Mohon tunggu...
Bernardine Agatha
Bernardine Agatha Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar kehidupan

Belajar untuk kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka dalam Mengabdi dan Berkarya bagi Bangsa

18 Agustus 2020   11:00 Diperbarui: 18 Agustus 2020   11:07 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

17 Agustus 2020. Hari ini kita merayakan 75 tahun Indonesia merdeka dan memperingati hari lahir Negara Republik Indonesia. Meskipun masih berada di tengah situasi pandemi Covid-19, kita bersyukur dapat mengikuti upacara Hari Kemerdekaan Indonesia dengan khidmat yang disiarkan melalui ruang virtual maupun siaran langsung televisi dan berbagai sarana lainnya. Kita patut berterima kasih atas perkembangan teknologi yang semakin memudahkan kita untuk tetap saling terhubung dan terkoneksi satu sama lain.

Merdeka adalah suatu keadaan yang bebas (Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring). Kita bisa memaknai ke-merdeka-an dan kebebasan tersebut dari dua sudut pandang: merdeka dari atau merdeka untuk. Dengan 75 tahun Indonesia merdeka, kita telah diberikan ruang gerak untuk berkarya. Inilah yang disebut sebagai kebebasan sosial.

Kebebasan ruang gerak ini menjadi prasyarat dari kebebasan untuk berkarya, yang merupakan kebebasan eksistensial kita sebagai manusia (rujukan bacaan: Franz Magnis-Suseno dalam buku karyanya yang berjudul Etika Dasar).

Dengan adanya ruang gerak itu, kita memiliki kebebasan untuk memilih bagaimana berkarya untuk bangsa. Ada banyak sekali pilihan dan cara untuk mengabdi dan berkarya bagi Indonesia tercinta. 

Indonesia membutuhkan kita: Sebagai seorang mahasiswa; sebagai seorang pembelajar; sebagai civitas academica; sebagai peneliti; sebagai pengajar; sebagai seorang vlogger; sebagai influencer; sebagai pemain band; sebagai penulis; sebagai aktivis organisasi; sebagai jurnalis; sebagai fotografer; sebagai pengusaha makanan online; sebagai barista; sebagai pemilik kedai kopi; bahkan sebagai diri kita sendiri, pribadi manusia yang unik dan punya kekhasan masing-masing.

Indonesia membutuhkan kita melalui karya-karya kita dan niat-niat baik kita. Maka, mari menghidupi karya-karya kita itu dengan penuh semangat. Sebab, setiap hal yang kita tekuni dalam hidup senantiasa bermakna. Mari senantiasa berkolaborasi bersama dalam karya-karya kita.

Sebagai bangsa Indonesia dan sebagai generasi muda, kita dibutuhkan melalui kreativitas dan karya-karya kita sebagai orang muda. Maka, mari berkarya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai bidang panggilan kita masing-masing yang kita tekuni.

Di bidang game technology, kesehatan, teknologi pangan, literasi, pendidikan, spiritual, hukum, psikologi, sosiologi, akuntansi, olahraga, seni, dan setiap bidang-bidang yang kita tekuni.

Kita dipanggil untuk turut berkarya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui bidang yang kita tekuni dan berkarya melalui panggilan kita masing-masing. Sebagai mahasiswa dan menjadi seorang pembelajar artinya adalah menyiapkan diri melalui usaha yang tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar mendalami bidang panggilan kita masing-masing.

Pengolahan pemikiran yang kritis, kepekaan menyadari perubahan zaman, kepedulian terhadap sesama dan alam, logika berpikir dan berbahasa, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan ketangguhan untuk mewujudkan kesemuanya itu senantiasa dilatih dan diasah. 

Dalam konteks kehidupan mahasiswa dan sebagai bagian dari masyarakat akademik, kita mengenal nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi: Penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Ketiga nilai tersebut saling berkesinambungan dan mampu menuntun jalan karya kita untuk menjadi semakin bermakna bagi sesama.

Nilai-nilai yang Hidup dalam Karya dan Rutinitas

Dunia kita senantiasa berubah dan bergerak secara dinamis. Perubahan dan pergerakan dunia itu senantiasa kita rasakan dalam kehidupan kita. Itu artinya, kita pun dituntut untuk senantiasa bergerak sebab hal-hal baru senantiasa dibutuhkan sebagai  upaya beradaptasi dalam perubahan tersebut.

Di sisi lain, kita adalah manusia. Kita ingin hidup dan bergerak dengan kerinduan mendasar seorang manusia, yakni untuk menjadi bermakna. Kita tidak ingin hidup berlalu begitu saja tanpa makna. Sebagai bangsa Indonesia, kita memiliki nilai-nilai yang sangat kaya dan berharga yang mampu menuntun kita pada kebermaknaan hidup.

