Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Etika Profesi Kawal Etika Publik Sri Mulyani

9 November 2011   02:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:54 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertemuan Presiden SBY dan Managing Director Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati sesungguhnya dalam konteks tugas mantan Menkeu itu adalah untuk mensosialisasikan peta potensi resesi ekonomi di kawasan Asia, khususnya Indonesia, pasca krisis yang sempat menghantam Yunani. Namun, pada kesempatan kunjungan itu yang paling dikejar pekerja media adalah memastikan kesediaan seorang Sri Mulyani Indrawati perihal calon presiden (capres) RI 2014.

Tentu mudah ditebak, bahwa kecewa yang didapat pekerja media. Maklum, atau mohon dipahami bahwa dengan tugas profesionalisme pada posisi menentukan pada lembaga keuangan dunia itu, interese politik tidak dapat digandang bersama pada saat yang sama. Dua puluh empat jam tugas publik Sri Mulyani adalah duta bank dunia di mana pun dia berada.

Sikap Sri Mulyani Indrawati, figur yang membuat penasaran tidak sedikit orang soal isu capres 2014, menempatkannya pada posisi  skeptis dan kecemasan rivalitas tertentu, atau apa pun namanya di sejumlah kalangan. Tapi, seberapa pantas melontarkan sikap pribadi seorang yang berdedikasi hanya dengan menjaga etika profesi secara konsisten dan integratif, pekerja media akan mendapat jawaban out of box. Rasa penasaran masyarakat berkecamuk di antara sikap tegas menjaga kewibawaan etika jabatan, memustahilkan jawaban eksplisit dari Sri Mulyani.

Penasaran Politik dan Politik Penasaran

Politik penasaran (politic of curiosity) dan penasaran politik (curiosity on politic) adalah kewajaran dinamika politik yang dihadapi media. Bahkan, pada tingkat tertentu bursa capres lewat polling dan survey adalah bagian dari representasi penasaran masyarakat untuk mengetahui isi hati para kandidat bila digoda dan terpancing lewat polling masyarakat.

Sejauh ini, Capres 2014 yang telah muncul atau dimunculkan relatif formal oleh partai adalah Aburizal Bakrie yang didaulat Golkar sebagai capres. Demikian juga, Prabowo Subianto dipastikan akan maju sebagai Capres Gerindra. PDI-P belum pasti, entahkah Megawati positif mundur, karena tokh lampu hijau untuk mengelus kandidat pengganti terlalu dini untuk berspekulasi. Atau masuk kategori politik penasaran, hanya dapur PDI-P beri jawaban pasti.

Salah satu yang menarik tentu isu politik olahan media yang menggandang Kristiani SBY untuk maju, dari partai yang berkuasa. Betapa pun disadari bahwa elektabilitas Ani Yudhoyono belum cukup meyakinkan dalam sejumlah polling, namun keyakinan bahwa Pemimpin harus diadakan (antara lain, dalam sistem presidensial) dan bukan dianugerahkan, melahirkan sepak terjang politik alternatif. Hal itu juga dikuatkan pernyataan SBY yang beri sinyal bahwa keluarganya tidak akan maju sebagai capres. Betapa pun pernyataan itu dapat dipandang sebagai retorika politik yang lain.

Menyadari bahwa partai mapan dan berkelas (Demokrat, PDI-P, Golkar) akan sangat menentukan Capres 2014 meski bukan faktor satu-satunya, gagasan poros tengah dimengerti sebagai ungkapan kecemasan akan eksistensi (partai) dan berdampak pada pembabatan peluang capres asal partai. Parliamentary threshold (PT) 4-5% yang dikritisi partai-partai Poros Tengah, makin menambah penasaran internal politisi partisan. Harmoni setgab dan kontrak politik partai partisipan adalah faktor lain menghasilkan varian pemuncul capres baru, diterima ataupun ditolak. Semuanya tetap penasaran.

Kesadaran akan saling ketergantungan dalam pelbagai faktor untuk capres 2014, termasuk potensi menurunnya prosentase suara partai-partai mapan, mendorong seluruh partai secara alamiah berada dalam posisi survival of the fittest,dan kesadaran to be or not to be bukan tidak ada bahkan dalam partai mapan sekalipun. Saya merasa berlebihan untuk mengatakan, tidak ada satu pun partai politik yang melampaui PT sekarang memiliki kepastian lebih besar soal elektabilitas capres usungannya. Menukiknya popularitas kepemimpinan SBY, tidak langsung mendorong kenaikan pamor rival dalam setgab, seperti diklaim Golkar. Semuanya masih pagi dan terlalu dini untuk dipastikan.

Yang sungguh dipastikan adalah tingginya potensi elektabilitas pribadi-pribadi, bahkan (terutama) yang berada di luar partai atau kekuasaan. Kalau mengacu Polling Kompas Juni 2011, dibanding Jusuf Kalla dan Prabowo, Sri Mulyani adalah seorang figur profesional dan non-partisan yang muncul dan memiliki elektabilitas tanpa struktur dan infrastruktur partai.

Betapa pun kepastian capres 2014, seperti capres 2009, baru dapat dipastikan pada ‘dead-line’ Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai UU Pilpres atau Agustus 2013, hingga hari-hari ini semuanya masih cair. Dalam kegusaran, kegalauan, ataupun penasaran politik, partai-partai poros tengah dapat melahirkan alternatif politik. Demikian halnya partai-partai politik baru lahir dari rasa penasaran akan politik.

Sri Mulyani dapat saja menyimpan elektabilitasnya sampai datang kepastian lamaran dari partai tertentu. Siapa tahu, satu dari antara partai baru kelak akan meminangnya. Partai SRI secara terbuka menyatakannya secara politik. Hubungannya tetap sebuah relasi politik penasaran, setidaknya di mata publik. Terus bertanya kepada Sri Mulyani itu ada pelbagai bentuk penasarannya. Penasaran sebagai curiosity (keingin-tahuan positif), sebagai ketakutan rivalitas, dan penasaran “Lesmono” mitos Jawa, asal tahu sahaja. Betapapun begitu, diam Sri Mulyani adalah etika kepribadiannya yang tegas, kata para kerabatnya. Etika profesi mengawal etika publik Sri Mulyani.

Ilustrasi: unduh Google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun