2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media
Apa kesimpulan Coaching untuk supervisi Akademik?
Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Karenanya kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).
Setiap kepala  sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus pada peningkatan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007): 1) Pertumbuhan: setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru, 2). Perkembangan: supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri, 3). Pengawasan: sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran. Beberapa prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi: 1). Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru, 2). Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu, 3). Terencana, 4). Reflektif, 5). Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, 6). Berkesinambungan, 7). Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik
Selain itu dalam proses supervisi akademik dilakukan melalui siklus:Pra-observasi, Observasi dan Pasca-observasi. Pra-observasi: Pertemuan pra-observasi ini merupakan percakapan yang membangun hubungan antara guru dan supervisor sebagai mitra dalam pengembangan kompetensi diri. Observasi: Aktivitas kunjungan kelas yang dilakukan oleh supervisor. Pasca-observasi: Percakapan supervisor dan guru terkait hasil data observasi, menganalisis data, umpan balik dan rencana pengembangan kompetensi. Proses percakapan bersifat reflektif dan bertujuan perbaikan ke depan.
Modul ini sungguh menarik bagi saya sebagai seorang calon guru penggerak. Selama mempelajari modul ini secara mandiri dan dilanjutkan lewat ruang kolaborasi dan elaborasi dengan instruktur saya semakin penasaran untuk mempraktikkan secara secara serius dalam supervisi akademik di Sekolah saya ke depannya. Selama ini supervisi akademik identik dengan menilai, bersifat satu arah dan cenderung masukan-masukan itu berasal dari atasan bukan timbul dari pribadi orang yang disupervisi. Selama mempelajari modul ini hal-hal baik yang sudah saya lakukan adalah mencoba memahami, mempraktek dan mengevaluasi kegiatan coaching dengan menggunakan alur Tirta. Dalam praktik dengan rekan sesama CGP, secara umum saya sudah melakukan dengan baik. Saya sudah menghadirkan diri secara penuh, berusaha mengajukan pertanyaan berbobot dan mendengar aktif. Hal yang perlu perbaikan adalah mengajukan pertanyaan berbobot. Pertanyaan berbobot tentunya akan membuat si coachee bisa menemukan potensi dan bakatnya secara penuh. Latihan secara terus-menerus tentunya mengasah kemampuan saya dalam melakukan coaching  dengan baik. Kematangan secara pribadi khususnya emosi kita harus benar-benar diolah secara baik agar kita tidak hadir sebagai seorang yang menggurui dan memberikan solusi. Raut wajah, nada suara, pola komunikasi dan cara kita duduk dalam memberikan coaching merupakan hal-hal penting yang harus diperhatikan secara penuh.
Bagaimana peran Anda sebagai seorang Coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?
Sebagai seorang Coach di sekolah tentunya memiliki pengaruh sangat besar dalam  meningkatkan kompetensi para murid dan teman sejawat. Kompetensi inti yang harus saya miliki sebagai seorang coach adalah: 1). Kehadiran penuh (presence) adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan,pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir, 2). Mendengarkan aktif. adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara, 3). Mengajukan pertanyaan berbobot: Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong Coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan Coaching.
Bagaimana keterkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?
Sebagai seorang Coaching tentu harus memahami kebutuhan Coacheenya. Pada Modul 2.1 ini saya mempelajari  pembelajaran diferensiasi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru tentu memahami kebutuhan murid. Guru yang menerapkan pembelajaran diferensiasi adalah guru yang memahami kebutuhan murid. Di dalam diri guru tersebut tertanam filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara (Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani); nilai-nilai guru penggerak; visi guru penggerak dan mengembangkan budaya positif di sekolah dengan mendasarkan  pada 3 sisi segitiga restitusi.Tujuan akhirnya adalah: untuk kemerdekaan dan keselamatan anak yang setinggi-tingginya.
      Sebagai seorang Coach juga harus memiliki kompetensi Sosial emosional yang baik di dalam dirinya. Dalam pembelajaran sosial emosional, pendidik, tenaga kependidikan, para murid harus memiliki 5 kompetensi sosial emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Kelima kompetensi sosial ini harus bisa diintegrasikan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan diimplementasikan di sekolah khususnya di kelas. Tujuannya agar seluruh warga sekolah memiliki kompetensi sosial emosional yang baik. Harapannya lingkungan sekolah menjadi aman dan nyaman dalam belajar.
Â
Bagaimana keterkaitan keterampilan Coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?
Dalam setiap interaksi keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu menghidupi paradigma berpikir yang  memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Coaching merupakan salah satu proses yang dilakukan untuk dapat menggali dan meningkatkan potensi dan memberdayakan kemampuan guru. Proses coaching melalui supervisi akademik juga dapat memastikan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat berpihak kepada murid, sehingga coaching juga dapat menjadi salah satu proses perbaikan diri kita sebagai seorang pendidik. Penanganan-penanganan kasus atau permasalahan yang dihadapi oleh para murid di sekolah bisa dilakukan dengan pendekatan coaching. Guru sebagai Coach hadir untuk mendampingi para murid agar menemukan sendiri solusi dari permasalahn yang sedang dihadapinya. Kehadiran guru sebagai Coach bukan untuk menuntut dan mengatur apalagi menghukum tetapi guru hadir untuk mendengarkan secara aktif, hadir secara penuh dan memberikan pertanyaan berbobot. Guru yang baik adalah guru yang senantiasa berefleksi dan tak henti-hentinya melakukan perbaikan dalam pembelajarannya sehingga dapat mencapai tujuannya menuju kebahagiaan dan keselamatannya.
Sebagai seorang guru di kota besar seperti Jakarta, ada banyak persoalan yang saya hadapi di sekolah saya. Pengaruhi teknologi yang semakin canggih, para murid terlalu terpaku pada handphone, kenakalan remaja, masalah rumah tangga orangtuanya (broken home), kekerasan fisik, mengantuk saat belajar, malas mengerjakan tugas merupakan persoalan yang senantiasa menghantui para murid di sekolah. Dampaknya prestasi belajar menurun. Melihat persoalan ini, solusi yang pada umumnya guru lakukan selama ini adalah memberikan sanksi, menasehati, agar keluar dari persoalannya. Namun hasilnya tidak maksimal karena, solusinya bukan lahir dari pribadi muridnya tetapi dari gurunya. Dengan metode Coaching ini diharapkan para murid bisa menemukan solusi dari permasalahannya. Pertanyaan yang muncul di benak saya adalah, bagaimana kalau murid tersebut tidak menemukan solusi dari persoalan yang dialaminya? Apa yang Coach lakukan terhadap coacheenya? Menurut saya kunci utamanya adalah seorang coach perlu berlatih secara terus-menerus dalam melakukan Coaching. Agar coachee bisa menemukan solusinya maka seorang coach harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbobot dan bila diperlukan melakukan coaching ulang.
Apa tantangannya ketika kita melakukan coaching dalam supervisi akademik di sekolah? ketika berhadapan dengan rekan sejawat yang memiliki beban masalah tetapi tidak terbuka untuk ketika kita mencoba mengajak berbicara dengan paradigm coaching. Selain itu kita berhadapan dengan rekan yang lebih senior yang belum terbiasa dengan paradigma berpikir coaching  sebagai seorang coach mendapat label "menggurui".
Alternatif solusi yang bisa dilakukan adalah seorang coach harus mampu membangun kemitraan yang baik dengan coachee, berusaha menjadi pendengar yang aktif, memiliki komunikasi yang baik sehingga proses coaching mambuat coache nyaman dan terbuka. Hal tersebut dapat menghasilkan coaching yang maksimal yaitu terpecahkannya masalah yang dialami coache dengan solusi-solusi yang diberikan oleh coachee itu sendiri.
Dalam praktik coaching di masa mendatang, seorang coach dalam supervisi akademik harus benar-benar hadir secara penuh di hadapan coachee, membangun kemitraan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan berbobot, mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan oleh coachee agar seorang coach bisa memahami persoalannya secara benar. Seorang Coach harus hadir sebagai "teman curhat" bukan seorang yang menggurui. Ciptakanlah suasana keakraban dalam melakukan coaching sehingga seorang coachee bisa leluasa menyampaikan persoalannya secara terbuka. Kepercayaan seorang coachee terhadap coachnya akan membuatnya terbuka untuk mensharingkan persoalannya. Latihan secara terus-menerus dalam hal coaching akan mengasah kemampuan kita untuk lebih baik dalam coaching.Ibarat seorang pemain sepak bola prosfesional, butuh latihan secara rutin dan jam terbang dalam bertanding sehingga bisa mengukur kemampuannya serta mengevaluasinya.
Bernardus Jebatu, S.Ag
CGP Angkatan 7
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H