Mohon tunggu...
Berric Dondarrion
Berric Dondarrion Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

House Baratheon of Storm's End

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Duduk Perkara Sebenarnya "Revolusi Mental"

14 Mei 2014   01:45 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah untuk menanggapi tanggapan dari Pepih Nugraha, penanggung jawab Kompasiana sehubungan dengan kisruh 'Revolusi Mental' yang membawa-bawa nama Kompas. Intinya dia mengatakan bahwa setelah bertanya pada redaksi Kompas yang bertanggung jawab untuk kolom opini maka dia akan mengambil alih jawaban dari rekannya bila ada yang bertanya mengenai mengapa artikel Jokowi yang dituduh plagiat masuk Kompas, yaitu: redaksi Kompas sudah meminta klarifikasi dari Jokowi langsung dan mendapat jawaban bahwa "artikel tersebut dia yang tulis, dia yang tulis gagasan dan poin-poinnya sehingga tidak benar Jokowi pernah mengatakan bukan dia penulisnya."
Sebenarnya jawaban Jokowi sama sekali tidak membuktikan bahwa artikel tersebut dia yang tulis karena jawabannya senada dengan jawaban dia yang dimuat di beberapa media yaitu gagasan besar dan poin-poin dia yang buat tapi kemudian yang mengembangkan menjadi sebuah artikel sebagaimana dimuat di Kompas adalah ghost writer yang berasal dari tim suksesnya. Oleh karena itu secara hukum hak cipta penulis artikel harus ditulis dan bukan yang memberi ide, atau setidaknya bukan Jokowi yang saja yang ditulis namanya, dan ini jelas sebuah pelanggaran hak cipta dan hak moral pengarang untuk ditulis namanya.
Mungkin redaksi Kompas berangkat dari pemikiran bahwa "sumber ide adalah Jokowi" oleh karena itu pengarangnya adalah Jokowi, tapi ini adalah pemikiran yang salah sebab sebagaimana dikatakan oleh Christian Sigmund Krause, seorang filsuf Jerman dari tahun 1783, sebuah ide, gagasan tidak dilindungi hak cipta, dan yang dilindungi adalah apabila ide tersebut sudah keluar dari kerangka ide yang abstrak menjadi berwujud secara fisik, misalnya ide film mengenai robot tidak bisa dilindungi hak cipta namun film tentang robot yang sudah jadi seperti Robocop; Terminator; atau Transformer masing-masing dilindungi hak cipta. Dihubungkan dengan artikel Jokowi maka sudah jelas bahwa hak cipta pengarang ada pada penulis sebenarnya dan bukan Jokowi karena si penulis-lah yang mewujudkan ide yang ada di pikiran Jokowi dan dituangkan dalam pokok-pokok ide.
Yang lebih penting lagi, Pepih salah paham mengenai pertarungan yang berhubungan dengan kasus revolusi mental bukan melulu mengenai Jokowi menulis artikel atau bukan, karena yang menjadi isu utama adalah pada hari yang sama muncul dua artikel berjudul revolusi mental dengan penulis berbeda, masing-masing di Kompas dengan penulis Jokowi dan di Sindo dengan penulis Romo Benny. Bila dilihat maka secara garis besar gagasan di dalamnya 100% identik, apakah mungkin ada dua artikel berdasarkan ide yang sama tapi wujud jadinya 100% identik dari segi ide dan penuangan dalam kalimat?
Berdasarkan hal ini membuat orang mempertanyakan apakah revolusi mental ide original Jokowi atau bukan? Siapa "mencuri" ide siapa karena Jokowi mengaku "revolusi mental" adalah ide orisinal atau asli dari dia sementara Romo Benny mengatakan Revolusi Mental berasal dari ajaran Romo Mangun. Terlepas siapa pemilik artikel sebenarnya namun yang jelas dari penelusuran internet terungkap "revolusi mental" sudah banyak dibahas di dalam maupun di luar negeri dengan kesimpulan bukan ide Jokowi. Ide memang tidak dilindungi hak cipta tapi mengaku ide orang sebagai ide sendiri tetap saja tidak benar.
Kendati demikian Jokowi memang tampaknya sering "meminjam" ide orang tapi diklaim sebagai ide sendiri seperti gagasan Ridwan Saidi untuk membuat festival keraton kepada Jokowi yang kemudian ditunda pelaksanaannya oleh Jokowi karena alasan mencari dana tapi kemudian muncul festival keraton tanpa sepengetahuan Ridwan Saidi dan diaku-aku oleh Jokowi sebagai idenya.
Demikian duduk persoalan yang sebenarnya terkait isu "revolusi mental" Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun