Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Soal Rekaman: Lagi, Roy Suryo Melampaui Kewenangan?

15 Juni 2010   12:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:31 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini Roy Suryo kepada media, yang hanya saya peroleh dari running-text sebuah TV swasta (15/06/2010), menyatakan, bahwa rekaman peristiwa yang tak pantas ditonton dengan pelaku mirip artis ibu kota dipastikan sebagai artis-artis yang disebut namanya ke media. "Rekaman itu asli, karena itu mereka yang dalam rekaman itu dapat ditetapkan polisi sebagai tersangka", demikian kutipannya.

Kebenaran materi rekaman disinyalir sebagai asli bukan hal baru lagi. Dalam kapasitasnya sebagai pemerhati telematika (konon bukan ahli), masukan Roy Suryo jadi mempertegas belaka sekian analisis yang sudah ada.

Namun, mengejutkan bila Roy Suryo menyarankan polisi menjadikan mereka yang diduga melakoni adegan dalam rekaman itu jadi tersangka. Tampaknya Roy Suryo melampaui kewenangan sebagai pemerhati telematika. Pertanyaan segera muncul, dalam kapasitas sebagai pemerhati telematika belaka, atau sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat kah pernyataan Roy itu? "Semestinya Roy Suryo menyadari posisinya sekarang dan menyadari batas kewenangannya berbicara", demikian tanggapan normatif anggota Elemen Indepen Indonesia (ELI) di Jakarta.

Hukum Pidana dan KUHAP tidak dapat menjadikan sebuah rekaman sebagai alat bukti awal yang SAH. Rekaman hanya dapat menjadi petunjuk atau indikasi awal, tapi bukan barang bukti. Ketidak-hatian para pemimpin, termasuk wakil rakyat, dapat melanggar prinsip-prinsip hukum itu sendiri.

Pada waktu berdekatan, di TV One (15/6/2010) , seorang ibu bersemangat bicara tentang Hukum Pidana bersama lawyer Elsa Sarif kasus Rekaman itu. Tidak hadir memberi pemahaman (hukum) pidana secara benar kepada masyarakat. Praktek hukum Indonesia masih dikaburkan oleh sejumlah orang yang disebut atau menyebut diri sebagai pakah hukum (pidana) tetapi malah ikut menabrak rambu-rambu dasar filosofi hukum pidana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun