Mohon tunggu...
Nature

Hutan Kota Pematangsiantar

11 Agustus 2014   21:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:48 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*) Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan P. Siantar

Hutan Kota Pematang Siantar

Oleh : Bernard T.F Pangaribuan, S.Hut

Dalam rangka menyambut hari ozon sedunia yang telah ditetapkan pada setiap tanggal tanggal 16september, merupakan momen yang tepat untuk kita merenung sejenak bersama tentang kondisi kota Pematangsiantar saat ini. Pesatnya laju pembangunan sarana dan prasarana fisik di wilayah kota Pematangsiantar dan sekitarnya telah berdampak pada berkurangnya populasi tegakan pohon, baik yang berada di ruang-ruang terbuka publik, maupun yang berada di ruang-ruang milik privat.

Pada sisi lain kegiatan-kegiatan industri, transportasi, konstruksi, perdagangan, pusat-pusat perkantoran dan aktivitas rumah tangga berkembang demikian pesat, dengan dampaknya ialah akumulasi aneka jenis polutan di lingkungan kota, termasuk di udara, frekuensi dan potensi terjadinya banjir akibat semakin menyusutnya wilayah-wilayah resapan air. Kedua fenomena ini pada akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas udara, dan mengurangi tingkat kesehatan, kenyamanan dan estetika lingkungan udara di wilayah ini.

Dengan mempertimbangkan permasalahan semakin rendahnya kualitas udara di wilayah tersebut, maka  diperlukan upaya-upaya pengembangan untuk lebih menunjang keberhasilan program penghijauan kota, penataan taman kota dan pengembangan hutan kota, baik di ruang-ruang terbuka milik publik maupun ruang-ruang milik privat (ruang terbuka hijau). Ruang terbuka hijau (RTH, urban green open space) merupakan aset jangka panjang yang memiliki multi fungsi estetika/pariwisata, perlindungan dan pengawetan plasma nutfah. Degradasi kualitas udara perkotaan merupakan  masalah lingkungan di masa datang. Sumber utama  terjadinya pencemaran udara di kota Pematangsiantar dan sekitarnya dipilah antara lain : industri padat modal, kendaraan bermotor dan  aktivitas rumah tangga.

Kota Pematangsiantar dengan penduduk lebih dari 236.947 jiwa, dengan luas 79, 971 Km2 dan kepadatan penduduk 3375 orang/km2(BPS Kota Pematangsiantar, 2012) seyogyanya memiliki hutan kota setidaknya 2400 haatau 24 Km2. Sudah adakah hutan kota Pematangsiantar seluas itu? Satu hektar hutan selama satu jam mampu menyerap 8 kg gas CO, sama dengan proses 200 orang bernapas. Satu pohon yang berphotosintesa sama dengan menyerap 1 kg CO2 dan mengeluarkan 0,73 kg O2. Dengan jumlah penduduk kota Pematangsiantar sedemikian besar, maka dibutuhkan sedikitnya 1200 hektar hutan kota.

Secara proporsional, kota Pematangsiantar yang memiliki luas 79,971 km2 idealnya memiliki ruang terbuka hijau sekitar 30% dari total luasan atau sekitar 24 km2 atau 2400 ha dimana sekitar 20% luasan tersebut disediakan oleh pemerintah dan sisanya oleh swasta/masyarakat. Paling tidak, kota Pematangsiantar harus memiliki hutan kota minimal 15% (1200 ha) yang jika ditanami dengan jarak 7 x 7m, maka dibutuhkan sedikitnya 255.000 pohon lebih untuk menyerap dan menjerap cemaran CO2, SOx, CxHy, kebisingan dan partikulat debu, yang saat ini telah mencapai derajat mengkhawatirkan.

Potensi ruang terbuka di kota Pematangsiantar yang dapat digunakan untuk hutan kota sekitar 180 hektar. Ini adalah potensi yang berasal dari lahan sawah, tegakan dan kebun, pekarangan, kolam, serta sempadan di sungai di Pematangsiantar. Untuk kebutuhan hutan kota, vegetasi berupa pohon lebih diutamakan ketimbang tumbuhan semak dan perdu. Sebab, baik dari aspek sosial, ekonomi dan efektifitas, pohon lebih besar menjerap debu dan mengurangi cemaran. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan, pada areal ruang terbuka hijau di kota relatif lebih rendah kondisi parameter partikulat, kebisingan dan CO2 serta HC-nya dibanding di beberapa kawasan lain di kota.

Namun, pemilihan jenis pohon untuk mewujudkan hutan kota di Pematangsiantar harus tepat. Hal ini karena kota yang menyandang berbagai atribut ini memiliki berbagai kelompok (cluster) ruang. Pohon untuk hutan kota yang dibangun pada cluster heritage, seperti balai kota,  yang biasanya memiliki pekarangan cukup luas, baik di depan, di samping maupun di belakang, sebaiknya dipilih jenis pohon asli Sumatera atau yang memiliki makna tertentu. Misalnya jenis pohon Tusam (Pinus merkusii), Kemenyan Toba (Styrax sumatrana), Gaharu (Aquilaria sp), Sampinur Bunga (Padacarpus imbricatus) dan Sampinur Tali (Dacrydium junghuhnii) dll.

Untuk hutan kota yang dibangun pada cluster kawasan pemukiman elit sebaiknya dipilih jenis pohon yang cocok dengan brand image kalangan berstatus sosial tinggi. Sebaliknya pada kawasan pemukiman padat, yang biasanya sangat rapat dan lahan terbukanya sangat sempit, hutan kota dapat diwujudkan pada ruang terbuka milik publik. Pohon yang dipilih adalah jenis yang memiliki prospek produksi. Contohnya Pohon Asam Jawa (Tamarindus indica), Asam Glugur/Kanis atau asam potong (Garcinia parvifolia Mig), dll. Pada cluster kawasan pendidikan, pohon yang dipilih adalah jenis yang dapat memberi kesejukan dan kenyamanan. Tujuannya, agar dapat menjadi lingkungan belajar yang kondusif. Jenis pohon serupa yang memiliki keunggulan dari aspek estetis juga dapat ditanam untuk hutan kota yang berada pada cluster kawasan taman dan tempat rekreasi.



Kawasan sempadan sungai
adalah kawasan yang paling luas untuk hutan kota. Jenis tanaman produksi dapat dibangun untuk kebutuhan hutan kota di sempadan sungai. Sedangkan pada kawasan perdagangan, yang biasanya memiliki lahan terbuka paling sempit, jenis pohon penyerap dan penjerap polutan adalah pilihan yang tepat untuk ditanam di areal parkir. Sebab, daerah ini memiliki kepadatan kendaraan paling tinggi dan cemaran udara paling besar. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina). Untuk kawasan fasilitas umum, seperti pemakaman, lapangan olah raga sebenarnya berpotensi untuk hutan kota. Karena itu, jenis pohon yang ditaman sebaiknya berupa tanaman campuran yang mampu mengkonservasi flora dan fauna. Campuran jenis pohon yaitu jenis Ketapang (Terminalis catappa), Jabon (Anthocepalus cadamba), Tanjung (Mimosops elengi L), Cemara gunung (Casuarina junghuniana), dll.

Bergeser
Pengertian hutan kota telah mengalami perkembangan, seiring kenyataan bahwa kondisi lingkungan khususnya ruang terbuka di kota cenderung semakin sempit. Hutan kota yang semula mensyaratkan luasan tertentu, yaitu 0,25 hektar dan kompak dalam blok telah bergeser.   Bahkan dalam Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 disebutkan, bahwa hutan kota berada pada luasan tertentu dan kompak serta dibangun di lahan negara. Kenyataannya, hutan kota itu sangat dibutuhkan tidak hanya pada lahan milik negara, tetapi juga lahan masyarakat. Karena itu, hutan kota seharusnya "dimaknai" sebagai kumpulan pohon di suatu lahan dalam kota yang mampu menciptakan iklim mikro tertentu. Artinya, seluruh ruang terbuka di kota Pematangsiantar dapat dibangun hutan kota. Bahwa hutan kota dapat dibangun di seluruh ruang terbuka di pekarangan penduduk, kantor, rumah sakit, kampus, fasilitas publik, lahan publik dan kawasan perdagangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun