Sebagai seorang Coach juga harus memiliki kompetensi Sosial emosional yang baik di dalam dirinya. Dalam pembelajaran sosial emosional, pendidik, tenaga kependidikan, para murid harus memiliki 5 kompetensi sosial emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Kelima kompetensi sosial ini harus bisa diintegrasikan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan diimplementasikan di sekolah khususnya di kelas. Tujuannya agar seluruh warga sekolah memiliki kompetensi sosial emosional yang baik. Harapannya lingkungan sekolah menjadi aman dan nyaman dalam belajar.
Â
Bagaimana keterkaitan keterampilan Coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?
Dalam setiap interaksi keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu menghidupi paradigma berpikir yang  memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Coaching merupakan salah satu proses yang dilakukan untuk dapat menggali dan meningkatkan potensi dan memberdayakan kemampuan guru. Proses coaching melalui supervisi akademik juga dapat memastikan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat berpihak kepada murid, sehingga coaching juga dapat menjadi salah satu proses perbaikan diri kita sebagai seorang pendidik. Penanganan-penanganan kasus atau permasalahan yang dihadapi oleh para murid di sekolah bisa dilakukan dengan pendekatan coaching. Guru sebagai Coach hadir untuk mendampingi para murid agar menemukan sendiri solusi dari permasalahn yang sedang dihadapinya. Kehadiran guru sebagai Coach bukan untuk menuntut dan mengatur apalagi menghukum tetapi guru hadir untuk mendengarkan secara aktif, hadir secara penuh dan memberikan pertanyaan berbobot. Guru yang baik adalah guru yang senantiasa berefleksi dan tak henti-hentinya melakukan perbaikan dalam pembelajarannya sehingga dapat mencapai tujuannya menuju kebahagiaan dan keselamatannya.
Sebagai seorang guru di kota besar seperti Jakarta, ada banyak persoalan yang saya hadapi di sekolah saya. Pengaruhi teknologi yang semakin canggih, para murid terlalu terpaku pada handphone, kenakalan remaja, masalah rumah tangga orangtuanya (broken home), kekerasan fisik, mengantuk saat belajar, malas mengerjakan tugas merupakan persoalan yang senantiasa menghantui para murid di sekolah. Dampaknya prestasi belajar menurun. Melihat persoalan ini, solusi yang pada umumnya guru lakukan selama ini adalah memberikan sanksi, menasehati, agar keluar dari persoalannya. Namun hasilnya tidak maksimal karena, solusinya bukan lahir dari pribadi muridnya tetapi dari gurunya. Dengan metode Coaching ini diharapkan para murid bisa menemukan solusi dari permasalahannya. Pertanyaan yang muncul di benak saya adalah, bagaimana kalau murid tersebut tidak menemukan solusi dari persoalan yang dialaminya? Apa yang Coach lakukan terhadap coacheenya? Menurut saya kunci utamanya adalah seorang coach perlu berlatih secara terus-menerus dalam melakukan Coaching. Agar coachee bisa menemukan solusinya maka seorang coach harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbobot dan bila diperlukan melakukan coaching ulang.
Apa tantangannya ketika kita melakukan coaching dalam supervisi akademik di sekolah? ketika berhadapan dengan rekan sejawat yang memiliki beban masalah tetapi tidak terbuka untuk ketika kita mencoba mengajak berbicara dengan paradigm coaching. Selain itu kita berhadapan dengan rekan yang lebih senior yang belum terbiasa dengan paradigma berpikir coaching  sebagai seorang coach mendapat label "menggurui".
Alternatif solusi yang bisa dilakukan adalah seorang coach harus mampu membangun kemitraan yang baik dengan coachee, berusaha menjadi pendengar yang aktif, memiliki komunikasi yang baik sehingga proses coaching mambuat coache nyaman dan terbuka. Hal tersebut dapat menghasilkan coaching yang maksimal yaitu terpecahkannya masalah yang dialami coache dengan solusi-solusi yang diberikan oleh coachee itu sendiri.
Dalam praktik coaching di masa mendatang, seorang coach dalam supervisi akademik harus benar-benar hadir secara penuh di hadapan coachee, membangun kemitraan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan berbobot, mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan oleh coachee agar seorang coach bisa memahami persoalannya secara benar. Seorang Coach harus hadir sebagai "teman curhat" bukan seorang yang menggurui. Ciptakanlah suasana keakraban dalam melakukan coaching sehingga seorang coachee bisa leluasa menyampaikan persoalannya secara terbuka. Kepercayaan seorang coachee terhadap coachnya akan membuatnya terbuka untuk mensharingkan persoalannya. Latihan secara terus-menerus dalam hal coaching akan mengasah kemampuan kita untuk lebih baik dalam coaching.Ibarat seorang pemain sepak bola prosfesional, butuh latihan secara rutin dan jam terbang dalam bertanding sehingga bisa mengukur kemampuannya serta mengevaluasinya.
Bernardus Jebatu, S.Ag
CGP Angkatan 7
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H