Mohon tunggu...
Bernard Kaligis and Associates
Bernard Kaligis and Associates Mohon Tunggu... Pengacara - Bernard Kaligis and Associates

It's started with a service

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemahaman Mengenai Pelecehan Seksual Serta Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh

6 Februari 2023   09:32 Diperbarui: 6 Februari 2023   14:13 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini terdengar kembali berita pelecehan seksual yang dialami seorang musisi yang baru saja selesai menghibur penonton di salah satu pusat hiburan daerah Jakarta Pusat. Saat sedang berjalan kembali ke backstage, seorang fans diduga meremas alat vital musisi tersebut hingga kesakitan. Segera peristiwa ini pun menjadi topik yang cukup viral di media sosial.

Pada dasarnya pelecehan seksual sendiri sudah bukan merupakan suatu hal yang tabu. Tindakan tersebut sudah ada dari masa ke masa dan dapat dialami oleh siapa saja dari berbagai kalangan usia hingga seluruh gender. 

Melalui artikel kali ini, Kantor Pengacara Bernard Kaligis akan membahas secara singkat mengenai apa itu tindakan pelecehan seksual dan apa yang dapat Anda lakukan apabila Anda atau orang terdekat Anda mungkin telah mengalami suatu pelecehan seksual.

Sebelum pembahasan lebih lanjut, kasus mengenai sexual harassment yang pertama kali tercatat di dunia mungkin adalah kasus Barnes v. Train pada tahun 1974 di Amerika Serikat. 

Meskipun dalam kasus ini sendiri istilah "pelecehan seksual" memang belum digunakan, Paulette Barnes selaku korban, yang saat itu merupakan seorang pegawai yang bekerja untuk Environmental Protection Agency (Badan Perlindungan Lingkungan), harus kehilangan pekerjaannya dikarenakan ia menolak ajakan untuk tidur bersama atasannya. Dan hal tersebut kemudian dikategorikan sebagai situasi quid pro quo yaitu dimana seorang bawahan mengalami kerugian yang nyata sebagai akibat dari penolakan untuk tunduk pada tuntutan seksual atasan.

Apa itu pelecehan seksual?

Istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harassment yang dikatakan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai "imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments". Secara sederhana pelecehan seksual adalah sebuah tindakan yang menjurus ke arah seksual yang tidak diinginkan oleh salah satu pihak, dan atas perbuatan tersebut timbul rasa ketidaknyamanan, intimidasi atau ancaman pada korban.

Pelecehan Seksual Dalam Sistem Hukum Di Indonesia

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia sebenarnya tidak mengenal istilah pelecehan seksual. KUHP hanya mengenal istilah perbuatan cabul sebagaimana diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut, diatur juga mengenai ancaman hukuman pidana yang akan dikenakan bagi para pelaku perbuatan cabul, sebagai contoh sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 289 KUHP :

"Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."

Pembuktian dalam Tindak Pidana Pelecehan Seksual

Pembuktian dalam hal terjadi pelecehan seksual mengikuti ketentuan dalam hukum pidana yang berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan :

Alat bukti yang sah ialah :

keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat;
petunjuk;
keterangan terdakwa.


Namun dalam hal apabila korban mengalami pelecehan seksual secara fisik dapat melengkapi pembuktian dengan Visum et Repertum yaitu surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, untuk dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan.

Mengaku pada definisi di atas, maka Visum et Repertum dapat digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP yang menyatakan :

"surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya."

Penggunaan Visum et Repertum sebagai alat bukti, diatur juga dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang menyatakan :

"Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya."

Namun terdapat satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengajukan Visum et Repertum sebagai alat bukti. Memang tidak ada ketentuan mengenai batas waktu kapan korban harus melakukan visum setelah mengalami pelecehan seksual fisik, akan tetapi, akan lebih baik apabila korban melakukan visum secepatnya setelah ada tindakan pidana agar bukti yang ditinggalkan tidak hilang. Namun prosedur yang perlu diketahui adalah korban perlu melaporkan terlebih dahulu tindak pidana pelecehan seksual (perbuatan cabul) kepada pihak Kepolisian. Setelah Laporan Polisi (LP) dibuat, maka penyidik akan mengeluarkan Surat Permintaan untuk melakukan visum. Setelah surat permintaan dikeluarkan, lalu penyidik akan mendampingi korban dalam pemeriksaan visum.

Bagaimana perlindungan hukum bagi korban pelecehan seksual di Indonesia?

Dan bagi para korban pelecehan seksual secara khusus diatur mengenai perlindungannya dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ("UU PSK").

Pasal 5 UU PSK menyatakan :

" (1) Saksi dan Korban berhak:

a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat penerjemah;
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
g. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
i. dirahasiakan identitasnya;
j. mendapat identitas baru;
k. mendapat tempat kediaman sementara;
l.  mendapat tempat kediaman baru;
m. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; n. mendapat nasihat hukum;
n. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
o. mendapat pendampingan.


(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK.

(3) Selain kepada Saksi dan/atau Korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana."

Pasal 6 UU PSK menyatakan :

"(1) Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, Korban tindak pidana terorisme, Korban tindak pidana perdagangan orang, Korban tindak pidana penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasan seksual, dan Korban penganiayaan berat, selain berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan:

a. bantuan medis; dan
b. bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis.


(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan Keputusan LPSK."

Undang-Undang Tindak Pidana Pelecehan Seksual telah terbentuk

Sebagai isu yang senantiasa menjadi perhatian di mata masyarakat selama bertahun-tahun, pada pertengahan tahun 2022 akhirnya disahkan suatu Undang-undang yang dikhususkan untuk tindakan pelecehan seksual yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pelecehan Seksual ("UU TPKS"). Undang-undang ini merupakan suatu terobosan hukum terutama bagi perempuan dan anak-anak di Indonesia yang berdasarkan Catatan Tahunan Komisi Nasional Perempuan, selama periode tahun 2012 hingga tahun 2021 (10 tahun) menunjukkan setidak-tidaknya terdapat 49.762 laporan kasus kekerasan seksual.[1] Pengesahan UU TPKS ini juga sejalan dengan salah satu isu yang menjadi prioritas dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), yaitu penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.[2]

Undang-undang yang bersifat lex specialis ini diharapkan dapat memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual dari hulu ke hilir yaitu dengan cara mencegah segala bentuk kekerasan seksual; menangani, melindungi, dan memulihkan korban; melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin tidak terulangnya tindakan kekerasan seksual.

Apa yang dapat dilakukan apabila mengalami Pelecehan Seksual?


Menghubungi Orang Yang Dapat Dipercaya

Pertama-tama, hubungilah keluarga terdekat atau kerabat untuk memberitahukan kejadian tersebut. Korban pasti memerlukan dukungan dari orang terpercaya. Karena tidak dipungkiri korban akan merasa sulit untuk menceritakan kembali kejadian pelecehan seksual yang dialami karena hal tersebut menimbulkan perasaan takut, cemas, trauma, dan lainnya.


Meminta Bantuan Hukum

Jika Anda pribadi merasa telah dilecehkan secara seksual, atau Anda mengetahui bahwa ada orang yang Anda kasihi mungkin telah menjadi korban pelecehan seksual, kami menghimbau agar Anda mencari bantuan hukum. Selain dapat segera membuat Laporan Polisi di Kepolisian setempat, Anda dapat segera berkonsultasi dengan pengacara untuk mencari tahu apakah perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Pelecehan Seksual. Kami, Kantor Pengacara Bernard Kaligis sangat bersedia untuk mewakili dan mendampingi Anda. Kami akan dengan senang hati mendengarkan dengan Anda melalui konsultasi hukum yang tentunya bersifat confidential. Untuk lebih detailnya Anda dapat menghubungi kantor kami melalui nomor yang tertera pada website.

Sources :

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6520909/heboh-dikta-diduga-alami-pelecehan-seks-alat-vital-disebut-diremas-fans
https://dbpedia.org/page/Barnes_v._Train
https://www.law.cornell.edu/wex/quid_pro_quo
https://www.csmonitor.com/USA/Society/2011/1114/The-evolution-of-sexual-harassment-awareness/The-rise-of-sexual-harassment-lawsuits
https://damorelaw.com/what-are-the-different-types-of-sexual-harassment/
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-pidana-pasal-pelecehan-seksual-dan-pembuktiannya-cl3746
https://www.hukumonline.com/klinik/a/visum-et-repertum-lt4ba0ef5c14bbc
https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-peringatan-kampanye-internasional-hari-16-anti-kekerasan-terhadap-perempuan-25-november-10-desember-2022
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4015/uu-tpks-wujud-kehadiran-negara-lindungi-korban-kekerasan-seksual

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun