Hutan Kota Pematang Siantar
Oleh : Bernard T.F Pangaribuan, S.Hut
Dalam rangka menyambut hari ozon sedunia yang telah ditetapkan pada setiap tanggal tanggal 16september, merupakan momen yang tepat untuk kita merenung sejenak bersama tentang kondisi kota Pematangsiantar saat ini. Pesatnya laju pembangunan sarana dan prasarana fisik di wilayah kota Pematangsiantar dan sekitarnya telah berdampak pada berkurangnya populasi tegakan pohon, baik yang berada di ruang-ruang terbuka publik, maupun yang berada di ruang-ruang milik privat.
Pada sisi lain kegiatan-kegiatan industri, transportasi, konstruksi, perdagangan, pusat-pusat perkantoran dan aktivitas rumah tangga berkembang demikian pesat, dengan dampaknya ialah akumulasi aneka jenis polutan di lingkungan kota, termasuk di udara, frekuensi dan potensi terjadinya banjir akibat semakin menyusutnya wilayah-wilayah resapan air. Kedua fenomena ini pada akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas udara, dan mengurangi tingkat kesehatan, kenyamanan dan estetika lingkungan udara di wilayah ini.
Dengan mempertimbangkan permasalahan semakin rendahnya kualitas udara di wilayah tersebut, maka diperlukan upaya-upaya pengembangan untuk lebih menunjang keberhasilan program penghijauan kota, penataan taman kota dan pengembangan hutan kota, baik di ruang-ruang terbuka milik publik maupun ruang-ruang milik privat (ruang terbuka hijau). Ruang terbuka hijau (RTH, urban green open space) merupakan aset jangka panjang yang memiliki multi fungsi estetika/pariwisata, perlindungan dan pengawetan plasma nutfah. Degradasi kualitas udara perkotaan merupakan masalah lingkungan di masa datang. Sumber utama terjadinya pencemaran udara di kota Pematangsiantar dan sekitarnya dipilah antara lain : industri padat modal, kendaraan bermotor dan aktivitas rumah tangga.
Kota Pematangsiantar dengan penduduk lebih dari 236.947 jiwa, dengan luas 79, 971 Km2 dan kepadatan penduduk 3375 orang/km2(BPS Kota Pematangsiantar, 2012) seyogyanya memiliki hutan kota setidaknya 2400 haatau 24 Km2. Sudah adakah hutan kota Pematangsiantar seluas itu? Satu hektar hutan selama satu jam mampu menyerap 8 kg gas CO, sama dengan proses 200 orang bernapas. Satu pohon yang berphotosintesa sama dengan menyerap 1 kg CO2 dan mengeluarkan 0,73 kg O2. Dengan jumlah penduduk kota Pematangsiantar sedemikian besar, maka dibutuhkan sedikitnya 1200 hektar hutan kota.
Secara proporsional, kota Pematangsiantar yang memiliki luas 79,971 km2 idealnya memiliki ruang terbuka hijau sekitar 30% dari total luasan atau sekitar 24 km2 atau 2400 ha dimana sekitar 20% luasan tersebut disediakan oleh pemerintah dan sisanya oleh swasta/masyarakat. Paling tidak, kota Pematangsiantar harus memiliki hutan kota minimal 15% (1200 ha) yang jika ditanami dengan jarak 7 x 7m, maka dibutuhkan sedikitnya 255.000 pohon lebih untuk menyerap dan menjerap cemaran CO2, SOx, CxHy, kebisingan dan partikulat debu, yang saat ini telah mencapai derajat mengkhawatirkan.
Potensi ruang terbuka di kota Pematangsiantar yang dapat digunakan untuk hutan kota sekitar 180 hektar. Ini adalah potensi yang berasal dari lahan sawah, tegakan dan kebun, pekarangan, kolam, serta sempadan di sungai di Pematangsiantar. Untuk kebutuhan hutan kota, vegetasi berupa pohon lebih diutamakan ketimbang tumbuhan semak dan perdu. Sebab, baik dari aspek sosial, ekonomi dan efektifitas, pohon lebih besar menjerap debu dan mengurangi cemaran. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan, pada areal ruang terbuka hijau di kota relatif lebih rendah kondisi parameter partikulat, kebisingan dan CO2 serta HC-nya dibanding di beberapa kawasan lain di kota.