Kejahatan yang dituduhkan bersifat postmortem alias sudah terjadi dan kenyataan tersebut tidak berubah atau berbeda, hari ini, besok, ataupun satu tahun lagi.
Demikian juga dengan pemberian hukuman pada pelaku yang terbukti dengan seyakin-yakinnya tanpa sedikitpun keraguan rasional yang beralasan. Hukuman bisa dijatuhkan hari ini, besok, lusa, ataupun sepuluh tahun lagi, tidak ada bedanya, kejahatannya tetap sama dan hukumannyapun tetap sama. Terhukumpun tetap harus menjalani hukumannya. Ibaratnya pencuri apel yang tertangkap satu jam setelah beraksi, atau sebulan kemudian, atau setahun kemudian, bobot kejahatan yang dituduhkan kepadanya tetaplah sama, yaitu mencuri apel, ancaman hukumannyapun tetaplah sama kecuali bila ada perubahan hukum oleh negara. Artinya penegakan hukum tidak boleh seperti mengejar setoran. Keadilan tidak boleh dikorbankan hanya demi penghakiman. Bila memang pembuktiannya sulit dan memerlukan waktu yang panjang tetaplah harus dijalani demi terwujudnya keadilan.
Pengadilan bukanlah ajang balas dendam demi memuaskan emosi pihak yang jadi korban atau menyamakan skor atau menyenangkan khalayak. Demikian juga keinginan untuk segera menuntaskan suatu kasus bukanlah keadilan, melainkan sekedar ambisi untuk melakukan penghakiman.
Menyaksikan jalannya persidangan kasus meninggalnya Mirna, sangat jelas sekali Jaksa kedodoran dalam membuktikan tuduhannya terhadap Jessica karena hingga kini yang tampak cuma kemungkinan pelakunya adalah Jessica. Kemungkinan yang bisa saja salah. Kemungkinan yang hingga kini belum bisa dibuktikan.
Kesaksian para saksi ahli hingga saat ini tidak dapat secara spesifik membuktikan bahwa Jessica adalah pelakunya. Para saksi ahli hanya menyodorkan dugaan-dugaan yang hanya membangun kemungkinan.
Seandainya Jessica memang pelakunya tetapi Jaksa gagal membuktikan tuduhannya terhadap Jessica, maka Jessica haruslah dibebaskan demi keadilan. Mengapa? Karena azas keadilan memegang prinsip semua berkedudukan sama dimata hukum, sehingga bila dimasa mendatang ada kasus yang memiliki essensi yang sama maka kasus sebelumnya bisa dijadikan rujukan dalam membuat keputusan. Artinya kasus-kasus yang serupa tidak boleh diperlakukan berbeda. Maka sangatlah berbahaya bila pengadilan berani mengambil keputusan berisiko menghukum orang yang mungkin tidak bersalah, karena hal tsb akan berulang kembali bila terjadi kasus serupa, yang berarti akan ada lagi kemungkinan orang yang tidak bersalah dihukum.
Untuk itulah diperlukan kejernihan pikiran, kelapangan dada, dan pandangan yang luas dalam menghadirkan keadilan karena keadilan itu tidak hanya untuk orang atau golongan tertentu dan juga tidak hanya untuk waktu tertentu serta tidak memiliki tendensi apa-apa selain memutuskan berdasarkan bukti yang menyakinkan tanpa sedikitpun bias keraguan rasional yang beralasan, termasuk tidak bertendensi menyenangkan khalayak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H