Kebetulan sahaja pula, bahwa saya menulis catatan ini yang memang ditujukan kepada gubernur Ahok dan Kebijaksanaan Raja Salomon, “Gubernur Ahok dan Analogi Raja Salomon” dalam Kompasiana (Kompasiana, 30 November 2015) dalam jauh sebelum berita kedatangan Raja Salman.
Peristiwa dua raja memang berbeda waktu dan tempat. Tapi dengan nama dan hikmah (-kebijaksanaan) yang sama tujuannya: keadilan, perdamaian dan kebenaran-kesejatian (lawan kepalsuan, ketidak-adilan, dan huru-hara) kita mendapatkan keuntungan ganda pesan moral-bijak dari dua raja nan bijak. Ya kemakmuran, kedamaian dan keadilan bagi seluruh warga dunia, kerajaan, warga negeri Nusantara.
“The power of manner” (kekuatan dari suatu cara) adalah pradoks dari pepatah bijak (Fortiter in re, suaviter in modo, teguh dengan prinsip dan ramah dalam cara). Ternyata menjadikan cara-cara sebagai bentuk kebijaksanaan itu sendiri: kebijaksanaan ditempuh dengan cara bijak pula. Pesan pak Presiden Jokowi dan Ibu Megawat kepada Gubernur Ahok punya dasar jelasi: "Irit bicara", "Hindari cerewet".
Kita da Gubernur Ahok belajar dari dua raja, bahwa Cara damai dan tegas, tegas dan damai akan dikenang.
Raja Salomo dan King Salman menunjukkannya: keadilan didapat dengan cara bijak. Raja Salman dengan sedikit kata, “pesannya kepada dunia dan warga negara Indonesia terang-benderang”. Kita percaya, haq’ul yaqin, peserta gerakan 313, atau demo apa pun dengan wujud damai akan bermakna mulia pula. Damai.Ya Salomon, Ya Salman. Wassalamualaikum.
*) Penulis, pengajar Multiculturalism (Cultural Diversity) pada President University, Jababeka, Cikarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H