinyatakan dengan jelas bahwa salah satu langkah strategis menuju ASEAN yang kreatif, inovatif, dan responsif adalah "meningkatkan daya saing SDM ASEAN dengan mendorong pembelajaran seumur hidup, jenjang pendidikan, penyetaraan dan pengembangan keterampilan, serta penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di seluruh kelompok umur" (ASEAN 2025: Melangkah Maju Bersama, 2020). SDM ASEAN yang potensial di masa depan adalah generasi muda yang saat ini adalah anak-anak. Mengutip Buku Bahan Pengajaran ASEAN bagi Pendidikan Dasar yang dijadikan sebagai panduan bagi seluruh guru pendidikan dasar di Indonesia untuk turut memutakhirkan pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai arti penting dan manfaat ASEAN bagi masyarakat Indonesia, (Buku Bahan Pengajaran ASEAN bagi Pendidikan Dasar, 2020) maka peran pendidikan menjadi sangat penting karena "investment in education is a fundamental and cost-efficient investment towards a peaceful, prosperous ASEAN"Â (Children in ASEAN: 30 Years of the Convention on the Rights of the Child, 2020) sehingga sangat jelas bahwa kelompok umur yang dipersiapkan untuk meningkatkan daya saing dalam pendidikan, pengembangan keterampilan, serta penggunaan teknologi adalah anak-anak.
Pentingnya peran anak-anak dalam mengemban tanggung-jawab masa depan harus dibarengi dengan pendekatan yang sesuai dengan tingkat usianya. Untuk itu diperlukan cara yang tepat untuk menyampaikan pesan-pesan ASEAN kepada anak-anak. Penyampaian pesan melalui cerita dapat menjadi alternatif. Masalahnya, sejauh mana negara-negara ASEAN memberikan fasilitas dalam bentuk cerita kepada anak-anak? Lebih mengerucut lagi, bagaimana dampak learning loss pasca pandemic COVID-19? Bagaimana perkembangan literasi anak di ASEAN? Bagaimana mengembangkan sastra anak? Siapa yang bertanggung-jawab atas pengaruhnya bagi anak-anak? Dan apa kontribusinya terhadap program-program yang telah dicanangkan oleh ASEAN? Masalah-masalah inilah yang perlu dikaji lebih dalam agar cerita anak dapat mendukung misi Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN 2025.
Diskusi: Cerita Anak dan Misi Sosial - Budaya ASEAN 2025
Learning Loss Pasca COVID-19
Jika kita melihat ke belakang, masa pandemi COVID-19 meninggalkan bermacam problem bagi anak-anak. Salah satunya adalah learning loss karena dilaksanakannya kebijakan belajar secara online. Pada fase ini anak-anak kehilangan kemampuan belajar dan berinteraksi sosial. Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia sangat berpengaruh terhadap masa depan ASEAN. Daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan internet menjadi jauh tertinggal dalam segala hal. Mengutip hasil penelitian Cummiskey et.al (2020) bahwa di Filipina terdapat skenario adanya dampak kehilangan pembelajaran 30% untuk siswa kelas 3 berbahasa Maranao dan hal tersebut setara dengan penutupan sekolah sekitar 3 bulan (Widyasari & kawan-kawan, 2022). Dapat dibayangkan kondisinya apabila anak-anak tidak masuk sekolah selama tiga bulan penuh.
Dampak yang terasa dari peristiwa tersebut adalah menurunnya minat baca di kalangan anak-anak. Situasi pandemi menuntut mereka lebih banyak menghadapi gadget selama pembelajaran. Mereka lebih nyaman bermain gadget daripada membaca buku. Interaksi mereka dengan perangkat elektronik tersebut tentu akan berdampak pada kemampuan anak berimajinasi. Padahal imajinasi merupakan modal penting untuk berkreasi. Masalahnya, anak-anak sekarang lebih menyukai hiburan yang bersifat audio visual yang tentu saja jauh mengurangi daya imajinasi mereka. Kemampuan membayangkan peristiwa yang distimulasi oleh teks bacaan jauh berbeda dengan menonton. Faktor visual sangat membatasi daya imajinasi dan berpotensi menumpulkan kreativitas, terutama secara verbal.
Atas dasar kenyataan yang terjadi maka literasi menjadi salah satu cara untuk merangsang kreativitas verbal anak-anak. Mengutip Gardner & Gardner bahwa kreativitas verbal adalah "kemampuan memanipulasi kata secara lisan atau tertulis" (Aditya, 2015). Hal ini dapat ditengarai dari pola cerita anak-anak yang cenderung irit kata-kata. Mereka kehilangan kemampuan mengeksplorasi kosakata. Ketika anak-anak tidak mampu menggunakan banyak kata, maka akan semakin sulit mengembangkan kreativitas verbal mereka. Cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini adalah menumbuhkan jiwa literasi dalam diri anak.
Literasi Anak di ASEAN
Mengibarkan semangat literasi pada anak-anak adalah langkah yang paling memungkinkan. Namun mengembalikan minat baca anak-anak pasca learning loss harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai pertimbangan dalam memilih bacaan. Memilih bacaan untuk anak harus mempertimbangkan banyak faktor. "Pertimbangan tersebut antara lain: usia, tingkat perkembangan kognitif, perkembangan moral, nilai-nilai karakter, dan sebagainya."Â (Krissandi & kawan-kawan, 2018). Pada usia anak-anak, sumber bacaan yang paling dikenal adalah buku. Buku menjadi pilihan karena sudah dikenal dalam pembelajaran di sekolah. Mereka menggunakan buku hampir di semua mata pelajaran. Sehingga langkah selanjutnya adalah mengembangkan kemampuan anak-anak dalam memahami isi buku. "Buku sebagai salah satu sumber pengetahuan baru melalui membaca, jadi minat baca siswa perlu dikembangkan lagi supaya siswa dapat memahami arti dalam bacaan yang dibaca."Â (Elendiana, 2020) sehingga level membaca yang harus diterapkan adalah membaca pemahaman.
Memahami arti bacaan dalam buku membutuhkan kemampuan kognitif yang memadai. Kemampuan kognitif dapat ditanamkan melalui pembelajaran sekolah. Sekolah harus dapat memfasilitasi guru untuk meningkatkan pengembangan materi ajar yang mendukung literasi. Salah satu materi yang diajarkan di sekolah adalah pelajaran sastra. Menurut definisi lama sastra adalah sarana penumpahan ide atau pemikiran mengenai kehidupan dan sosialnya menggunakan kata--kata yang indah. Namun pendapat yang lebih modern menyatakan bahwa keindahan sastra tidak tergantung pada keindahan kata atau kalimat melainkan pada keindahan substansi ceritanya (Ahyar, 2019). Ketika sastra diperkenalkan kepada anak-anak, maka perlu adanya kesepahaman bahwa mengenalkan sastra kepada anak-anak berbeda dengan sastra umum. Karakteristik sastra anak yang khas inilah yang membantu anak memahami bacaan dari sudut pandangnya sendiri. Menurut Lukens (1999) genre sastra anak memberikan batasan yang sangat luas terhadap semua buku anak sehingga dapat disimpulkan bahwa semua buku anak adalah sastra anak (Krissandi & kawan-kawan, 2018).
Mengembangkan Sastra Anak
       Membahas tentang sastra, pemikiran sebagian besar masyarakat tertuju pada karya puisi, cerpen, novel, drama, dan karya sastra lain yang ditujukan untuk pembaca dewasa. Bagaimana dengan sastra anak? Sebagaimana umumnya sastra, sastra anak juga merupakan ungkapan perasaan yang dituangkan kedalam bentuk tulisan dan dinikmati oleh anak-anak. Karya sastra ini juga dapat ditulis oleh orang dewasa dan diperuntukkan bagi anak-anak (Munaris, 2020). Dengan demikian, penulis dewasa yang bertujuan mengembangkan sastra anak harus menguasai pola pikir anak-anak yang sederhana. Sebagaimana dinyatakan oleh Lucia Binder dalam ceramahnya di Jakarta (1994) bahwa "sastra anak seyogianya tidak 'memberi instruksi' dan 'semata-mata mengajar moral', tetapi harus pula merangsang fantasi menuju refleksi opini pribadi" (Trimansyah, 2020).
Dengan menikmati karya sastra yang dibaca, anak-anak diharapkan dapat mengembangkan kreativitas verbalnya dengan baik. Malangnya, "sebuah riset yang dilakukan CCSU (Central of Connecticut State University) tahun menempatkan Indonesia sebagai negara paling literat nomor 60 dari 61 negara --- satu tingkat di atas Botswana dan satu tingkat di bawah Thailand"Â (Trimansyah, 2020). Ini merupakan tantangan besar bagi Indonesia dalam meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat untuk memacu anak-anak mengikuti pola tersebut.
      Sastra anak yang paling sederhana adalah dongeng. Sebagian anak masih dibacakan dongeng oleh orang tuanya sebagai pengantar tidur. "Cerita itu sangat memengaruhi tumbuh kembang seorang anak, terutama karakternya" (Trimansyah, 2020). Hal ini dapat menjadi penghubung bagi anak untuk memahami sebuah cerita. Pola pemahaman antara mendengarkan dongeng dan membaca cerita sendiri tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya terletak pada pelaksanaannya saja yaitu dari menyimak diubah menjadi membaca.
Negara anggota ASEAN memiliki banyak kesamaan latar budaya. Hal ini dapat dilihat dari cerita rakyat yang beredar. Cerita-cerita tersebut mempunyai kesamaan dalam konteks cerita dan pesan-pesan moral yang ingin disampaikan. Sebagai contoh, cerita rakyat Indonesia "Malin Kundang" mempunyai kesamaan motif dengan cerita "Pulau Jelapi" dari Thailand, "Si Tanggang" dari Malaysia, dan "Nakhoda Manis" dari Brunai. (Wahyuni, 2019). Ini menjadi modal awal bagi pengenalan cerita anak di negara anggota ASEAN.
Dari Tanpa Nama Menuju Atas Nama
Cerita-cerita rakyat yang disebutkan terdahulu tidak dikenali penulisnya. Sudah jamaknya pengarang cerita-cerita tersebut anonym karena diturunkan dari generasi ke generasi melalui cerita lisan. Seiring perkembangan zaman maka cerita-cerita tersebut mulai ditulis dalam bentuk buku atau kumpulan cerita. Meskipun demikian, tidak ada yang mengakui cerita tersebut sebagai hasil karyanya. Namun menurut Marahimin (2005), terdapat bias pesan moral yang tertanam dalam cerita lisan tersebut. Sebagai contoh, cerita "Malin Kundang" lebih memprovokasi dorongan untuk merantau kepada orang Minang meskipun secara tersurat pesan yang disampaikan adalah jangan durhaka kepada orang tua. Demikian pula halnya pada cerita "Si Kancil" yang mengandung bias antara kecerdikan dan kelicikan (Trimansyah, 2020) sehingga perlu dikaji lebih jauh agar tidak menjerumuskan anak-anak pada tindakan yang negatif. Hasil penelitian McClelland dan pendapat Marahimin (Trimansyah, 2020) di atas menunjukkan betapa besarnya pengaruh cerita anak pada suatu bangsa.
Ketika sebuah cerita dapat memberikan pengaruh besar pada sebuah bangsa, tentu diperlukan pesan-pesan moral yang positif kepada anak yang diusung oleh para penulis. Pesan moral positif yang disampaikan melalui cerita harus mengarah pada keberanian, kejujuran, tanggung-jawab, kreativitas, dan pesan-pesan lain yang menguatkan semangat pantang menyerah. "Jika hendak ditambahkan lagi, adalah penambahan kecakapan abad ke-21, yaitu berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, dan bertindak kreatif sebagai kapasitas yang perlu juga ditanamkan pada cerita anak"Â (Trimansyah, 2020). Nilai-nilai kecakapan abad ke-21 menjadi penting untuk mengimbangi perubahan sosial-budaya secara global. Harus diakui bahwa anak-anak generasi Alpha yang sedang dipersiapkan mengelola dunia di masa depan mempunyai pola pikir yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya.
Pasca era cerita rakyat yang tanpa nama pengarang mulai muncul kesadaran bahwa penulis cerita anak merupakan agen perubahan dalam mengusung pesan moral yang lebih baik. Pada tahun 1942, muncullah penulis Inggris Enyd Blyton yang populer dengan novel berserinya "Famous Five". Novel tersebut dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Agus Setiadi dengan judul "Lima Sekawan". Â Pada era 1970-an hingga 1980-an, masih banyak penulis cerita anak yang berkualitas. Sebutlah nama-nama "Soekanto S.A., Toha Mohtar, C.M. Nas, Suyadi (Pak Raden), Arswendo Atmowiloto, Dwianto Setyawan, Djoko Lelono, Korrie Layun Rampan, K. Usman, Radhar Panca Dahana, dan Titie Said" (Trimansyah, 2020) merupakan penulis cerita anak yang berkompeten di bidangnya.
Sayangnya, penulis-penulis cerita anak pada era selanjutnya menunjukkan kualitas yang semakin menurun. Ini dapat dibuktikan oleh Dewan Kesenian Jakarta (2018) yang mengusung kritik pedas "sayembara Cerita Anak DKJ itu tidak menghasilkan pemenang I hingga III, yang ada adalah pemenang harapan"Â (Trimansyah, 2020). Dunia sastra anak mengalami masa kritis. Padahal peran penulis cerita anak berusia dewasa juga dibutuhkan untuk menumbuhkan keberanian anak-anak menulis karena "hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% siswa SD kelas VI di enam provinsi daerah binaan Primary Education Quality Improvement Project (PEQIP) tidak bisa mengarang"Â (Al Fuad, 2015). Kenyataan membuat upaya menumbuhkan minat anak untuk menulis menghadapi tantangan berat.
Keberanian anak-anak perlu diberi ruang agar dapat berkembang sesuai kodratnya sehingga sastra anak akan lebih tertuju pada karya anak untuk anak. Hal ini telah dilakukan oleh The ASEAN Issue dengan menampilkan cerita hasil karya anak-anak dalam majalah tersebut yang dimuat dalam kolom Children's Literature. Hal yang sama diupayakan di Indonesia dengan diterbitkannya buku "Kecil-Kecil Punya Karya" yang merupakan hasil tulisan anak-anak yang dianggap memenuhi kriteria penerbit. Meskipun belum banyak karya anak-anak yang diterbitkan, tetapi perkembangannya perlahan membaik. Gerakan menulis dari komunitas-komunitas literasi turut memperluas kesempatan anak-anak untuk mengembangkan kreativitasnya.
Konklusi: Peran Cerita Anak bagi ASEAN
Bacaan untuk anak tidaklah sebanyak bacaan untuk orang dewasa. Menulis bacaan anak pun tidak semudah menulis bacaan untuk orang dewasa karena "pembaca sasaran anak-anak sangat unik karena terdapat perbedaan antarfase usia dari segi kebutuhan terhadap bahan bacaan dan kemampuan mereka membaca"Â (Trimansyah, 2020) sehingga peran penulis bacaan anak harus jeli dalam memutuskan pembaca sasarannya. Bacaan-bacaan untuk fase pembaca awal tentu tidak dapat disamakan dengan fase pembaca lancar. Masing-masing harus melalui pertimbangan yang matang sebelum diputuskan.
Pada akhirnya, literasi anak ASEAN berujung pada pendidikan karakter. Mengutip hasil analisis kandungan penguatan pendidikan karakter dalam cerita anak, "maka produk sastra anak dalam bentuk cerita diharapkan dapat digunakan sebagai media pendidikan karakter dengan latar dunia anak dan bahasa yang mudah dipahami namun padat berisi oleh pesan-pesan moral"Â (Khajati, Solihati, & Safi'i, 2021). Dengan membaca cerita, anak-anak akan lebih mudah menerima pesan moral melalui bahasa yang sederhana melalui sudut pandang mereka sebagai anak-anak. "Selanjutnya, nilai moral tersebut diharapkan dapat mengarah pada pendidikan karakter yang dapat dijadikan sebagai pondasi siswa dalam berperilaku dan bersikap"Â (Wahyuni, 2019). Pembiasaan sikap dan perilaku yang ditanamkan dan dikembangkan pada anak-anak akan menjadi karakter yang terus melekat hingga mereka dewasa. Dengan demikian, mereka telah mengantongi modal awal menjadi pemimpin dunia di masa depan.
Mengutip pernyataan bahwa "Children relate their experiences and feelings in the most fascinating and amusing ways. But their stories are often insightful and profound, giving us a glimpse of how they view the world."Â (The ASEAN Issue 22, 2022) Anak-anak mampu menghubungkan pengalaman dan perasaan dengan cara yang istimewa sehingga cerita yang mereka kemukakan seringkali membuka wawasan kita pada bagaimana mereka memandang dunia. Mendorong anak-anak ASEAN untuk menulis sesuai dengan sudut pandang mereka akan mengembangkan kreativitas verbal. Kreativitas yang terus diasah akan menjadi kebiasaan dan akhirnya terbentuklah karakter tangguh masa depan yang mampu mengambil alih kepemimpinan dunia dalam mewujudkan cetak biru Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN 2025.
Referensi
Aditya, R. (2015). Hubungan Antara Minat Baca dan Kreativitas Verbal pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Angkatan 2013 Universitas Mulawarman Samarinda. Psikoborneo, 8-20.
Ahyar, J. (2019). Apa Itu Sastra Jenis-Jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Cara Menulis dan Mengapresiasi Sastra. Yogyakarta: Deepublish.
Al Fuad, Z. (2015). Prosiding Seminar Nasional: Pemanfaatan Literasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Vol. 2. In E. Syaodih, & kawan-kawan, Membangun Imajinasi dan Kreativitas Anak Melalui Literasi (pp. 103-110). Bandung: Sekolah Pascasarjana Prodi Pendidikan Dasar UPI.
ASEAN 2025: Melangkah Maju Bersama. (2020). Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Buku Bahan Pengajaran ASEAN bagi Pendidikan Dasar. (2020). Jakarta: Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Children in ASEAN: 30 Years of the Convention on the Rights of the Child. (2020). Bangkok: ASEAN & UNICEF.
Elendiana, M. (2020). Upaya Meningkatkan Minta Baca Siswa Sekolah Dasar. JURNAL PENDIDIKAN dan KONSELING, 54-60.
Khajati, B., Solihati, N., & Safi'i, I. (2021). Kumpulan Cerita Anak Semut Raksasa Karya Ani Rostiani dkk. (Telaah Penguatan Pendidikan Karakter). Journal of Language Learning and Research, 1-23.
Krissandi, A. D., & kawan-kawan. (2018). Sastra Anak dan Media Pembelajaran Bahasa Anak. (D. Radityo, Ed.) Yogyakarta: Bakul Buku Indonesia.
Munaris. (2020). Sastra Anak sebagai Sarana Pendidikan Karakter di Sekolah. Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya}, 1-10.
The ASEAN Issue 22. (2022). Children's Literature. Story Books for Children by Children, pp. 51-54.
Trimansyah, B. (2020). Panduan Penulisan Buku Cerita Anak. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan .
Wahyuni, L. (2019). Motif Cerita Rakyat "Malin Kundang" sebagai Sarana Penjaga Integritas Sosial Masyarakat ASEAN. Waskita, 49-60.
Widyasari, A., & kawan-kawan. (2022). Fenomena Learning Loss sebagai Dampak Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19. BEST Journal, 297-302.
Biodata singkat
Berti Nurul Khajati lahir di Purworejo -- Jawa Tengah pada 19 Desember 1972. Alumni IKIP Muhammadiyah Purworejo (1998) dan Sekolah Pascasarjana UHAMKA Jakarta (2021) ini aktif menulis puisi, cerpen, cerita anak, pentigraf, dan artikel ilmiah lainnya bersama Asian Women Writers Association (AWWA), Penyair Perempuan Indonesia (PPI), Teras Puisi, Kampung Pentigraf Indonesia (KPI), Mom Wow Penulis Cerita Anak, Kelompok Peminat Seni Sastra (KOPISISA) Purworejo, Puandemik Menulis, Aksi Swadaya Menulis dari Rumah, dan komunitas literasi lainnya. Ia telah menulis lebih dari 40 buku antologi bersama sejak 2017. Beberapa di antaranya adalah: Selendang Mayang (AWWA, 2017), Mengeja Semesta (AWWA, 2020), Lima Sahabat Peraih Impian (LSPI, 2018), Antologi Cerita Anak Aku Anak Laut (Mom Wow, 2019), Temanten (PPI, 2021), Kaleidoskop Kata (Puandemik Menulis, 2022). Bukunya Rumus Ilahi (AT Press Bandung, 2020) merupakan antologi puisi tunggal. Ia adalah seorang guru yang bertugas di SD Negeri Setia Asih 06 Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi -- Jawa Barat. Ia juga menulis artikel ilmiah berjudul Peningkatan Minat Siswa Menulis Puisi melalui Penyusunan Antologi Berbasis Elektronik untuk Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan LPMP DKI Jakarta (Desember 2019) dan Kumpulan Cerita Anak 'Semut Raksasa' Karya Ani Rostiani dkk: Telaah Penguatan Pendidikan Karakter untuk Journal of Language Learning and Research (Desember, 2021). Buku terakhirnya bersama Mom Wow merupakan Kumpulan Cernak Mencari Harta Karun (Rumah Imaji, 2022). Cerpen terbaru yang berlatar sejarah dan budaya berjudul Rubini dan Ibu Ratu dalam proses penyuntingan untuk diterbitkan dan diterjemahkan di laman Dalang Publishing pada Februari 2023.Ia tinggal di Perum Pesona Bumi Insani, Babelan, Bekasi -- Jawa Barat dan dapat dihubungi melalui email: bertikhajati.official@gmail.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H