Jihad Yasonna dalam RUU KUHP
Jihad adalah perjuangan yang sungguh-sungguh. Dalam konteks sebagai pribadi yang merepresentasikan pemerintah, jihad Yasonna termuat dalam pembelaan harkat dan martabat diri sebagai person yang berdaulat.
Pasal 218 ayat 1 "Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".
RUU ini mengalami misinterpretation yang dangkal dan mengakibatkan hilangnya sikap logis sebagian oknum.
Alm. Prof Loebby Loqman, seorang Dosen ahli Hukum Pidana UI yang turut ambil bagian dalam RUU KUHP ini menegaskan bahwa penerapan pasal-pasal penghinaan bukan sebagai cara pemerintah menghadapi, mengendalikan, dan mematikan kritik-kritik terhadap perilaku dan kebijakan Presiden.
"Penerapan delik penghinaan yang berlebih yang berkaitan dengan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat atau kritik terhadap pemerintah atau kebijakan pejabat publik akan mematikan secara perlahan demokrasi.
Sebaliknya penggunaan hak warga negara untuk menyampaikan kritik secara berlebihan terhadap pejabat negara dan pemerintah akan melahirkan sikap anarkis" kata Prof. Loebby (dikutip dari website Kemenkumham).
Namun, penggunaan kata "penghinaan" pada awalnya telah mengalami transformasi menjadi "penyerangan" harkat dan martabat sebagaimana termuat dalam RUU KUHP pasa 218, ayat 1. Artinya, Presiden dan Pemerintah melihat bahwa penghinaan menyejajarkan artikulasinya dalam sinonim "mengkritisi" kebijakan pemerintah.
Prof. Yasonna dalam debat publik di ILC mengatakan bahwa kritik tajam atas kinerjanya sebagai pejabat publik bukanlah sebuah tabu. Yasonna mencontohkannya dengan menjadikan dirinya sebagai objek.
"Bang Karni, kalau Bang karni bilang sama saya, Laoly itu Menteri Hukum dan HAM tidak becus mengurus Lapas, tidak becus mengurus imigrasi, tidak becus kerja, saya tentu tidak keberatan. Tetapi manakala, Bung Karni mengatakan, Laoly itu anak haram jadah, Laoly itu binatang, awas! Sampai liang lahat pun, aku akan mengejarmu Bung Karni."
Sebagai Putera Nias, Yasonna mengutip sebuah nilai jihad dalam kebudayaan Suku Nias untuk mengungkapkan responnya bila hal itu sampai terjadi. "Sokhi mate moroi aila/Lebih baik mati berkalang tanah dari pada harus menanggung malu".
Terkait relevansinya dengan RUU KUHP pasal 218 ayat 1, Yasonna menegaskan bahwa pernyataan "jihad" ini sebagai warning yang mesti disikapi sebagai sebuah bangsa yang beradab dan berdaulat atas dasar Pancasila.