Sebut saja  desa Pujon Kidul ( Jawa Timur  mendapatkan penghargaan pada tahun 2017 sebagai desa wisata agro terbaik nasional. Tidak main-main jumlah pengunjungnya mencapai 300.000 per tahun. Peningkatan pendapatan asli desa ( Pades ) pun meningkat dari puluhan juta menjadi Rp 1,3 miliar pada tahun 2018.
Pada tahun 2018 desa ekowisata di raih salah satunya desa  Tangkahan ( Sumatera Utara ) menjadi desa yang menyisihkan ratusan desa lainnya.
Ada juga desa Tarean, di Sumatera Utara, yang memiliki sungai berdinding batu raksasa tapi belum di optimalkan pengelolaannya oleh pemda terkait.Â
Bercermin dari beberapa raihan prestasi desa diatas, yang mampu membuat warganya terlibat positif membangun desa wisata, hal tersebut cukup membuktikan, desa bukan tidak mungkin menjadi salah satu solusi menekan urbanisasi sekaligus menjaga lingkungan, karena terbukti peluang dan kesempatan terbuka lebar bagi warga sekaligus menanggulangi permasalahan kemiskinan karena membantu meningkatkan produktivitas serta alternatif kegiatan wirausaha.
Tentu saja desa yang berdaya seperti diatas dapat di adaptasi desa lain. Desa harus  memiliki road map perencanaan yang terukur agar tidak melenceng dari harapan. Langkah pertama tentu saja dengan memetakan potensi desa yang belum terjamah atau belum di kelola dengan baik.
Perangkat desa dapat dengan mudah menganalisa kebutuhan tersebut karena berada pada daerahnya sendiri.
Selain itu juga tidak lupa mengingatkan warga agar menjadi tuan rumah yang ramah. Perangkat daerah harus lihai juga melibatkan generasi muda lokal agar juga mampu menggaet para pengunjung yang seusia dan mengajak mempromosikannya di berbagai platform media sosial.
Apalagi, pengunjung generasi milenial ( usia 15-34 tahun ) tahun ini mencapai 82 juta jiwa ( riset Markplus ) yang akan terus meningkat karena fenomena bonus demografi.
Karakteristik milenial juga terlihat lebih melek akan ragam media sosial dan sangat antusias menampilkan foto pribadinya ketika mengunjungi destinasi wisata tersebut serta tidak malu-malu untuk bercuap-cuap mempromosikannya.
Belum lagi, blogger wisata yang kerap menuliskan pengalaman sendiri, jika lokasi wisata tersebut unik dan belum ramai di ketahui sesama komunitasnya. Ini akan sangat menimbulkan penasaran bagi yang lain untuk datang melancong, selain tentu saja menimbulkan efek word of mouth.