Mohon tunggu...
Berthy B. Rahawarin
Berthy B. Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen President University, Cikarang

Maluku (SD-SMA 1971-1983) - STF-SP Manado (1983-1992). Jakarta (1993 - sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Ignas: Kleden dan Rahawarin dalam Kepemimpinan Kapita Laut

31 Juli 2024   04:23 Diperbarui: 31 Juli 2024   04:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: pngtree

Ignas Kleden adalah Ignas pertama yang ingin saya kutip sebagai sosok antropolog, siolog, sastrawan Indonesia yang pemikiran-pemikirannya dalam dunia sastra menjadi refleksi yang  tajam dan dalam tentang kehidupan, khusunya kepemimpinan Indonesi sebagai Negara Maritim. Seacara pribadi saya bertemu dan dikenal pula oleh Beliau, entah bersama dalam forum yang dihadiri sastrawan Goenawan Mohammad, sosiolog  Thamrin Amal Tomagola, HB Jassin, dan sastrawan lainnya.

Ignas kedua bukanlah penulis buku, setingginya, ia pencatat sejumlah peristiwa. Ia hanya menjadi narasumber atau penutur untuk genealogi dasar klan Rahawarin, sekelumit kependudukan Tentara Jepang, hingga penutur sejumlah fakta sejarah kepulauan Kei di Maluku, yang sejalan dengan tulisan Mohammad Adnan Amal, Christian Frans van Fraassen, hingga Rumphius, tentang nyaris hilangnya, misalnya, Kerajaan Utan Faak Roa dalam tata ideologi Fala Raha Maloko Kie Raha di Maluku Utara dan diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Kecil di Kepulauan Kei (Ryan Todd, Little Kingdoms in Kei Island). Tanpa sejumlah titik tuturan sejarah dari Ignas Rahawarin,ambisi saya untuk menyusuri suatu geneaologi,ideologi, morfologi, konteks sejarah dan antropologi itu hidup akan menjadi sia-sia,atau lenyap terkubur. Bahkan, penelitian genealogi telah melibatkan keyakinan akan hidayah sejarah atau historical revelation tertentu, dengan kawalan standar metodologi penelitian tentunya.

Tema Sentral: Kepemimpinan Kapita Laut

Ignas Kleden, ahli dari pemikiran Antropolog kenamaan Clifford Geertz, cukup sering mengungkapkan dan berulang menekankan, bahwa Indonesia adalah negeri kepulauan, mungkin negeri kepulauan terbesar di dunia. Dari seluruh keluasannya sebesar 1.923.715 kilometer persegi, dua pertiganya terdiri dari laut. Sekalipun daratan hanya membentuk sepertiganya, boleh dikatakan orientasi penduduk negeri ini adalah ke daratan. Padahal, sebelum kedatangan orang Barat pada awal abad ke-16, yang diteruskan dengan sejarah kolonisasi, pelayar-pelayar dari kawasan ini telah melanglang buana lewat lautan, dari Filipina hingga ke Madagaskar, dari Lautan Teduh hingga ke India.

Kini, penduduk pesisir bukan menggantungkan hidup pada laut, melainkan pada pertanian, entah sawah entah ladang. Menangkap ikan dan mengolah sumber daya laut hanyalah pengisi waktu senggang untuk mendapatkan lauk-pauk dan memperoleh sedikit tambahan pendapatan kalau orang sedang tidak bekerja di kebun.

Pesan utama Kleden dari kepemimpinan Kapita Laut adalah seperti semua kapten laut, ya kapita laut dalam perahu Bugis cukup sering disebut,dia akan memastikan, bahwa semua penumpang dalam sebuah kapal akan bertindak menyelamatkan semua penumpang terlebih dahulu,barulah ia menyelamatkan dirinya terakhir. Dalam tragedi bilamana kapten tidak dapat menyelamatkan kapalnya, etika heroik tertinggi kapita laut adalah merelakan dirinya bersama kapalnya masuk ke dalam laut, asalkan penumpang (sebanyak mungkin) selamat.

Ignas Kleden, Sosiolog dan Kritikus Sastra,menulis artikel ”Dari Laut dengan Kapitan Perahu” (Maret 13, 2020), dalam (Beranda Negeri.com), sambil mengutip Chairil Anwar mengingatkan demikian, “Kalau kita ingat bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan, dan bila diingat juga bahwa tradisi kelautan mempunyai akar sejarah yang demikian mendalam, patutlah dipikirkan, apakah mungkin, dan bagaimana caranya, pola ini dapat diterapkan dalam politik Indonesia saat ini, yang menghadapi masalah serius mengenai kepemimpinan. Penyair Chairil Anwar bahkan sudah menulis puisi tentang laut pada 1946:

Beta Pattiradjawane

Kikisan laut berdarah laut

Beta Pattiradjawane

Ketika lahir dibawakan

Datu dayung sampan

(Sajak Cerita Buat Dien Tamaela).

Sayangnya, baris-baris sajak ini sudah terlalu lama tidak dibacakan dalam politik Indonesia.

Penutup

Terlampau beda menyandingkan dua Ignas ini berdampingan. Ignas Kleden yang juga sahabat karib Prof. Thamrin Amal Tomagola, berdiskusi atau tidak, sengaja atau tidak, saya kurang paham, dan tidakterlampau penting. Kedua sahabat itu mungkin sempat pula bersenda-gurau tentang sajak saya “Cerita untuk Dien Tomagola” dalam Kompasiana (28 Agustus 2017 10:55)

Mungkin Ignas Kleden, guru dan sahabat itu sempat menyinggung, sajak Cerita Untuk Dien Tomagola, yang saya tulis dan kirim untuk klan Tomagola dari Jailolo, Raja tersulung, leluhur klan Rahawarin di kepulauan Kei.

Ignas Kleden meninggal Senin tgl 22 Januari 2024,ketika Senin 22 Januari, Ignas Rahawarin dimakamkan di DullahLaut-Duroa, Kei. Ignas Rahawarin sedang diyakini berdarah Dinasti Tomagola. Dari referensi Ch Frans van Fraassen (Ternate, de Molukken en de Indonesische Archipel Deel I&II ), Klan Tomagola yang melahirkan Sultan Khairun dan Babbulah di Ternate.

Tgl 31 Juli 2024, hari ini adalah hari ulang tahun ke-93, Ignas Rahawarin, tahun1931, dirayakan pertama kali di dunia sebrang.Akan lahir ideologi fala raha di kepulauan Kei.dalam darah Kapita Fala Raha, dari Dinasti Tomagola. Hidayah sejarah terus berlangsung. L’histoirese repete. Itu ideologi kapita Fala raha. Kita mengulanginya: Selamat HUT, Pah.

*) Penulis, dosen paruh waktu President University, Konsultan Hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun