Hari ini Roy Suryo kepada media, yang hanya saya peroleh dari running-text sebuah TV swasta (15/06/2010), menyatakan, bahwa rekaman peristiwa yang tak pantas ditonton dengan pelaku mirip artis ibu kota dipastikan sebagai artis-artis yang disebut namanya ke media. "Rekaman itu asli, karena itu mereka yang dalam rekaman itu dapat ditetapkan polisi sebagai tersangka", demikian kutipannya.
Kebenaran materi rekaman disinyalir sebagai asli bukan hal baru lagi. Dalam kapasitasnya sebagai pemerhati telematika (konon bukan ahli), masukan Roy Suryo jadi mempertegas belaka sekian analisis yang sudah ada.
Namun, mengejutkan bila Roy Suryo menyarankan polisi menjadikan mereka yang diduga melakoni adegan dalam rekaman itu jadi tersangka. Tampaknya Roy Suryo melampaui kewenangan sebagai pemerhati telematika. Pertanyaan segera muncul, dalam kapasitas sebagai pemerhati telematika belaka, atau sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat kah pernyataan Roy itu? "Semestinya Roy Suryo menyadari posisinya sekarang dan menyadari batas kewenangannya berbicara", demikian tanggapan normatif anggota Elemen Indepen Indonesia (ELI) di Jakarta.
Hukum Pidana dan KUHAP tidak dapat menjadikan sebuah rekaman sebagai alat bukti awal yang SAH. Rekaman hanya dapat menjadi petunjuk atau indikasi awal, tapi bukan barang bukti. Ketidak-hatian para pemimpin, termasuk wakil rakyat, dapat melanggar prinsip-prinsip hukum itu sendiri.
Pada waktu berdekatan, di TV One (15/6/2010) , seorang ibu bersemangat bicara tentang Hukum Pidana bersama lawyer Elsa Sarif kasus Rekaman itu. Tidak hadir memberi pemahaman (hukum) pidana secara benar kepada masyarakat. Praktek hukum Indonesia masih dikaburkan oleh sejumlah orang yang disebut atau menyebut diri sebagai pakah hukum (pidana) tetapi malah ikut menabrak rambu-rambu dasar filosofi hukum pidana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H