Mohon tunggu...
Berryl Arachman
Berryl Arachman Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya menyukai beberapa kegiatan seperti musik, games, sejarah, dan seni

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Film Disney Maleficent dengan Pendekatan Semiotika John Fiske: Tingkat Realitas dan Tingkat Representasi

26 Oktober 2023   02:07 Diperbarui: 26 Oktober 2023   02:11 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Berryl Kholif Arachman 

Film mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi dan membentuk masyarakat. Pesan dan moral sebuah film dapat memberikan dampak terhadap penontonnya secara kognitif, afektif, dan konatif. Film yang diperankan oleh aktor cantik ternama Angelina Jolie, siapa yang tak kenal Maleficent-film fantasi yang diadaptasi dari dongeng Sleeping Beauty yang menceritakan kehidupan peri hitam bernama Maleficent. Melalui film ini, tokoh perempuan digambarkan sebagai subjek narasi yang aktif dan membawa pesan feminisme.

Artikel ini menganalisis film "Disney -- Maleficent" untuk mengetahui makna kode semiotik mengenai feminisme pada tataran realitas dan tataran representasi. Analisis ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mencapai tujuan penelitian dengan menggunakan analisis semiotika kode televisi John Fiske, yang dipecah menjadi bebrapa tingkatan: tingkat realitas dan  tingkat representasi. Temuan studi tersebut menunjukkan nilai-nilai feminisme pada tataran realitas melalui standar berpakaian, tata rias, suara dan lingkungan.

Nilai-nilai feminisme tergambar pada tataran representasi melalui kode kamera, karakter, aktivitas, konflik, dan tuturan. Nilai-nilai feminisme yang digambarkan secara ideologis mengalir bersama ekofeminisme, yang menekankan ikatan erat dan tak terpatahkan antara perempuan dan alam.

John Fiske (dalam Vera, 2014:34) menganalisis acara televisi sebagai "teks" untuk mengkaji berbagai lapisan makna dan konten sosio-kultural. Fiske tidak setuju dengan teori bahwa khalayak massal mengonsumsi produk yang ditawarkan kepada mereka tanpa berpikir panjang. Fiske menolak pengertian "penonton" yang mengasumsikan massa tidak kritis. Sebaliknya, ia menyarankan "audiens" dengan latar belakang dan identitas sosial berbeda yang memungkinkan mereka menerima teks berbeda. Fiske (2012:105) menggunakan kode kata untuk menunjukkan suatu sistem penandaan. Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau digunakan dalam acara televisi saling berhubungan sehingga terbentuk suatu makna.

Untuk mengkaji lebih jauh film Maleficent, Analisis ini menggunakan analisis semiotika karena film pada umumnya dikonstruksi dengan banyak tanda. Tanda mencakup berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diinginkan.

Adapun beberapa hal yang dimaksudkan dan menjadi sasaran penelitian ini antara lain: (1) tingkat realitas (penampilan, pakaian, lingkungan, perilaku, percakapan, gerak tubuh, ekspresi, suara dan sebagainya) dan (2) tingkat representasi. (kamera, pencahayaan, editing, musik.

Tingkat Realitas 

Penampilan: Maleficent sebagai peri terlihat berbeda dengan peri pada umumnya yang feminim dan anggun. Maleficent memiliki tanduk di kepalanya yang memberikan kesan maskulin. Point ini  memberikan kesan jahat dan penuh misteri.

Make up: Riasan karakter Maleficent terdiri dari lipstik merah, shading pipi tajam, dan eye liner gelap. Warna merah pada lipstik memberikan makna kekuatan dan keberanian pada karakter Maleficent. Shading pada pipi berfungsi untuk menonjolkan tulang pipi pada wajah Maleficent,

Kostum: Gaun panjang yang digunakan Maleficent menunjukkan jati dirinya sebagai seorang wanita. Fungsi warna hitam pada gaun panjangnya menonjolkan karakternya yang kuat dan tegas. Namun di adegan lain, warna hitam yang digunakan Maleficent lebih banyak menunjukkan sifat negatif seperti kekuatan gelap, simbol misteri dan kehancuran. Selain itu, tanduk yang digunakan Maleficent mulai menunjukkan maknanya sebagai simbol kejahatan dan kejahatan.

Perilaku: Tingkah laku Maleficent terlihat tegas, berani, dan bertanggung jawab. Hal itu terlihat saat ia menghadapi Raja Henry.

Cara Bicara: Cara bicara Maleficent sangat keras dan tegas. Hal ini terlihat pada adegan dimana dia memperingatkan Raja Henry dan pasukannya untuk tidak mendekati gerbang negara bangsa Moor lebih jauh, ketika dia berargumen dengan tegas bahwa Raja Henry bukanlah Raja baginya.

Pergerakan: Pergerakan cepat diperlihatkan Maleficent saat melihat pasukan Raja Henry mendekati tanah Moor, ia langsung terbang menuju gerbang Moor untuk menghadang Raja Henry dan pasukannya. Menurut peneliti hal ini menunjukkan bahwa Maleficent bertanggung jawab atas perannya sebagai pelindung Kerajaan Moor.

Ekspresi: Dalam durasi 00:13:02 hingga 00:13:30 Maleficent menunjukkan ekspresi marah pada Raja Henry yang mengabaikan peringatannya. Maleficent marah karena Raja Henry bertekad melakukan penyerangan untuk bisa menguasai tanah bangsa Moor. Pada durasi 01:28:00 ekspresi bahagia terpancar dari wajah Maleficent dan Aurora. Penduduk Moor pun tampak bergembira menyambut Aurora yang telah menjadi ratu.

Pada tataran representasi, Fiske membagi kode sosial televisi menjadi dua, yaitu kode teknis dan kode representasi konvensional.

Tingkat representasi

kamera: Sudut pengambilan gambar yang digunakan untuk menampilkan karakter Raja Henry dan Maleficent adalah sudut rendah. Sudut pengambilan gambar ini berguna untuk menampilkan kesan dramatis yaitu keagungan. Keagungan dapat diartikan sebagai kemuliaan atau keagungan yang berkaitan erat dengan kedudukan yang tinggi. Pada pemandangan lainnya terlihat ukuran gambar yang digunakan adalah two shot dan close up (CU).

Pencahayaan: Pencahayaan yang digunakan secara keseluruhan adegan film adalah untuk mewakili suasana hati dan jiwa Maleficent. Pencahayaan minimal digunakan untuk mewakili perubahan perasaan jahat dan menggambarkan identitas baru jahat sebagai peri jahat. Sedangkan ketika maleficent telah berubah kembali menjadi peri yang baik, pencahayaan diberikan secara maksimal untuk mewakili perasaan maleficent yang telah terbebas dari unsur kejahatan.

Pengeditan: Pada dasarnya teknik penyuntingan yang digunakan adalah penyuntingan kontinuitas, yaitu dua adegan dihubungkan sehingga berkesinambungan dan berkaitan. Untuk menyusun adegan demi adegan secara berkesinambungan digunakan teknik cut to action. Selain itu, teknik CGI (Computer Generated Image) juga digunakan agar semua film terlihat nyata seperti Flower Pixies, Maleficent Wings dan pemandangan di negeri Moor.

Backsound Music : Disini peneliti menggabungkan kode suara dan musik karena keduanya berbentuk audio. Musik dalam sequence film Maleficent terdiri dari instrumen dan efek. Sedangkan bunyi terdiri dari dialog, narasi dan suasana

Berdasarkan analisis semiotika John Fiske yang telah peneliti lakukan dengan mengamati 2 diantara 3 sequence, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh utama film Maleficent ditampilkan dalam kode penampilan sebagai seorang wanita aktif yang sesekali menampilkan sisi feminimnya. Cara berbicara (speech) menunjukkan ketegasan dan kelembutan Maleficent sebagai seorang wanita. Interpretasi tingkat representasi ketiga sekuens yang dikaji dalam film menunjukkan bahwa nilai-nilai feminis direpresentasikan melalui kode teknis dan kode representasi konvensional. Nilai-nilai feminis yang diwakili mewakili aliran ekofeminisme yang mana perempuan dan alam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun