Mohon tunggu...
Travel Story Pilihan

Mekko, "Just Be Yourself"!

3 Mei 2019   11:26 Diperbarui: 3 Mei 2019   11:46 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan perjalanan ke Mekko bersama Om Bolang (vloger), Om Rizal (bloger) dan Om Valentinus Luis (penulis artikel tentang pariwisata di majalah Lionmag).

Sepasang motor bebek kami melaju menembus jalanan di Adonara, Flores Timur menuju Mekko setelah sempat nyasar karena memang tidak ada petunjuk jalan di sepanjang jalan utama selepas Witihama. Jalanan sudah cukup baik meski masih ada beberapa ruas jalan yang berkerikil dan berlubang. Sepanjang jalan, mata kami dimanja oleh pemandangan laut dari kejauhan dan hamparan kebun dan ladang petani yang menyisahkan tanaman jagung yang kuning mengering.

Ekspektasi saya tentang Mekko sangat dipengaruhi dengan tingkat popularitasnya, karena tak kurang dari media nasional seperti detiknews pernah mengabarkan tentang Mekko. 

Mekko yang saya bayangkan (khususnya di daerah pesisirnya), adalah kawasan padat penduduk, rumah-rumah berdempetan, aktifitas penduduk yang ramai serta hiruk pikuk aktivitas pariwisata yang kadang justru mengganggu pengunjung yang datang. 

Namun, kawasan pesisir Mekko justru yang hari ini saya kunjungi justru melawan ekspektasi saya. Kawasan ini nampak sederhana, lumayan sepi. Orang-orang beraktivitas layak biasanya; memelihara kambing dan melaut. Listrik pun belum menjamahi mereka. Tidak ada ikon-ikon atau tulisan megah yang menandakan bahwa di sini merupakan jalan masuk yang penting menuju pulau Mekko.

dokpri
dokpri

Kami berhenti sejenak di sebuah persimpangan. Dua pohon asam besar berdiri mengangkang. Saya berjalan menuju sebuah kios kecil di samping jalan. Seorang remaja tanggung, bertelanjang dada duduk bersilah di tengah rumah sembari menikmati makan siangnya. 

Sepertinya dia baru saja pulang melaut karena bola matanya yang terlihat memerah. Dia tersenyum menyambut saya. "Om, ayo makan," sambutnya. "Oh iya, silahkan, silahkan," jawabku.  Sebuah kesederhanaan yang begitu toleran dan hangat.

Ketika kami menikmati makan siang kami yang sudah kami bawa dari rumah di sebuah lopo di pinggir pantai, seorang lelaki berumur sekitar empat puluh tahun menghampiri dan menyalami kami semua. Rambutnya disisakan panjang di belakang dan mengenakan sebuah topi kupluk, mirip vokalis grup musik Jamrud. Rock man!  

"Om mereka mau ke pulau kah? Biar saya antar," ucapnya begitu sopan, penuh senyum dan sederhana.  Lelaki yang bernama Hendri itu menawarkan jasa kapal motornya kepada kami, dan setelah tawar menawar harga, kami pun sepakat.

Perjalanan ke Mekko pun dimulai kala panas begitu menyengat hingga tiba di sana. Magnetic, sebuah kapal milik wisatawan asing berlabuh di dekatnya. Seorang bule yang duduk di balik kemudi, melambaikan tangannya pada kami. "Hello there," ..

Mekko sendiri hanyalah sebuah pulau atol kecil berbentuk seperti buah alpokat, berhamparkan pasir putih halus, dengan laut jernih, dan panorama yang memikat di sekelilingnya. 

Dua pulau di bagian barat, dan dua pulau kecil lagi di bagian timur seolah mengapit dan mengawal Mekko yang berada di tengah. Kami pun turun dan mejelajahi tiap sudutnya. Om Bolang dan Valens sibuk mengoperasikan dronenya, sementara Om Rizal sibuk dengan ponselnya, mengabadikan setiap momennya di pulau ini.

dokpri
dokpri

Mata saya yang cukup bermasalah hari ini akibat mengendarai sepeda motor tanpa kaca helm membuat saya tak bisa berlama-lama di sana karena silau akibat sinar matahari yang begitu menyengat. Saya terpaksa kembali ke kapal bersama Om Hendri dan ABK-nya, Om Ali. Mereka menawarkan sepotong pepaya masak yang sudah dibelah. 

Hmm, namanya rejeki jangan ditolak ah! Setelah kenyang, saya pun tertidur hingga mesin kapal meraung-raung membangunkan saya. Om Hendri membawa kami memutari dua pulau kecil di sebelah timur yang dikenal dengan Nuha Watan Peni, pulau yang menurut mitos setempat tidak memiliki nyamuk dan serangga lainnya karena habis dimakan oleh seorang istri raja yang diasingkan oleh sang raja sendiri. Oh, kejamnya! Hehe ..

dokpri
dokpri

Belasan burung sejenis angsa berbulu putih dan hitam berterbangan dan nangkring di atas pohon, seolah menyambut kami. Dan, cekrek!

Kami pulang ke pesisir, tiga orang pengunjung sedang menunggu kapal untuk membawa mereka ke Mekko. Di atas pelabuhan, aktivitas nelayan yang sedang memindahkan gurita berukuran besar ke dalam sebuah mobil pick up menarik perhatian kami. Gurita yang malang, bakal berakhir di penggorengan! Nyumi!

Setelah membereskan semua perlengkapan, kami pun pulang, menyusuri jalan yang sama, namun dengan cerita yang bakal berbeda tentang Mekko yang sederhana, penduduk yang ramah menyapa, tentang kesahajaan yang alami. Dan saya tetap berharap, warga Mekko tetaplah menjadi diri mereka sendiri, menjalani hari tanpa beban dan tuntutan, menyambut pengunjung dengan ramah, menjaga selalu kebersihan, dan berbagi rezeki seadil mungkin.

So, Mekko: just be yourself!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun