Fenomena Flexing ? Inilah Peran Penting Etika Administrasi Publik Terhadap Fenomena Flexing
Sistem pengendalian yang tidak efektif serta rendahnya control dari pemerintah yang kemudian menyuburkan tindakan budaya pamer. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan karakter dan etika yang ada saat ini berasal dari pendekatan pendidikan yang rumpang.
Flexing atau pamer kekayaan menjadi sebuah fenomena yang semakin meresahkan di kalangan pejabat. Flexing sendiri merupakan tindakan yang dilakukan untuk menunjukkan kekayaan dan kemewahan dengan bentuk pengakuan sosial dan prestise. Namun, dalam konteks pejabat, flexing sering kali menimbulkan kontroversi dan kritik. Banyak pejabat yang terjebak dalam pola perilaku yang mengabaikan etika dan penggunaan uang publik yang tidak bijaksana.
Tindakan fleksibilitas yang dibahas dalam kasus terbaru telah menimbulkan berbagai masalah seperti standar moralitas, korupsi, dan krisis reputasi. Presiden Joko Widodo menegaskan kepada pejabat dan pegawai pemerintah agar tidak berlebihan dan lebih fokus pada peningkatan pelayanan publik yang menjadi semakin relevan. Hal ini merupakan hal yang wajar disampaikan oleh pemimpin tertinggi negara ini, untuk mendorong semangat kepemimpinan dengan memberikan contoh perilaku hidup sederhana yang harus dipegang secara konsisten.
Namun, menurut pandangan penulis “Sebenarnya bukan hanya tindakan flexing saja yang harus dihentikan, melainkan tindakan mengambil yang bukan haknya apalagi merugikan Negara, yang biasanya disebut dengan Korupsi. Fenomena flexing bisa saja terjadi dan tidak akan rumit dipermasalahkan jika memang itu hasil kekayaan murni bukan dari hasil korupsi”.
Dengan tidak langsung sering melakukan flexing di media sosial, dapat menimbulkan dampak buruk bagi diri sendiri. Berikut adalah dampak buruk dari flexing:
- Tindakan seseorang dalam aktivitas rutinnya makin bersifat konsumtif supaya mendapatkan perhatian dari orang lain dan terlihat seperti individu berkecukupan. Agar mendapatkan kesan yang diinginkan, ia akan melakukan berbagai upaya.
- Apabila individu yang melakukan pamer kemewahan tidak sanggup memenuhi gaya hidup sebagaimana orang kaya dengan cara yang melebihi kemampuannya, seperti melakukan pinjaman dari pihak lain atau bahkan terlibat dalam tindakan korupsi yang merugikan negara (jika ia merupakan pejabat publik).
- Dengan sering melakukan peragaan kemewahan, mungkin ada risiko bahwa rasa empatinya semakin menurun karena ia tidak memedulikan orang-orang yang membutuhkan bantuan atau yang memiliki kekurangan. Mereka hanya tertarik pada menunjukkan kekayaan mereka.
Pelaksanaan tindakan flexing di antara para pejabat tidak hanya memiliki efek buruk pada reputasi pemerintah, namun juga berdampak luas pada masyarakat. Jika masyarakat menyaksikan para pejabat menggunakan dana publik untuk kepentingan pribadi, maka mereka akan merasa kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.
Karena itu, keberadaan etika administrasi publik sangatlah penting dalam pemerintahan. Etika tersebut memungkinkan para administrator atau birokrat untuk menjadi lebih kompetitif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan wewenang mereka. Nilai-nilai etika administrasi publik, seperti Nilai Efisiensi, harus dipegang teguh. Sumber daya publik tidak boleh digunakan untuk proyek yang tidak bermanfaat bagi masyarakat luas atau disalahgunakan untuk tujuan pribadi. Nilai membedakan antara milik pribadi dan milik kantor juga harus dihargai. Birokrasi publik yang baik adalah yang mampu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dan membedakan antara apa yang milik kantor dan apa yang milik pribadi. Artinya, birokrasi tidak akan menggunakan milik kantor untuk kepentingan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H