Mohon tunggu...
Bernard Kaligis and Associates
Bernard Kaligis and Associates Mohon Tunggu... Pengacara - Bernard Kaligis and Associates

It's started with a service

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polisi Melarang Kuasa Hukum Mendampingi Terlapor Apakah Termasuk sebagai Tindakan Obstruction of Justice?

31 Agustus 2022   11:55 Diperbarui: 31 Agustus 2022   12:01 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berkaca dari kasus yang sedang menjadi sorotan saat ini yaitu “Kasus Sambo”, di mana telah terenggutnya nyawa seorang aparat kepolisian yang dilakukan di kediaman Ferdy Sambo, dan dalam kasus tersebut telah banyak terjadi rekayasa yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian yang bertujuan untuk menutup-nutupi kebenaran yang terjadi, sehingga muncul istilah perbuatan “obstruction of justice”. Lantas, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan "obstruction of justice"? 

Dalam Black’s Law Dictionary, obstruction of justice adalah segala bentuk intervensi kepada seluruh proses hukum dan keadilan dari awal hingga proses itu selesai dengan tujuan untuk mengaburkan fakta yang seharusnya dapat diperoleh. Obstruction of justice sendiri berasal dari sistem hukum Anglo Saxon, yang diterjemahkan dalam hukum pidana Indonesia sebagai “tindak pidana menghalangi proses hukum”. Adapun proses hukum yang dihalang-halangi dalam pembahasan kali ini dalam rangkaian proses pemeriksaan yang dilakukan oleh instansi kepolisian, seperti proses penyelidikan dan penyidikan, hingga proses pemeriksaan di muka pengadilan.

Shinta Agustina juga berpendapat: “For prosecutors, the crime of obstruction of justice is an offense that is relatively easy to prove. This is in part because the statute does not require an actual obstruction. Under the omnibus clause of §1503, obstruction of justice merely requires an “endeavor” to obstruct of justice”.  

Pada keterangan tersebut, maka tindakan “obstruction of justice” selain ditinjau dari perbuatannya yang telah memuat adanya kesalahan dari pelaku yang telah memuat adanya kesalahan dari si pelaku yang harus dianggap sebagai kesengajaan sebagai maksud, serta perbuatan tersebut secara nyata telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka terhadap perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana/ tindak pidana.  (Shinta Agustina, 2015)

Adapun payung hukum mengenai perbuatan obstruction of justice di Indonesia tertuang dalam:

a. Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):  

“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :

1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;

2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian. 

(2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.”

b. Pasal 223 KUHP :

“Barang siapa dengan sengaja melepaskan atau memberi pertolongan ketika meloloskan diri kepada orang yang ditahan atas perintah penguasa umum, atas putusan atau ketetapan hakim, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.” 

c. Pasal 55 KUHP :  

“(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.” 

d. Pasal 56 KUHP : 

"Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 

1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 

2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan”

e. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:  

"Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.”

Bahwa tindakan obstruction of justice juga erat kaitannya dengan proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian karena Polisi dalam rangka untuk menemukan kepastian hukum atas Laporan Pidana yang ditanganinya, membutuhkan bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan jika Laporan Pidana yang diterima memenuhi unsur-unsur pidana sehingga dapat meningkatkan status Laporan Pidana masuk ke Penyelidikan, hingga masuk ke tahap Penyidikan, di mana Penyidik meyakini adanya pelanggaran secara Pidana terhadap orang atau pihak yang dituduh melakukan kejahatan tersebut.  

Namun tak jarang dalam proses Penyidikan, ada halangan yang terjadi dalam proses tersebut. Dari tingkat kesulitan dalam mendalami perkara tersebut, hingga ada “oknum-oknum” yang berupaya untuk menggagalkan proses penanganan perkara tersebut. Bahkan dalam “Kasus Sambo” justru Polisi sendiri yang berusaha menutupi fakta hukum yang sebenarnya terjadi dan tindakan inilah yang disebut sebagai obstruction of Justice.

Bahwa dalam Sidang Pra Peradilan yang diajukan oleh Kantor Pengacara Bernard Kaligis baru-baru ini juga terungkap fakta hukum jika terdapat dugaan tindakan obstruction of justice yang dilakukan oleh “Oknum” Polisi pada saat penggeledahan dan penyitaan di kediaman Terlapor.  

 Perbuatan obstruction of justice tersebut dialami saat mewakili Terlapor dalam proses penyelidikan dan penyidikan, dimana hak Terlapor yang dibela oleh Kantor Pengacara Bernard Kaligis ditindas oleh “Oknum” Polisi yang tidak memperbolehkan Terlapor didampingi oleh Kuasa Hukumnya pada saat Polisi melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan. 

Padahal sesuai dengan ketentuan Pasal 54 dan 55 KUHAP, baik Terlapor maupun Tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum berupa pendampingan oleh penasihat hukum dalam setiap tahapan pemeriksaan, termasuk saat dilakukan pengecekan TKP, rekonstruksi, penggeledahan, maupun penyitaan. 

Bahwa pada saat itu, “Oknum” Polisi malah menuduh Penasihat Hukum Terlapor yang hendak mendampingi Terlapor melakukan tindakan yang “menghalang-halangi penyidikan”. “Oknum” Polisi juga tidak mengindahkannya keberatan yang dinyatakan oleh Penasihat Hukum Terlapor saat memaksa ingin mendampingi Kliennya dan tetap tidak memperbolehkan Terlapor didampingi Kuasa Hukum karena permintaan Kuasa Hukum Pelapor. 

Adapun tujuan dari pendampingan oleh Penasihat Hukum adalah semata-mata agar proses cek TKP dan rekonstruksi dapat diketahui secara transparan dan objektif untuk memberikan kepastian hukum bagi Klien. 

Akibat tidak didampinginya Terlapor oleh Kuasa Hukum, akhirnya “Oknum” Polisi dengan tanpa pengawasan, menyita “barang bukti” yang patut diduga merupakan hasil rekayasa dan sebenarnya tidak ada kaitannya dengan perkara tersebut. Dengan kata lain, “Oknum” Polisi telah memalsukan fakta dalam perkara yang ditanganinya dan menciderai hak Terlapor.

Bahwa tindakan pelarangan Terlapor untuk didampingi oleh Kuasa Hukumnya pada tahap pemeriksaan, yang dilakukan oleh “Oknum” Polisi dengan tanpa dasar yang jelas, telah melanggar ketentuan KUHAP dan patut diduga merupakan salah satu bentuk upaya obstruction of justice. Bahwa pelarangan tersebut dilakukan agar “Oknum” Polisi dengan leluasa dan tanpa pengawasan dapat merekayasa “barang bukti” palsu demi memenuhi permintaan Pelapor. Terlebih lagi karena tindakan penggeledahan dan penyitaan hanya dihadiri oleh Pelapor, Terlapor dan “Oknum” Polisi tanpa disaksikan oleh Ketua RT/RW maupun warga sekitar.  

Tindakan kesewenang-wenangan “Oknum” Polisi ini juga merupakan bentuk obstruction of justice yang dilakukan semata-mata untuk menutupi fakta hukum yang sebenarnya terjadi dan merupakan perbuatan pidana yang dapat dijerat dengan hukuman penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun