Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hari Pahlawan, Jenderal 'Soleh' Beri Analogi Cerdas Kasus Ahok

13 November 2016   11:56 Diperbarui: 13 November 2016   12:07 7970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jangan mudah tergelincir dalam saat-saat seperti ini, segala tipu muslihat dan provokasi-provokasi yang tampak atau tersembunyi dapat dilalui dengan selamat, kalau kita waspada dan bertindak sebagai patriot.”

Hari Pahlawan (Kamis, 10 November 2016), kami mendapat kehormatan diundang Pak Mitro. Meskipun sudah disampaikan perihal isi SMS-nya yang dipublikasikan ke media-sosial Kompasiana (Testimoni Jenderal Soleh, Bukan untuk Ahok), saya memandang undangan itu adalah kehormatan dan historical, untuk tidak sekedar temu-kangen untuk bertemu Pak Mitro tapi berdiskursus biar sebentar. Maka refleksi singkat nan bermakna di bawah inilah yang didapat dari Jenderal 'Soleh', selain dengan kerendahan hati menghantar kami kembali ke spot pertemuan lainya. Hormat tulus Jenderal.

Usianya yang bertambah tidak simetris dengan tampilan fisiknya yang malah lebih segar  – entah karena pancaran bathinnya, ketika saya akhirnya berkomentar, “Pak Mitro terlihat lebih muda dan tegap dibanding hampir tiga tahun silam”. “Bukan hanya mas Berthy yang mengatakan itu”. “Nah, benar berarti, Pak”. Kami bercakap-cakap ketika awal diskursus itu. 

Terus Bekerja Merawat Kebangsaan

Bercengkrama hampir dua jam, ‘Jenderal Soleh’ menekankan pentingnya terus bekerja merawat kebangsaan lewat relijiusitas yang sehat sebagai bangsa Indonesia.

Mantan Panglima Armada Timur itu menekankan  betapa masa depan bangsa Indonesia dibangun dalam kebhinekaan dan saling ketergantungan antar lintas golongan, etnis, suku, budaya.

Sebagai orang belajar filsafat, saya terkejut dan kagum, ketika Pak Mitro dengan tegas dan lantang bicara Das Kapital tulisan Karl Marx yang ribuan halaman itu.

“Dulu (sebelumnya), kapital (pernah) digunakan untuk memanipulasi manusia. Namun, Jaman berubah, kita percaya kini kapital digunakan untuk menghidupi banyak orang. Ya, aspek sosial modal (capital) makin bermakna dan disadari bagi kehidupan lebih banyak orang.”

Pragmatisme lain dari filsafat yang digunakan ‘Jenderal Soleh’ yang menunjukkan kedalaman permenungan relijiusitasnya dan jenderal bintang tiga yang disandangnya, dalam bentuk analogi sederhana nan dalam, lewat dialog ini:

“Mas Berthy, kalau Anda lapar, saya kenyang, siapa yang tahu?”

“Hanya, kita berdua yang tahu masing-masing keadaan kita dan Tuhan yang Maha Besar dan Maha Kuasa”.

“Nah, kalo saya lapar, tapi mas Berthy paksakan kehendak, dengan katakan, bahwa saya kenyang”, berarti mas Berthy menyamakan diri dengan Tuhan, Alloh”, tutur Jenderal Soleh.

Begitu pula, kasus Ahok. Hanya Ahok dan Alloh yang tahu hatinya. Orang yang memaksakan kehendak mereka, menyatakan Ahok memfitnah, mereka menyamakan diri dengan Alloh-Akbar, yang berarti menempatkan Allah sejajar dengan mereka”, imbuh Jenderal Soleh.

Sebagian orang mungkin sudah paham hal ini, tapi belum berani berserah. Makna Islam, “berserah dan bertakwa kepada Alloh”.  Imbuh Jenderal (purn), guru kehidupan, yang rendah hati (humble).

Jenderal Mitro juga mengungkapkan semangat, ungkapan dan harapan Jenderal Soedirman, di Jogjakarta, 25 Mei 1946, “Sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara Republik Indonesia, yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, sampai titik darah penghabisan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun