Dalam situasi seperti saat ini banyak dari kita tidak menyadari bahwa dirinya bersikap pasif agresif, dan bahkan merasa normal dengan hal itu. Bisa jadi, malah merasa sikap itu yang terbaik demi menghindari pertikaian.Â
Tetapi disisi lain mengatakan juga bahwa "saya tidak peduli", lakukan saja maumu, waktu akan memberikan jawaban, tetap bertahan hidup atau mati sekalian. Dan sikap ini sangat berbahaya dalam konteks kebangsaan yang plural. Ibarat duri dalam daging, dibiarkan sakit, dicabut juga sakit.
Hikmah yang ada
Ada atau tidak ada C-19 hidup di dunia ini memang penuh resiko. Engga mati sakit, ya mati kecelakaan di jalan. Kini atau besok, kematian pasti terjadi bagi siapa saja. Ini soal takdir kehidupan.Â
Kalau kita memahami ini, maka semua orang sebetulnya sudah ada sistem peringatan dini bagaimana bisa bertahan dari segala resiko. Manusia bukan hanya punya kecerdasan genetik untuk terhindar dari predator, tetapi juga manusia punya akal untuk berpikir cerdas menghadapi resiko. Karena itulah ada istilah hidup berakal mati beriman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H