Brigadir J. Terutama saat persidangan terdakwa Bharada E yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (25/10) lalu.
Ada pernyatan baru yang mengejutkan pada lanjutan persidangan kasus pembunuhanAdalah, pernyataan Kamarudin Simanjuntak, yang juga pengacara keluarga Brigadir J, yang membuat geger itu. Ia menyebut bahwa Putri Candrawathi turut menembak korban, yaitu Brigadir J.
Katanya, berdasarkan informasi awal yang menembak Brigadir J adalah Bharada E dan Ferdy Sambo. Namun, Ia  mengaku mendapat informasi tambahan bahwa Putri Candrawathi yang merupakan istri Sambo juga turut menembak.
"Putri Candrawathi ikut?" tanya hakim.
"Iya, karena ada menggunakan senjata yang diduga buatan Jerman,"Â kata Kamarudin, sebagaimana dikutip dari Kompas (25/10).
Kemudian, Majelis Hakim mengklarifikasi lebih dalam keterangan Kamarudin ini. Namun, kuasa hukum Brigadir J tersebut terus berkelit dan tak mau menjawabnya dengan terang benderang. Beberapa pertanyaan pun tak terjawab.
Hingga hakim akhirnya menilai pernyataan Kamarudin itu dianggap tak jelas dan tak ikut dipertimbangkan.
Di sidang ini, kita mencari fakta dan bukti. Makanya saya bingung kalau katanya si A, si B. Ini justru menyulitkan hakim, kami tidak bisa mempertimbangkan," kata Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso.
Pernyataan Tak Konsisten
Bukan sekali ini saja Kamarudin membuat pernyataan yang kontroversial. Dalam kasus Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, dirinya memang vokal, namun beberapa omongannya justru saling bertolak belakang.
Pertama, kala kasus ini belum terungkap seperti sekarang, Kamarudin berani bicara lantang. Ia menyebut, tubuh Brigadir J mengalami penganiayaan. Katanya, sebagian tubuh korban hancur karena sayatan dan luka lainnya.
"Seperti kena pedang atau sangkur. Yang jelas luka robekan. Ini lubang telinganya bengkak, sampai rahangnya berpindah. Itu tangannya, jari-jarinya hancur. Nah, pertanyaannya, hancurnya tangan, jari dan segala macam itu setelah ditembak atau sebelum ditembak?" kata Kamarudin pada 17 Juli 2022
Padahal, menurut hasil otopsi ulang oleh Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), hanya ditemukan lima luka tembak di tubuh Brigadir J. Beberapa tembakan tersebut memang menembus bagian tubuh lainnya, sehingga terkesan ada luka lain. Namun, dapat dipastikan, tak ada luka sayatan karena tebasan pedang atau sangkur.
Kedua, Kamarudin mengajukan opini bahwa kematian Brigadir J karena kasus perselingkuhan Ferdy Sambo. Katanya, kliennya itu sempat diancam dibunuh karena menyimpan bukti perselingkuhan.
"Saya punya bukti rekaman elektronik. Saking dahsyatnya bukti ini, diincar terus oleh Brigadir Jenderal (Brigjen) yang memintai keterangan daripada klien saya," kata Kamarudin sebagaimana dikutip dari pikiran-rakyat.com pada 14 Agustus 2022.
Tak lama kemudian, pernyataan Kamarudin sedikit berubah. Ia mengatakan bahwa kematian Brigadir J karena kliennya membocorkan pernikahan Ferdy Sambo dengan perempuan lain.
Menurutnya, bocoran Brigadir J itu memicu pertengkaran Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat di Magelang. Hal itu membuat Ferdy Sambo kemudian berencana membunuh Brigadir J.
"Almarhum Brigadir J diduga informannya ibu PC. Makanya dia diancam dibunuh," terang Kamarudin dikutip dari manado.tribunnews.com pada 16 September 2022.
Ketiga, berbanding terbalik dengan informasi sebelumnya, pengacara tersebut justru mengatakan bahwa Putri Candrawathi sebagai otak pembunuhan Brigadir J. Tak hanya itu, dia juga menyebut Ferdy Sambo membunuh ajudannya karena perintahnya.
"Sudah (tepat dijerat Pasal 340) yang harusnya lebih dulu digantung dia (Putri Candrawathi) karena dialah otaknya. Sebetulnya Ferdy Sambo itu ngikutin dia (Putri), karena dia hasratnya tidak terpuaskan." katanya pada 24 Oktober 2022
Kemudian, Kamarudin juga sebut Putri Candrawathi menggoda Brigadir J. "Peran Putri Candrawathi pertama menggoda Brigadir J, menggoda supaya dia diperkosa tapi enggak kesampaian," sambungnya pada 24 Oktober 2022.
Sampai di sini, terlihat dengan jelas bahwa keterangan Kamarudin berubah-ubah dan justru saling bertolak belakang dengan sebelumnya. Paling tidak, itu terkait dengan motif pembunuhan.
Dari awalnya pembunuhan itu karena Ferdy Sambo selingkuh, kemudian menikah lagi, Brigadir J disebut sebagai informan Putri Candrawathi, hingga berbalik arah bahwa Putri Candrawathi yang menggoda karena hasrat tak kesampaian, sampai menyuruh pembunuhan Brigadir J.
Ini bisa dilihat sebagai bentuk inkonsistensi dari pernyataan Kamarudin. Entah apa yang membuatnya berubah-ubah, namun apa yang disampaikannya lebih dekat pada penggiringan opini publik dibanding pengungkapan fakta. Dan itu sangat berbahaya bagi pengungkapan kasus ini.
Benarkah Putri Menembak Brigadir J?
Meski hakim telah mengesampingkan pernyataan Kamarudin di atas, kita juga bisa menalarnya sendiri bahwa isu Putri ikut menembak korban itu memang tak masuk akal. Ada beberapa bukti dan kesaksian yang justru bertolak belakang untuk membenarkan kejadian tersebut.
Dari segi dakwaan, tak satupun disebutkan bahwa Putri ikut menembak Brigadir J. Materi dakwaan jaksa sejauh ini hanya menyebutkan bahwa penembak korban adalah Bharada E dan Ferdy Sambo.
Keterangan saksi lain juga senada dengan itu. Semua saksi menyebut bahwa Putri berada di ruangan terpisah saat peristiwa penembakan terjadi. Artinya, tak mungkin bila Putri ikut menembak saat itu.
Kuasa hukum Bharada E pun ikutan membantah istri Ferdy Sambo turut menembak Brigadir J. Ia mengklarifikasi bahwa itu adalah pernyataan yang tidak benar.
"Jadi yang perlu kita luruskan di sini bahwa penembakan itu adalah klien saya Richard Eliezer pertama kali, kemudian disusul oleh Ferdy Sambo," ucap Ronny Talapessy dilansir dari Antara (25/10).
Hal itu kemudian dikuatkan dengan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Polri dan keterangan ahli, dimana hanya terdapat dua senjata, yaitu senjata Richard, Glock 17 buatan Austria, dan senjata Josua yaitu HS buatan Croatia. Di situ tak ada senjata buatan Jerman, sebagaimana dikatakan Kamarudin.
Sampai di sini pernyataan Kamarudin sudah patah. Dengan logika sehat saja kita bisa nilai itu tak masuk akal.
Namun pernyataan tendensius dan bias seperti itu sangat berbahaya. Apalagi diungkapkan di ruang persidangan. Hakim bisa saja menilai itu sebagai bentuk kebohongan atau keterangan yang mengada-ada.
Padahal, kita sangat berharap pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J ini bisa terang benderang sesuai fakta yang terjadi di lapangan. Semua orang harus bicara apa adanya. Bukan deretan narasi kebohongan lagi.
Semoga Majelis Hakim senantiasa diberikan kekuatan untuk menimbang dengan pikiran yang jernih dan hati yang murni. Agar kasus ini bisa diselesaikan dengan obyektif dan adil bagi semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H