Mohon tunggu...
Bernard  Ndruru
Bernard Ndruru Mohon Tunggu... Dosen - Pantha Rhei kai Uden Menei

Pengagum Ideologi Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Gaya 69, Menggelitik tapi Meluruskan Cara Berpikir

25 November 2019   21:24 Diperbarui: 26 November 2019   05:00 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: istockphoto

Kedua saling bersikukuh, dan itulah awal petaka yang membuat hubungan keduanya menjadi renggang sampai saat ini.

Hal yang senada juga menjadi catatan yang senada dengan kondisi kebangsaan kita saat ini. Bigot vs Bagot dan Idealisme vs Egoisme. Semua merasa benar dengan cara pandang sendiri, tanpa memberi kesempatan untuk mencari alasan yang tepat mengapa pihak yang lain memberi jawaban yang berbeda untuk setiap peristiwa dan subyek yang sama.

Kontestasi demokrasi yang digelar beberapa waktu yang lalu, telah melahirkan kubu pengklaim kebenaran mutlak ala bigot bagot. "yang ini mantap, yang itu mantan, yang ini OK yang itu KO". Bentuk-bentuk pernyataan persuasif bernada primordial, menunjukkan sebuah degradasi dalam cara berpikir di era industri 4.0.

Itulah mengapa, Thomas Aquinas dalam sebuah dalil di abad pertengahan mencetuskan sebuah konsensus antara fides et ratio (iman dan akal). Thomas mengatakan bahwa tidak ada determinasi antara keduanya. Yang ada adalah iman dan akal terlalu memutlakkan kebenarannya sendiri, layaknya bigot dan bagot yang tetap bersikukuh dengan angka 6 dan 9-nya.

Akibatnya, ilusi jalan pikir iman dan radikalitas rasionalitas saling mengklaim independensi. Yang muncul kemudian adalah rasionalitas melahirkan skeptis dan agnostik, sementara ilusi iman mengagungkan bayang-bayang ala 'Gua Plato'.

Terlepas dari dalil dan analogi filosofis tersebut di atas, gaya 69, yang cukup menggelitik itu menjadi nyata dalam hal ini. Terkadang, konsep kebenaran tunggal menjadi bumerang berhadapan dengan kelompok dan keyakinan yang plural. Seperti halnya bigot dan bagot yang tetap ngotot dengan kebenarannya masing-masing.

Kebenaran memiliki banyak wajah, tergantung kita mengintipnya dari sisi timur atau barat, atas atau dari bawah.

Wajah kebhinekaan dalam inklusivitas, hendaknya jangan diciderai oleh aroma tak sedap karena pemaksaan kebenaran tunggal. Keterbukaan dan kerendahan hati untuk 'angkat pantat" melihat dari sisi yang berbeda, membuat semua pihak akan menyadari betapa kebenaran itu hadir meresapi setiap aliran nadi yang hidup dan bergerak.

Tidak perlu hanya hanya fokus pada 6 atau 9 nya, out of the box. Niscaya, kita akan menikmatinya dengan sensasi yang membuai jiwa. Kita boleh sesekali jadi bigot dan bagot, tapi jangan keseringan, karena akan jadi bandot benaran hehehe.... oh 69.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun