[caption id="attachment_181738" align="alignleft" width="300" caption="Illustrasi: Bika Ambon (Indonesiabox.com)"][/caption]
'Bika Ambon' itu hasil kreasi kuliner turunan singkong. Tidak jarang jadi soal, koq namanya harus Ambon? Kota di sebuah pulau yang sangat kecil dalam peta, dibanding pulau di sampingnya Seram, pulau terbesar di (lautan) Maluku.
Katanya sih made in Ambon, tapi aslinya Medan? Lengkapnya “Bika Ambon asli Medan”. Konon kabarnya, seorang ibu asal suku Ambon pernah tinggal di Medan, dan senantiasa mencampur singkong - atau di Ambon namanya ‘Kasbi’ - dihidangkan bersama keju kepada tamu orang asing. Dan ‘Bika Ambon’ hanyalah salah satu hasil dari kreativitas membuat kue sang Ibu asal kota Ambon itu. Kue itu lalu disebut dari ‘Kue Bika dari Ibu (asal) Ambon, menjadi Bika Ambon. Butuh studi sejarah, dan sejarahnya pun sudah hanya mitos di jaman sekarang dan nanti.
Namanya memang ‘Pisang Ambon’ (Musa Paradisiaca L), di wilayah di luar kota Ambon, tapi di Ambon namanya malah ‘Pisang Meja’. Kalau sejumlah orang ditanya tentang itu, tidak sangat jelas apa sebab musabab dan dari siapa nama itu jadi populer. Sejarahnya juga sudah bercampur mitos.
****
Nama dan Penamaan itu menarik. Kalau berada di Kota Ambon bertanya, di mana “Kampung Pisang” tidak sedikit wilayah dengan sebutan “Kampung Pisang” hanya karena ada sejarah yang turun temurun. Bahkan ketika tidak satupun pohon pisang berada di wilayah yang disebut “Kampung Pisang”. Seperti Kampung Jambu atau Kampung Mangga.
Nama berdasarkan keturunan pun ada. “Kampung Arab”, “Kampung China” atau “Kampung Belanda”, menunjuk pada sejumlah wilayah di mana ada sejarah orang tinggal dan kumpul bersama. Tapi, “Kampung China” atau “Kampung Belanda” bisa saja hanya karena pernah ada satu kubur beraksara China atau nisan dengan nama Belanda, tanpa riwayat jelasnya. Sementara di “Kampung Arab”, telah ditinggali banyak warga keturunan lain, misalnya Tionghoa.
Sebuah desa di Maluku Tenggara, dengan warga yang diduga berasal dari suku Betawi, menetap di desa tersebut ketika datang ke Maluku tahun 1400-an. Di desanya disebut La-Betawi (Levtav), di Kota Tual, Maluku. Kemungkinan sudah di bawah pengaruh pengucapan warga Buton, Sulawesi Selatan, yang menjadi bagian lain pembentukan masyarakat Suku Kei, dan bermarga Ohoi-wutun atau “Kampung Buton”. Marga Ohoiwutun pun telah berada di lintas komunitas keyakinan. Begitu pula, marga Meteray yang diasalkan dari suku Betawi, tinggal di desa berbeda dengan keyakinan berbeda: ada imam Masjid dan ada imam Katolik atau Pendetanya. Semua berlangsung alamiah dalam proses sejarah migrasi bangsa manusia.
Kalau sekarang di tengah suku Betawi, ada Kampung China, Kampung Arab, Kampung Bugis, Kampung Buton dan lain-lain, termasuk Kampung Ambon, semuanya menjadi bagian dari negara Republik dalam konstitusi masyarakat modern dan terhormat oleh founding fathers Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka dan Sjahrir. Solidaritas kaum pemuda di masa lampau, menjadi perekat terkuat kemerdekaan. Penjajah Belanda pernah merasakan kemerdekaan jiwa ksatria Jong Java, Jong Sumatera, Jong Selebes, Jong Ambon dalam warna Nusantara.
Sayang, hari-hari ini (15 Mei) ‘Kampung Ambon’ di Jakarta Barat, dirazia dengan dugaan peredaran narkoba, dan pada saat yang sama ada bentrok di kota Ambon, para tokoh lintas Agama di Kota Ambon amat terheran-heran dengan peran aparat keamanan pada pawai Obor memperingati Hari Pattimura.
Sehari sebelumnya, Pemuda Katolik mendeklarasikan akan ikut menjaga Ketertiban dan Keamanan penyelenggaraan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an) Nasional yang akan diselenggarakan di Kota Ambon. Demikian juga seluruh lapisan masyarakat kota Ambon mensosialisasikan semarak penyelenggaraan acara yang mulia tersebut.
Soal kemanan kota Ambon khususnya, dan Maluku umumnya, masyarakat terkadang merasa ini sebagai sebuah mitos. Masyarakat tetap percaya, kami masyarakat Maluku telah dan terus menjaga kehormatan persaudaraan yang dimiliki dalam dimensi kepelbagaiannya. Persaudaraan sejati malah terbangun di antara kelompok beda keyakinan. Almarhum Munir bersaksi tentang persaudaraan masyarakat Maluku, kerusuhan hanya bagian asing oleh anasir Asing dari luar Maluku, di Indonesia merdeka.
Peran Negara untuk kemaslahatan umum hanyalah sebuah mitos. Kekerasan telah menjadi sejarah yang nyata dan berulang. Baik oleh penjajah Belanda, maupun oleh anasir asing jaman Indonesia merdeka. Kalau Jakarta tidak stabil pulitiknya, mengapa Kampung Ambon (di Jakarta) dan Kota Ambon (pada peringatan Pattimura), kata orang pulitik, sedang dijorokkan? Begitu juga DI Aceh, DI Yogyakarta, Papua. Yang ini namanya 'Rusuh Ambon asali Jakarta'?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H