Mohon tunggu...
Ms. Talita
Ms. Talita Mohon Tunggu... -

Just Wanna Be My Self

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Alasan Mengapa Musik Indonesia Tak Pantas Dicintai

1 Juli 2013   15:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:10 1945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah opini pribadi, bukan bermaksud mengajak serta orang lain untuk tidak menyukai musik Indonesia. Alasan saya menulis begini adalah;

1. Warna musik yang seragam, entah band, grup atau solo. Misalnya, apa perbedaan gaya musik Ungu, Radja, Repvblik, Julliete, Samsons, Nidji, Jagostu, Element, Dewa 19, dll. (saya bahkan tidak tahu lagi band-band Indonesia). Kalau ada yang beda sedikit langsung hilang kalah termakan pasar. Tidak ada warna yang unik. Seharusnya kita ini disebut saja I-Pop yakni Indonesian Pop seperti di luar negeri ada J-Rock, BritRock, American Rock.

2. Berpakaian “heboh” layaknya “rockstar” dunia padahal lagu mereka "mellow" mendayu total. Ada yang berpakaian ala musisi jadul, ada pula yang berpakaian sangat trendy dan fashionable hanya untuk sekadar menyanyikan lagu sendu. Kaos dan celana ketat ditambah jaket kulit plus sepatu "bertingkat" dan make-up Gothic merupakan ciri umum band Indonesia saat ini, berbanding terbalik dengan lagu yang mereka bawakan. Sedangkan grup semacam boyband atau girlband bergaya imut, feminini, maskulin, cowo metroseksual, tapi musik mereka antara nada dan kordnya tidak jauh beda. Entah saling jiplak lagu lokal, atau meniru gaya K-Pop yang saat ini jadi patron, dengan embel-embel terinfluence (bahasa Indonesia apaan sih ter-influence).

3. Cinta, cinta dan cinta… tema yang pasti akan saya temui dari setiap lagu Indonesia sekarang. Memang lagu-lagu mancanegara juga banyak yang bertemakan cinta, tapi satu hal yang membedakan bahwa lagu cinta mereka bukanlah puisi atau untaian kata-kata indah nan menyentuh melainkan lebih dari ungkapan perasaan sehari-hari. Ya, bandingkan saja misalnya lirik Avril Lavigne yang bicara soal cinta dengan lagu pop penyanyi Indonesia semisal Raissa, Sherina, dll. Jangan-jangan masalah nulis lirik, justru lebih keren pencipta lagu dangdut.

4. Parahnya lagi, karena fenomena ini sudah sangat berlangsung lama dan terus menerus maka sekarang tercipta tradisi musik Indonesia adalah “mellow”. Siapa sangka kita yang dulu pernah melahirkan band-band rock cadas, seperti GodBless, sekarang menghasilkan band sekelas Kangen Band. Dan anehnya musik mereka diterima lagi oleh pasar Indonesia. Jika di Jepang, Amerika, dan Inggris, musisi berlomba-lomba menghasilkan warna musik yang lebih variatif dengan lirik-lirik cerdas. Namun di sini malah berlomba-lomba membuat musik yang sesedih mungkin. Saya belum pernah dengar promotor musik sekelas Javaindo menyelenggarakan konser tunggal band luar yang sesedih mungkin. Dan anak-anak muda pun sekarang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari band-band ini. Pakaian luar boleh rock-out abizz tapi di dalam hatinya musik tetap Kangen, D'Bagindas, atau Repvblik Band.

Pernah dalam suatu ulasan di media cetak disebutkan bahwa para pendengar musik di Indonesia ini hanya melihat lagu-lagunya saja bukan band-nya jadi kalau ada satu lagu yang hit ya mereka suka lagunya doang dan belum tentu bandnya. Jadi band di sini lebih menciptakan lagu berdasar selera pasar.

5. Dari sekian banyak musisi Indonesia masa kini, sejujurnya justru musik dan lirik di lagu-lagu jadul malah lebih variatif. Temanya juga beragam, sebut saja musisi seperti Iwan Fals, Gmbloh, Farid Hardja. Lagu-lagu mereka merupakan simbol dari kesederhanaan dan kejujuran dalam bermusik.

Pertanyaannya, apakah 20 tahun lagi musik-musik mendayu, melankolis, mellow, alay, masih ada di Indonesia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun