Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Solidaritas Buruh: Satu Koin Bersisi Walesa dan Jokowi

1 Mei 2014   03:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_322056" align="alignleft" width="300" caption="Mantan Presiden Lech Walesa dan Sang Aktivis Buruh (sumber: muhalifgazete.com)"][/caption]

Di satu sisi, mari kita simak pernyataan mantan Presiden Polandia Lech Walesa, ketika ia berujar di Universitas Paramadina, Mei 2010, "Apa kalian menyadari bahwa ketika menjadi presiden, saya tidak pernah memperjuangkan kenaikan gaji (buruh), tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kelas pekerja?" (VivaNews Kamis, 13 Mei 2010).

Di sisi yang lain di Jakarta hari ini (30/4/2014) ketika ditanya media tentang sikapnya atas rencana demo 100 ribu buruh di ibu kota negara,  Gubernur DKI Joko “Jokowi” Widodo, yang juga Calon Presiden (capres) RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), berujar, “Para buruh sebaiknya tidak usah berdemonstrasi”, demikian jawab Jokowi kepada para wartawan. “Duitnya disimpan untuk teman-teman yang perlu untuk bayar kontrakan atau sakit, daripada sekedar demonstrasi. Bayangkan berapa milyar terbuang (untuk demonstrasi).”

Kembali ke Walesa, mantan Presiden Polandia yang meruntuhkan paham komunisme di negaranya, dengan bantuan Karol Wojytila (populer sebagai paus Yohanes Paulus II), Walesa dengan nada kritis mengatakan, "Saya malu karena hal itu (tidak berjuang untuk upah buruh). Bahkan sampai sekarang kalau saya ingat itu, saya malu. Karena sebelumnya saya adalah aktivis kelas pekerja, tetapi ketika saya menjadi presiden, segala hal menjadi berbeda,” lanjut dia.

Namun, agar tidak terkesan bahwa Walesa meninggalkan para buruh setelah “mendadak” terpilih menjadi presiden Polandia karena gerakan solidaritas teman-teman buruhnya (Solidarnosch), ia mengatakan, "Tapi pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kelas pekerja tidak pernah mendapatkan segala sesuatunya secara gratis."

Uniknya Analogi Pemilik Modal dan Buruh Walesa

Menurut Walesa, kelas pekerja dan pemilik modal harus bekerja sama dan fokus pada pengembangan bisnis, tetapi pekerja harus waspada, mengontrol, dan menekan pemberi kerja.

Walesa menganalogikan kelas pekerja sebagai bakteri di dalam tubuh, bahwa bakteri bisa hidup di dalam tubuh, tetapi tidak mematikan tubuh. "Kelas pekerja tidak pernah mendapatkan segala sesuatunya secara gratis.

Mereka harus menekan pengusaha sebisa mungkin, berbagai jenis penguasa, mungkin perusahaan negara maupun swasta, tetapi di saat yang sama, pekerja harus menjadi bakteri yang tidak merugikan," kata negarawan yang pernah bekerja sebagai tukang listrik sebelum tampil sebagai pejuang demokrasi itu. 


"Bakteri itu tidak menghancurkan tubuh di mana dia menjadi parasit di situ. Jadi, buruh harus menjadi seperti bakteri, tidak menghancurkan pemberi kerja. Mereka harus bekerja sama, fokus pada pengembangan bisnis, tetapi buruh harus waspada, mengontrol, dan menekan pemilik modal," lanjut Walesa.

Refleksi Kritis: “Konstitusi” Buruh Indonesia

Beberapa titik refleksi sederhana, tepatnya disederhanakan sama sekali, dari filosofi perlawanan Komunisme di negaranya Walesa, dan kebutuhan lapangan kerja hingga kebutuhan menjadi pengusaha di negeri Jokowi.

Pertama, Pemilik modal di negeri Walesa pada masanya 30 tahun lalu, meski ada kesamaan, ada perbedaan kondisi yang lain. Pemilik modal murni di Polandia pada hubungan dingin Uni Soviet dan Amerika, berbeda dengan di negara-negara Asia, di mana pemilik modal tidak (lagi) berada dalam gejolak politik Komunisme dan demokrasi. Indonesia telah lama menolak ideologi komunis.

Kedua, kondisi obyektifjumlah pengusaha dan pekerja di Indonesia, sekedar dibandingkan dengan pengusaha dan pekerja di negeri lain, sebagai contoh Tiongkok, sangat berbeda. Jumlah pengusaha di Indonesia masih sangat sedikit jika dibandingkan negara lain. Dari total penduduk Indonesia sebanyak 240 juta orang, hanya 1% atau setara 2,4 juta yang menjadi pengusaha. Sementara Tiongkok memiliki pengusaha sebesar 14% dari 1,4 milyar penduduk, jadi  jumlah pengusaha di negeri Tirai Bambu itu mencapai 196 juta pengusaha.

Ketiga, konsekuensi kondisi obyektif demografi pengusaha dan pekerja sedemikian, meminta Pemerintah untuk secara profesional mengarahkan ekonomi pada pertumbuhan ekonomi juga, tetapi penciptaan lapangan kerja dengan membangun dan menciptakan “pengusaha” mencapai 5-10% saja dulu penduduk Indonesia, akan berarti sangat besar bagi pencari lapangan kerja, dan berkonsekuensi positif pada nasib buruh atau pekerja dengan sendirinya. Karena, filosofi solidaritas (buruh) tanpa entrepreneurial mindset yang terimplementasi dalam akses publik pada jasa perbankan dan diakomodasi Pemerintah, hubungan tuntutan buruh-pengusaha hanyalah tuntutan hak dan kewajiban yang tak berimbang. Investor asing akan berbeban berat lalu hengkang pada akhirnya.

Keempat, jadi menghormati penuh dua sisi koin bersikap pada (nasib dan perjuangan) buruh, yang saya khawatirkan, May Day di Indonesia, adalah perjuangan dan gerakan buruh di Indonesia hanyalah kelatahan mengikuti sebuah gerakan “solidaritas” yang berbeda ideologi-politik-ekonomi-sosial-budaya (ipoleksosbud) hingga pertahanan keamanan nasional (hankamnas) dengan Indonesia. Kepentingan buruh Indonesia, tampaknya berbeda jauh langit-bumi dengan gema buruh mantan pegawai “galangan kapal” Walesa.

Akhirnya, kelima, kalau ditanya media lagi, saya berharap pak Jokowi nanti dapat menantang balik, “Berapa buruh Indonesia ingin jadi pengusaha?” Jadi, jangan pindahkan panggung Lech Walesa ke Indonesia. Saya setuju, sebaiknya dana demonstrasi untuk Koperasi Buruh Indonesia.  Sekali lagi, kata Jokowi, "Tidak usah berdemonstrasi! Simpanlah uang Anda untuk anggota yang sangat membutuhkan untuk kontrakan!" Perduli untuk buruh tetap satu dan sama antara Walesa, Jokowi dan kita, hanya dua sisinya berbeda sesuai ipoleksosbud-hankamnas. Kita tidak latah. Sahabat para buruh, "Mintalah yang dibutuhkan (warga) negara Indonesia, bukan kebutuhan (apalagi kepentingan) negara lain."***

*) Penulis, motivator Keperdulian Sosial, pelaku dan motivator Entrepreneurship, pengajar President University Jababeka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun