Hari gini gak tau social entrepreneurship ( SE )/Social Enterprise ? Yaps, SE disebut juga wirausaha sosial di mana model bisnis atau gerakannya lebih di pengaruhi niatan utama memberikan dampak sosial di tengah masyarakat. Uniknya, wirausaha sosial sejatinya haruslah memiliki perencanaan berkelanjutan, di mana beban operasional dalam penciptaan pengaruh sosialnya mampu di biayai dari gerakan itu sendiri. Bisa jadi awalnya memang di dukung oleh pihak pendonor, namun sangat berbeda dengan konsep nirlaba, wirausaha sosial harus mampu menunjukkan kemampuan manajemen program untuk meraih  profit yang nantinya di mamfaatkan untuk terus secara progresif memenuhi misi-misi utamanya. Keren, khan ?
Agar lebih memahami secara komprehensif apa itu sebenarnya kewirausahaan sosial, saya akan mencoba menyodorkan beberapa pendapat dan defenisi dari para ahli. Harapan besar dari tulisan ini, anda para Kompasioner dan pembaca secara perlahan mendapatkan semacam gagasan dan ide terang dalam pikiran sehingga terbersit niat mengajak rekan kerja, sahabat, dan mungkin teman-teman lama untuk bersama-sama mewujudkan sebuah gerakan yang memberikan kontribusi nyata di lingkungan sekitar ataupun bisa jadi, seiring banyaknya ragam atribut platform, Anda di mungkinkan memulainya terlebih dahulu dari diskusi media sosial , blog , atau seperti saya , memulainya dengan menulisnya terlebih dahulu di Kompasioner. Halahh.
Saya sendiri pernah beberapa kali menjalankan beberapa model kewirausahaan sosial dan nirlaba dari pengajaran, fasilitator, hingga terkait bencana alam. Saat ini saya juga sedang mengangkatisu bonus demografi,di mana saya lebih menitikberatkan sosialisasi, edukasi dan advokasi mengarah kepada generasi muda, generasi seperti saya yang banyak mengalami shifting budaya di sebabkan kemajuan inovasi teknologi dalam bentuk atribut kanal-kanal seperti youtube, blog, media sosial, dsb. Belum lagi terkait persaingan dunia kerja anak Zaman Now yang pastinya akan semakin sengit dan ketat karena dalam perubahan struktur penduduk pada puncaknya tahun 2028-2030 akan ada sekitar 80 juta jiwa usia produktif 15-34 tahun. Udah tahu kan, pengangguran sekarang sekalipun memang terlihat menurun, namun menyisakan ke khawatiran karena pengangguran terbesarjustru mereka yang bertitel sarjana dan berpendidikan vokasi ( keahlian ). Ini sungguh anomali. Tapi, daripada meributkan kegelapan, baiknya mari kita nyalakan lilin. Bila perlu api unggun. Eh.
Semaputnya, kita-kita ini yang sering di sebut generasi penerus bangsa justru terlihat abai atau malah memang tidak tahu sama sekali akan tantangan isu bonus demografi. Jika, tahu saja belum, bagaimana pula menghadapinya ? Karena itu, saya mencoba, untuk menyampaikan beberapa solusi aplikatifsehingga generasi kita-kita ini nantinya semakin melek akan isu tersebut sehingga memiliki daya kritis dan alternatif pilihan agar lebih produktif.
Bagaimana seharusnya paragenerasi Milenial bermanuverdalam menghadapi masifnya persaingan generasi mereka sendiri agar selamat berselancar dari gelombang bonus demografi, saya akan memulainya dari model kewirausahaan sosial.
Eduardo Morato, Ketua Asian Institute Management (AIM) pada tahun 1980-an, yang memperkenalkan social entrepreneurship dengan definisinya sebagai berikut :
Wirausaha sosial merupakan orang atau lembaga inovatif yang memajukan penciptaan dan penyelenggaraan usaha yang berhasil bagi mereka yang membutuhkan. Wirausaha sosial berbeda dengan usaha yang lazim atau usaha niaga dengan satu ciri utama, yakni menaruh kepedulian pada upaya membantu kesejahteraan pihak lain daripada kesejahteraan diri sendiri. Pihak yang dibantu oleh Wirausaha sosial ialah golongan yang kurang beruntung atau lebih miskin di kalangan masyarakat (Morato (1994) dalam buku Saidi, 2005).
Karakteristik yang dimiliki social entrepreneur (Borstein, 2006, 1-4)
1. Orang-orang yang mempunyai visi untuk memecahkan masalah- masalah kemasyarakatan sebagai pembaharu masyarakat dengan gagasan-gagasan yang sangat kuat untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat.
2. Umumnya bukan orang terkenal, misal : dokter, pengacara, insinyur, konsultan manajemen, pekerja sosial, guru dan wartawan.
3. Orang-orang yang memiliki daya transformatif, yakni orang-orang dengan gagasan baru dalam menghadapi masalah besar, yang tak kenal lelah dalam mewujudkan misinya, menyukai tantangan, punya daya tahan tinggi, orang-orang yang sungguh-sungguh tidak mengenal kata menyerah hingga mereka berhasil menyebarkan gagasannya sejauh mereka mampu.
4. Orang yang mampu mengubah daya kinerja masyarakat dengan cara terus memperbaiki, memperkuat, dan memperluas cita-cita.
5. Orang yang memajukan perubahan sistemik : bagaimana mereka mengubah pola perilaku dan pemahaman.
6. Pemecah masalah paling kreatif.
7. Mampu menjangkau jauh lebih banyak orang dengan uang atau sumber daya yang jauh lebih sedikit, dengan keberanian mengambil resiko sehingga mereka harus sangat inovatif dalam mengajukan pemecahan masalah.
8. Orang-orang yang tidak bisa diam, yang ingin memecahkan masalah- masalah yang telah gagal ditangani oleh pranata (negara dan mekanisme pasar) yang ada.
9. Mereka melampaui format-format lama (struktur mapan) dan terdorong untuk menemukan bentuk-bentuk baru organisasi.
10. Mereka lebih bebas dan independen, lebih efektif dan memilih keterlibatan yang lebih produktif.
Emerson (dalam Nicholls 2006, 12) juga mendefinisikan tipe dari pelaku social entrepreneurship, yakni :
1. Civic innovator
Inovator dari kalangan sipil)
2. Founder of a revenue generating social enterprise
Pendiri social enterprise yang mampu meningkatkan penerimaan)
3. Launcher of a related revenue generating activity to create a surplus to support social vision
Para aktor yang melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan penerimaan yang menciptakan surplus untuk mendukung visi sosial).
Berapa contoh misi sosial dari usaha social entrepreneurship yang juga menjadi catatan Smallbone et al. (dalam Nicholls, 2006, 14) :
1. Toprovidegoods andservices whichthe market orpublik sector is either unwilling or unable to provide
(untuk menyediakan barang dan jasa yang ada di pasaran atau di sektor publik yang ketersediaannya terbatas atau tidak tersedia)
A. To develop skills
Untuk mengembangkan kemampuan
B. .To create employment
Untukmenciptakanlapangan pekerjaan
C. To foster path ways to integrate socially excluded people
Untuk membantu membukakan akses bagi orang-orang yang dikucilkan secara sosial
Misi Sosial menurut Borstein (Nicholls, 2006, 14) :
1. Poverty alleviation through empowerment, for example the microfinance movement
(Mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan misalnya dengan gerakan kredit mikro)
2. Health care, ranging from small-scale support for the mentally ill 'in the community' to larger-scale ventures tackling the HIV/AIDS pandemic
(Pelayanan kesehatan, mulai dariskala kecil yang memberikan dukungan pada orang yang terkena gangguan mental dalam suatu komunitas hingga pada skala yang lebih luas seperti mengatasi pandemic HIV/AIDS)
3. Education and training, such as widening participation and the democratization of knowledgetransfer
(Pendidikan dan pelatihan,seperti memperluas partisipasi dan demrokratisasi transfer pengetahuan)
4. Environmental preservation and sustainable development,suchas'green'energy
projectsÂ
(Pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan seperti proyek 'green energy').
5.Communityregeneration,suchashousingassociations
(Regenerasi komunitas menyerupai 'housing associations')
6.Welfare projects, such as employment for the unemployed or homeless and drug and alcoholabuseprojects
(Proyek kesejahteraan seperti menciptakan pekerjaan bagi pengangguran atau gelandangan, dan juga proyek penyalahgunaan obat terlarang dan alkohol)
7. Advocacy and campaigning, such as Fair Trade and human rights promotion
 (Advokasi dan kampanye seperti Fair Trade dan promosi hak asasi manusia)
Yaps, semoga sudah memberikan sedikit gambaran atau pencerahan, apa itu sebenarnya Kewirausahaan sosial bagi Kompasioner dan pembaca semua. Dalam tulisan berikutnya saya akan coba menampilkan model-model nyata program wirausaha sosial yang telah berhasil di dunia dan tentu saja juga di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H