Duet Tagar Ganti Presiden 2019, Ratna Sarumpaet(RS) dan Rocky Gerung sedang menjadi sorotan media, untuk tidak mengatakan menjadi blulan-bulanan media (sosial). Tentu terkait hoaks dan jejak komentar atas hoaks. Hoaks jadi kembali ramai, setelahÂ
Dua hal mencuat sebelum dan setelah berita (bohong, hoaks) kreasi RS tentang penganiayaan atas dirinya adalah (pertama) tanggapan Rocky yang biasa, tajam, sarkastis, terkadang  menyerang partner diskusi secara terbuka, bukan arti sejati argumentum ad hominem.
"Lewat akun twitternya, @rockygerung; Rocky Gerung menyebut lawan politik Ratna Sarumpaet sebagai seorang dungu." Kecam Rocky yang diduga ke arah koalisi 01."
Sebab, tidak cukup menyebarkan fitnah dan memaki, kini mereka menggunakan kekerasan untuk membungkam relawan Gerakan #2019Gantipresiden itu, demikiam ciutan Rocky yang dikutip WartaKota (2/10/2018).
"Sayalah penyebar hoaks terbaik, saya minta maaf," demikian pertengahan babak belur drama RS.
Berubah dari sikap simpati kepada sohibnya RS, Rocky yang  sadar bahwa, ada fakta dusta yang terbuka menyerang asumsi dan thesis utama Rocky, yang ikut mempopulerkan dirinya di kalangan oposisi pemerintahan Jokowi, Rocky  bersikap menyesalkan sohibnya: "Bila Ratna Sarumpaet berbohong, Ia  sungguh melukai demokrasi", seperti dikutip (Tribun,3/10/2018).
Bagi saya dan publik kritis, lima hal di bawah ini perlu ditimbang sponsor ideologi "common-sense", ya Rocky, Â untuk melakukan otokritik terhadap etika-pulitik versi-nya:
 Kedua, Rocky, lalai, atau sengaja, dalam tingkat tertentu, membiarkan kampanye tanpa data dan fakta, di lingkar politik seberang Jokowi, seperti "utang luar-negeri RI, kesengsaraan-rakyat, tenaga kerja asing,dan banyak manipulasi lain, yang kesemuanya adalah hoaks yang sengaja dihembuskan dan berlipat-ganda  "sadis-nya" dari sekedar  isu operasi plastik RS. Di sini diskusi filsafat hukum pidana seputar topik pro parte culpa dan pro parte dolus relevan untuk diterapkan ya ditegakkan. Saya kira bung Rocky belum tentu paham, tapi saya andaikan dia mestinya paham sebagai pengajar etika politik.
Ketiga, Â jadi hoaks sempurna "tidak mutlak dimiliki penguasa". Semua tergantung the man behind "hoax-engine". Menurut sementara publik, suka tidak suka, mengakui atau tidak, Rocky bagian tak-terpisahkan dan jadi bagian utuh mesin penebar hoaks-sempurna pihak oposisi
Keempat, yang saya senangi dari sahabat saya Rocky adalah, dia bicara demokrasi secara otoriter dan (mau) menang sendiri, atau berdialog dengan bicara tegas kepada pendengarnya, dan menutup kuping (dalam arti alegoris hingga harafiah) Â pada saat pendengarnya menjadi pembicara.
Kelima, kalau RS mau ikut-ikutan "gerak cuci-tangan", jalannya, menghantar Rocky ke penegak hukum, dan mengatakan, "saya hanya ikut ajaran sohib saya, bahwa "hoaks diperbolehkan" secara etika-politik versi  Rocky. Sambil menunjuk hidung Rocky,  pembenaran-hoaks-lebih-kejam-dari-machiavellianis (Kompasiana, 29 Agustus 2017). Kalau di sini beberapa  Argumentum ad hominem (sejatinya, bermakna "dalil yang saya gunakan, itu juga yang akan digunakan (pihak lain) kepada penganjur dalil/ajaran tertentu itu) bukan ad hominem (serang lawan bicara) "sinis, sarkastik, underestimate, etc,"pada lawan bicara) seperti Rocky tampilkan di publik.
Kalau RS lakukan itu ke Rocky, Â sah-sah saja, konteksnya argumentum ad hominem sesehatnya ke arah Rocky. "Masih berakal sehat yah, Bro?"Â
Akhirnya, saya sedih teman duet Rocky, RS  harus jalani proses hukum dan sudah ditahan kepolisian, tetapi terus-terang hati dan jantung saya dan banyak rakyat Indonesia  ada di Palu, Sigi, Donggala, Parigi. Bung Rocky amnesia sejarahkah, ketika "kita berpisah dari "rumah sehat" DR. Sjahrir, tanggal 23 September 2006, hoaks sempurna kreasi, yang  melibatkan sebuah rejim (SBY) berpuncak pembantaian tiga orang yang diduga belum tentu bersalah, tapi meregang nyawa? Hoaks yang dibangun kubu politik bung Rocky kembali mengganggu empati dan enerji publik dan terutama pemerintahan Jokowi kita untuk tragedi bencana alam Sul-Teng, tgl 18 September 2018. Ini, menuruut hemat saya, salah satunya,  karena ideologi pembenaran hoaks Anda, sobat Rocky. Anda (dan politisi kubu) lebih bertanggung-jawab secara etik-moral, termasuk RS.
Nonton video ini, dan tertawalah dan tertawakanlah diri  sendiri (self-mockery), biar semua kita tetap berakal-sehat, pesan teman sahabat diskursus.
*)Penulis, sarjana filsafat;  teman Rocky Gerung; mahasiswa pasca-sarjana hukum di Univ swasta, caleg partai pendukung  petahana Jokowi 2019, dosen di Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H