Mohon tunggu...
Bernard Simamora
Bernard Simamora Mohon Tunggu... Jurnalis - Wiraswasta, dosen, guru, pendiri dan pengelola beberapa sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi di Bandung, Pengamat sosial politik dan pendidikan.

Wiraswasta, dosen, guru, pendiri dan pengelola beberapa sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi di Bandung, Pengamat sosial politik dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hasil UN SMP 2014 Kacau, Mendikbud Harus Bertanggungjawab

20 Juni 2014   18:29 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:59 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesalahan menteri Muhammad Nuh dan jajarannya di Kemendikbud dalam penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2014 ini memvonis siswa yang tidak bersalah dengan nilai yang anjlok. Seharusnya menteri ini mundur jadi kepala SMP saja, agar mengerti beban mental dan psikologi siswa SMP yang “dihukum” dengan nilai UN rendah akibat miss-management dalam penyelenggaraan UN SMP 2014, khususnya hari pertama. Siswa yang telah mempersiapkan diri 3 tahun untuk nilai yang optimal di atas 9,50 dengan mudah dan enteng divonis kemedikbud di 8,00 melalui penyelenggaraan UN yang kacau balau. Betul-betul tidak mendidik, dan merusak tatanan dunia pendidikan di Indonesia. Mana tanggungjawab Mendikbud?

Hari ini saya menerima Nilai Hasil Ujian Nasional anak saya dari sebuah SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Bandung. Betapa saya kaget kontras nilai UN tersebut karena gap nilai antara satu mata pelajaran dengan pelajaran lainnya sangat jauh. Saya sudah senang dengan nilai kumulatif UN perolehan anak saya 37,3. Namun nilai itu disumbang Mata Pelajaran Matematika : 10; IPA : 9,50; Bahasa Inggris 9,8; dan yang mengagetkan – Bahasa Indonesia 8,00.

Saya jadi teringat sepulang UN hari pertama Senin, 5 Mei 2014, anak saya melaporkan bahwa dalam ujian Bahasa Indonesia :

1.Soal terdiri dari yang bersampul (nomor 1 s/d 50) menyatu dengan lembar jawab komputer (LJK), dan soal tak bersampul (dengan nomor tidak lengkap dari 1 s/d 50). Dobel? Mengapa? Membingungkan!

2.Dalam kebingungan, para siswa mengerjakan soal pada LJK asli. Tetapi akibat adanya masalah dengan soal, pengawas ujian memberi instruksi agar menunggu selama 1 jam tidak mengerjakan apa-apa. Menunggu 1 jam? Penyelenggara UN tidak siap? Kalau tidak siap mengapa harus ada UN? Konsentrasi peserta UN pun buyar.

3.Setelah menunggu 1 jam ada instruksi pengawas ujian agar soal nomor 1-12 dan 39-50 dikerjakan dari bundel soal tak bersampul (sama untuk seluruh peserta), dan soal 13-38 dari bundel soal bersampul (berbeda untuk setiap seri soal). Ini apa-apaan? Apakah ini mendidik dan baik untuk siswa SMP?

4.Dari 20 perserta UN di kelas, ternyata ada 4 orang menemukan soal yang nomornya diloncat pada bundel soal bersampul. Akibatnya, 4 siswa termasuk anak saya, kembali kebingungan. Akhirnya pengawas mennginstruksikan agar menunggu 15 menit, dan setelah itu dibagikan LJK fotokopi dan soal fotokopi nomor 1-50, serta dan kertas lembar jawab manual. Jadi ada 3 bundel soal, untuk 1 mata ujian. Wallahualam!

5.Kembali dinstruksikan agar mengerjakan soal yang baru (fotokopi) dari awal di LJK fotokopi, dan jawaban juga disalin ke kertas terpisah. Satu mata pelajaran UN dilakukan berkali-kali dengan soal berbeda-beda di jadwal ujian yangsama.

6.Baik LJK asli, LJK fotocopy LJ manual semua dikumpulkan pengawas ujian.

Alhasil nilai UN Bahasa Indonesia anak saya 8,00. Padahal anak saya Indonesia asli – bukan bule, sehari-hari berbahasa Indonesia, namun nilai UN Bahasa Ingrisnya 9,80. Hal yang sama terjadi kepada teman-temannya dan sejumlah siswa.

Perolehan nilai Bahasa Indonesia (8,00) yang terlalu kontras dengan Bahasa Inggris (9,8) itu hasil dari pemeriksaan apa, soal yang mana, kunci jawaban yang mana, lembar jawab yang mana, oleh apa atau siapa, bagaimana berita acaranya, bagaimana membuktikannya? Pertanyaan lebih lengkapnya;

1.Kunci jawaban soal yang mana; yang bersampul, yang tidak bersampul, atau yang fotokopi-an yang yang diterapkan memeriksa lembar jawab?

2.Lembar jawab mana yang diperiksa : LJK asli, LJK fotokopi, atau lembar jawab manual?

3.Dengan apa atau oleh siapa pemeriksaan lembar jawab itu, apakah menggunakan Opscan, manual, atau sim salabim? Betulkah hasilnya 8,00 artinya dari 50 soal hanya dijawab benar 40 soal dan sisanya 10 soal salah?

Saya dan anak saya tidak terima bahwa kesalahan menjawab soal UN Bahasa Indonesia 20% atau 10 soal. Mengapa? (1) Ada barometer Ujian Pra-UN sebanyak 16 kali si sekolah dan di Bimbel Ganesha Operation sebelum mengikuti UN, (2) Gap nilai ini terhadap mata pelajaran lain sama sekali tidak logis.

Saya menduga, hal ini dapat disebabkan oleh (1) Kesalahan menerapkan kunci jawaban, (2) kelasahan kunci jawaban bukan untuk soal yang sesuai, (3) kesalahan dalam pemeriksaan Opscan (padahal yang seharusnya LJK fotokopi, atau LJ manual). (4) Kesalahan pemeriksa yang tidak detail atau hanya menduga-duga. Artinya, nilai 8,00 ini saya pastikan bukan representasi kompetesi anak saya atas Matpel Bahasa Inndonesia. Untuk ini saya mengajukan protes atau sanggahan dan berharap direhabilitir, minimal saya mendapat pembuktian bahwa lembar jawab yang diperiksa benar adanya. Memang ini tidak lazim, namun ini semata-mata karena UN 2014 itu kacau dikacaukan Kemendikbud.

Kekacauan penyelenggaan UN SMP tahun ini telah mengakibatkan siswa kelas 3 SMP pada umumnya menerima vonis nilai yang tidak representatif. Kekacauan atas soal UN Bahasa Indonesia SMP sebagaimana diurai di atas tidak terlepas dari nama Jokowi yang sempat nyelonong dalam soal yang kemudian direvisi mendadak dengan cara yang sangat primitif. Namun siswa jangan kemudian dipersalahkan. Ini sepenuhnya kesalahan Mendikbud Muhammad Nuh beserta jajajarannya. Ini perlu direhabilitir, perlu kejujuran bahwa nilai UN Bahasa Indonesia SMP tahun 2014 tidak merepresentasikan kompetensi siswa tetapi representasi inkompetensi Mendikbud Muhammad Nuh. Ditunggu permohonan maaf Mendikbud dan upaya rehabilitasinya.

Bandung, 20 Juni 2014

Bernard Simamora

0812 2011 524

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun