Sang Bangsawan terkesan hingga dia segera menunjuk Yan Ying menjadi perdana menteri. Tiga tahun kemudian Qi menjadi negara yang sangat makmur."
Mengingat kisah Yan Ying di atas, Saya sendiri justru melihat kejatuhan Letjend Prabowo Subianto sangat aneh karena dia adalah satu-satunya perwira tinggi pada masa Orde Baru yang jatuh karena masalah HAM, dari para pelanggar HAM zaman Orde Baru ada Sarwo Edhie Wibowo yang membantai 105.000 PKI; ada Ali Moertopo yang menggerakan Malari; ada Benny Moerdani dengan Operasi Seroja dan Tanjung Priuk; ada Sintong Panjaitan dan Santa Cruz sampai Luhut Pandjaitan yang menembaki mahasiswa pendemo dengan peluru tajam, masakah hanya Prabowo yang dipecat? Bahkan anggota Tim Mawar dari Kopassus dan Danjen Kopassus Muchdi Pr saja tidak ada yang dipecat.
Dalam peristiwa ini hanya ada dua kemungkinan bahwa Prabowo adalah satu-satunya yang brengsek di dalam ABRI atau justru dia adalah satu-satunya yang mencoba melakukan hal yang benar sehingga dikorbankan teman-temannya. Dalam hal ini saya mengambil kesimpulan bahwa Prabowo dikorbankan karena melihat para pengadil di DKP dan peminta DKP justru adalah orang-orang yang berkontribusi atas kematian ribuan rakyat tidak berdosa dalam Kerusuhan 13-14 Mei 1998 dan kerusuhan di Timor Timur pasca referendum, yaitu: Wiranto; Soebagyo HS dan Fachrul Razi. Dengan kata lain, Prabowo justru menjadi korban keganasan temannya karena dia melakukan perbuatan yang benar.
Jokowi di lain sisi sangat mencurigakan karena selain para jenderal pelanggar HAM di atas, dia terlalu banyak dipuji-puji dan didukung oleh para manusia yang sudah ketahuan tidak memiliki agenda baik kepada negara ini selain menguntungkan diri sendiri. Tidak percaya? Lihat saja beberapa pendukung Jokowi:
1. Ginandjar Kartasasmita yang terkenal sebagai raja KKN pada era terakhir Orde Baru, berhubungan erat dengan Freeport dan penghianat Pak Harto;
2. Oesman Sapta Odang yang mengadu domba dan mencoba menghancur leburkan HKTI dan KADIN;
3. Jusuf Kalla yang dipecat Gus Dur dan SBY karena melakukan KKN;
4. Megawati yang bersekongkol dengan Benny Moerdani yang merekayasa Peristiwa 27 Juli 1996;
5. Goenawan Mohamad, anak didik agen CIA bernama Ivan Kats, yang selama puluhan tahun menerima dana asing melawan kepentingan Indonesia, dan lain sebagainya.
Belum lagi Jokowi sangat sering melanggar kebijaksanaan Jawa, contoh paling mudah tentu kelakuannya yang mau asal cepat, asal jadi tanpa berpikir panjang adalah pelanggaran terhadap alon-alon asal kelakon yang menjadi falsafah hidup orang Jawa. Demikian pula dari sisi konsep manajemen dan kepemimpinan ala Confusius yang seharusnya dipakai oleh orang Tionghoa Indonesia untuk memilih pemimpin baginya, dan Jokowi sangat jauh dari prinsip tersebut. Kita ambil beberapa contoh kecil:
1. Menurut Prijanto dan Nanik S. Deyang, keduanya mantan pendukung Jokowi, sejak awal Jokowi memang bermaksud untuk menunggangi posisi Gubernur DKI Jakarta untuk pencitraan supaya bisa menjadi Presiden Indonesia, misalnya melakukan groundbreaking monorel demi masuk media massa padahal belum siap dan akibatnya proyek pembangunan monorel mangkrak sampai sekarang. Perbuatan Jokowi ini jelas bertentangan dengan prinsip Jiang Shang, bahwa pemimpin yang baik tidak boleh memuaskan keinginan pribadi menggunakan biaya orang lain.