Mohon tunggu...
Bertha Virginia
Bertha Virginia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Semester 5 Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Voice Over Talent | Announcer | Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Her (2013), Teknologi sebagai Obat Kesepian

20 Oktober 2020   03:36 Diperbarui: 20 Oktober 2020   04:20 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ditanya apa yang saya lakukan selama pandemi, jawabannya hanya satu, "menonton drama korea alias bucin oppa". Namun, baru-baru ini saya mendapatkan rekomendasi untuk menonton film "Her" yang dirilis pada tahun 2013 lalu dan seketika saya merasa "wah, kita banget nih filmnya". Secara tidak langsung, menonton film ini juga membangkitkan cerita masa lalu saya kala ditinggal doi. Haha...

Awal menonton film Her (2013), saya merasakan kebosanan karena memang jalan ceritanya terkesan lambat dan penataan layar cenderung minimalis (mungkin hal ini untuk memperkuat jalan ceritanya). Walau bosan, saya tetap melanjutkan film ini karena penasaran sebagus apa film ini. 

Mulai terbiasa dengan film beralur lambat, saya mulai merasakan film ini lekat dengan kehidupan yang sedang saya jalani, mungkin kamu juga sedang dalam posisi ini?

Her(2013) menceritakan tentang sosok Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) yang introvert dan cenderung anti sosial. Theodore kerap melewati harinya seorang diri sambil bermain video game.

Keseharian seperti ini sudah dijalani oleh Theodore selama kurang lebih satu tahun dan berawal dari retaknya hubungan bersama sang istri, Catherine Klausen (Rooney Mara).

Kesepian, satu kata yang cocok untuk Theodore. Rasa hampa yang dialami Theodore seakan menyentil saya yang sedang dalam fase mencari jati diri. Saya sering berada di posisi Theodore, berada di keramaian namun merasa sendiri. 

Film yang disutradarai oleh Spike Jonze ditulis dalam kurun waktu 5 bulan dan Spike Jonze turun tangan untuk pertama kalinya dalam penulisan naskah. Semua usaha tentu terbayarkan dengan penghargaan yang didapat film Her (2013) ini. 

Penghargaan film Her (2013) (moviexplorers.com)
Penghargaan film Her (2013) (moviexplorers.com)
Bicara soal implikasi sosial yang didapatkan dalam film Her (2013), saya pribadi merasa adanya film ini memberikan peringatan kepada kita semua yang saat ini sudah mulai mengabaikan kehidupan sosial. Kesibukan bersama gadget atau teknologi lainnya membuat kita lupa akan sebagai status makhluk sosial.

Penggambaran keadaan yang suatu saat akan terjadi di masa depan, dalam artian kecanggihan yang semakin menjadi, tentu akan berdampak bagi kehidupan semua orang. Film bergenre romantis dan sci-fi yang diproduksi Warner Bros mungkin hanya dianggap sebatas sebuah film belaka, namun tidak ada yang tahu, bisa jadi film ini menjadi nyata?

Selanjutnya, saya ingin mengajak kamu untuk melihat film Her (2013) melalui paradigma fenomenologi. Sudut pandang ini mengajak kita untuk memaknai film Her (2013) berdasarkan pemaknaan secara sadar dari pengalaman seseorang yang erat dan saling berkaitan (Hasbiansyah, 2008)

Menyamakan sudut pandang kita akan mempermudah dalam mengerti tahap selanjutnya tentang film Her (2013) yang akan saya bahas.

Film Her (2103) berangkat dari ide dan juga realitas di masa depan mengenai kehadiran AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan. Kecerdasan yang diprediksi lebih canggih daripada siri.

Penggambaran film juga cukup detail namun klasik mengenai kemajuan teknologi. Jika dilihat dari scene awal, Theodore tidak perlu menulis atau ribet mengetik walaupun pekerjaannya adalah penulis surat. Dengan mudahnya, Theodore hanya tinggal menyebutkan kata demi kata dan tampilah tulisan tersebut di layar.

Walau menampilkan zaman yang serba canggih, keklasikan masih bisa dirasakan melalui gadget yang simple (atau mungkin ini gambaran gadget masa depan?) dan style pakaian yang dikenakan.

Film Her (2013) yang memeroleh rating 95% mengingatkan saya kepada kita yang sekarang sibuk mengakses gadget dan akhirnya menyebabkan pepatah "yang jauh jadi dekat, yang dekat jadi jauh" terwujud.

Sumber: rottentomatoes.com
Sumber: rottentomatoes.com
Theodore, representasi sadboy & sadgirl

Sumber: Tangkapan layar
Sumber: Tangkapan layar

img-1249-5f8dec97d541df3b0741a162.jpg
img-1249-5f8dec97d541df3b0741a162.jpg
Sejenak, saya mengingat kembali waktu saya memiliki 'someone special'. Serasa dunia milik berdua memang dan jujur saja ketika itu pula saya jarang mengakses gadget karena selalu bersama dengan orang yang mengerti dan bisa saling berbagi cerita. Namun, semua berbalik keadaannya ketika akhirnya status jomblo kembali disandang.

Rasa kesepian itu kian lekat dan tidak semua orang bisa menemani masa rapuh ini. Pada akhirnya, jalan pintas yang saya ambil adalah dengan mengakses gadget dan mengisolasi diri dari keramaian. Karena jujur saja, saya adalah Theodore yang hampa di tengah keramaian dan gadget menjadikan saya sebagai pusat untuk menerima hal yang 'lebih bahagia'.

Sumber: Tangkapan layar
Sumber: Tangkapan layar
Theodore, berdasarkan analisis text dan dihubungkan dengan teori psikoanalisis, ketidaksadaran pada individu yang punya peran juga dalam diri seseorang (Savitra, 2017).

Seperti cuplikan film di atas, Theodore dan kepribadian 'id' menyebabkan dia tidak memandang segala hal dengan baik adanya. Dalam artian, ia jarang melakukan kehidupan sosial namun banyak menghabiskan waktu dengan menjadi seorang yang introvert tanpa memikirkan konsekuensi di depan.

Sumber: dazeddigital.com
Sumber: dazeddigital.com

Manusia dikuasai oleh teknologi, bukan sebaliknya.

Theodore yang akhirnya menemukan cara bebas dari rasa kesepiannya, berakhir dengan kenyamanan memiliki Samantha (Scarlett Johansson) untuk menemani setiap detik waktunya.

Bahkan, digambarkan pula dalam scene, ada satu waktu dimana Samantha menghilang (karena adanya pembaharuan sistem), Theodore menjadi 'takut' ditinggalkan. Padahal, jika ingin sedikit waras, Samantha kan hanya teknologi, bukan manusia.

Kepribadian Id dalam Theodore juga bisa kita lihat ketika ia memutuskan jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan Samantha. Terlihat tidak masuk akal, namun bagi Theodore, asalkan ia puas, tanpa mempertimbangkan sesuatu yang rasional, ya tetap akan dijalani hubungan tersebut.

moviexplorers.com
moviexplorers.com
Sepanjang scene dalam film Her (2013), kamu mungkin tidak akan menemukan tawa lepas dari Theodore di masa 'kesepiannya' selain berasal dari Samantha. Ini semakin mengggambarkan bahwa manusia bahkan tidak memiliki andil atau bagian atas kebahagiaan orang. Teknologi bisa mengatasi segala hal.

Sumber: atelier.de.francais.over-blog.com
Sumber: atelier.de.francais.over-blog.com
Hal menarik lainnya yang ada di film Her (2013), makna tersirat di balik sebuah film. Mungkin awalnya merasa aneh dengan film ini. "Loh, kok bisa pacaran dengan teknologi, bahkan sampai ke hal intim sekalipun?".

Tapi, semua terjawab di akhir film. Dimana, perpisahan Samantha dan Theodore terjadi dikarenakan seluruh perangkat seperti Samantha akan berhenti dan tidak bisa diakses.

Adanya kejadian ini menyadarkan Theodore (selain scene istrinya yang coba mengingatkan dirinya akan kesalahan hubungannya) bahwa ia sempat disesatkan dengan indahnya teknologi yang membuatnya asing dengan dunia nyatanya. Di sinilah superego berperan dalam mengontrol sesuatu yang baik dan salah. 

Film Her (2013) secara keseluruhan tidak hanya membuat kita bingung dengan hubungan yang tidak jelas antara manusia dan teknologi, di lain sisi, ada sindiran untuk kita yang menggunakan teknologi tersebut. Terkait bagaimana kita dalam mengendalikan nabsu atau sifat kita terhadap sebuah kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan teknologi. 

Gunakan teknologi dengan seperlunya saja dan perbanyak kembali tugas kita sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA

Hasbiansyah, O. (2008). Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi.

Savitra, K. (2017). Teori Psikoanalisis Klasik Menurut Sigmund Freud. diakses dari dosenpsikologi.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun