Laporan orang yang menjadi korban pelecehan, umumnya wanita, harus ditanggapi serius oleh petugas Kepolisian. Bayangkan kalau itu Orang-tua atau saudari perempuan Anda yang mengalaminya. Wanita bukan hanya penumpang yang rawan, tetapi kondisi seluruh kota Jakarta yang mencapai penduduk 10 juta jiwa, dan akan lebih karena warga Bodetabek yang masuk Jakarta terutama di siang hari, Trans-Jakarta tidak akan mengatasi masalah arus pergerakan warga ibu kota secara maksimal, apalagi hanya dengan ATURAN yang maaf, berulang dianggap ANEH itu. Tidak hanya meminimalisir situasi, malah menimbulkan banyak masalah baru, kalau tidak dikatakan peraturan itu lucu dan lebih pantas ditertawakan.
Dalam angkutan jenis apa pun, orang-orang bertransaksi sosial secara bebas, dewasa, dan bertanggung-jawab. Mereka menjadi lebih dewasa lintas kelompok, golongan sosial, keyakinan, ras, suku, hingga jender. Gesekan kecil atau besar dapat terjadi sebagai kewajaran. Yang tidak wajar, kalau penginisiatif jasa, pengelolah, hingga para penegak hukum melemparkan semua persoalan tampak menjadi tanggung-jawab penumpang.
Peraturan berbaris itu berasumsi para penumpang trans-jakarta hanya sejumlah anak usia sekolah dasar yang ditertibkan? Ataukah dimasuki sejumlah pria dengan niat tak terkendali menyerang wanita? Think twice, dan jadi bijak. Berbaris hanya masalah sepele, tetapi memalukan penginisiatif dan pengelolah jasa transportasi yang katanya aman dan nyaman bagi kelas menengah. Acara berbaris itu tidak memberi jalan keluar, malah membuat penumpang menertawakan para penyelenggaranya. Ingin menyelesaikan masalah dengan menciptakan lebih banyak masalah baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H