Namun di tengah kesibukan dan rutinitas, mungkin seringkali kita merasa hampa dalam menjalankan dan melakukan karya hidup sehari-hari. Terlebih ketika menghadapi tantangan, nilai-nilai itu terasa jauh dari pekerjaan-pekerjaan yang kita hidupi.

Namun, kita tetap bersyukur. Sebab, para pencipta lagu telah membantu kita untuk kembali mengingat nilai-nilai itu dengan cara yang mudah dipahami dan dekat dalam kehidupan sehari-hari. Apabila diresapi, setiap makna dari tiap kata dan kalimatnya terasa masih sangat relevan dengan keadaan dan perkembangan zaman saat ini.

“Hari-hari terus berlalu, tiada pernah berhenti. Seribu rintang, jalan berliku, bukan suatu penghalang. Hadapilah segala tantangan, mohon petunjuk yang kuasa. Ciptakanlah kerukunan bangsa. Kobarkanlah dalam dada, semangat jiwa Pancasila. Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan mulia adanya. Bergandengan tangan, satu dalam cita. Demi masa depan, Indonesia jaya.” 

Lirik dari lagu “Indonesia Jaya” karya Chaken M. mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan karya itu, kita senantiasa butuh untuk berkolaborasi bersama-sama. Setiap kali kita merasa ragu untuk memulai atau melanjutkan karya, ingatlah bahwa kita tidak sendiri.

Kita berkarya bersama untuk Indonesia. Maka, mari kita dengan mantap melanjutkan karya dan niat baik itu, seberapapun sederhana karya itu. Setiap karya adalah perjuangan, di mana kita membawa diri kita sutuhnya dalam karya-karya yang kita doakan.

Doa itu secara tulus dan lugas tersampaikan dalam ucapan, “Padamu negeri, kami berjanji. Padamu negeri, kami berbakti. Padamu negeri, kami mengabdi. Bagimu negeri, jiwa raga kami” (dari lagu “Padamu Negeri” karya Kusbini). Dengan diilhami oleh semangat yang sama, kita berani menyerukan bahwa, “Kita tetap setia, tetap sedia mempertahankan Indonesia.

Kita tetap setia, tetap sedia, membela negara kita”  yang merupakan sepenggal kalimat dari lagu “Hari Merdeka” karya Husein Mutahar. Dengan dibalut dan diliputi oleh semangat yang sama, kita berusaha mewujudkan cita-cita itu dalam bentuk karya sesuai dengan bidang kita masing-masing dan sesuai dengan perkembangan zaman di masa kini.

Senantiasa Mengusahakan ke Arah Cita-Cita Bangsa Indonesia 

Kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia patut berbangga. Negara kita tercinta, Indonesia, berdiri di atas dasar yang kokoh dan kuat. Kita memiliki Pancasila sebagai landasan dan dasar negara.

Setiap karya yang kita hidupi seyogyanya searah dengan nafas Pancasila: (1) Ketuhanan yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai generasi muda bangsa Indonesia, kita pun punya cita-cita yang masih harus diperjuangkan untuk diwujudkan di tengah perubahan zaman yang dinamis.

Cita-cita bersama itu tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menerangkan arah tujuan Indonesia merdeka: yang (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai itu bukanlah sesuatu yang jauh dari kita. Justru sebaliknya, nilai-nilai itu hadir dan ada dalam keseharian pekerjaan kita, karena pertama-tama nilai-nilai itu lahir dari jati diri bangsa Indonesia. Yang perlu kita renungkan dan refleksikan adalah: Bagaimana kita dapat mewujudkannya dalam hidup sehari-hari kita?

Jika kita mengamini setiap nilai-nilai luhur Pancasila dalam setiap langkah dan karya dalam hidup sehari-hari kita, nilai-nilai itu akan tumbuh dengan rindang, menanungi hati kita, dan membantu kita untuk menyadari kebermaknaan hidup kita. Kecintaan itu diwujudkan melalui niat baik, pemikiran, perbuatan, dan perkataan.

Merdeka adalah Berjuang

Merdeka artinya berjuang. Tidak akan ada kata merdeka tanpa perjuangan. Pun demikian kita sebagai generasi muda saat ini. Saya selalu diingatkan pada suatu nilai kehidupan yang disampaikan oleh orang-orang di sekitar saya: There is no free lunch. Tidak ada makan siang gratis. 

Setiap derap langkah kecil perubahan yang kita buat adalah perjuangan. Baik yang dihadirkan melalui pemikiran-pemikiran, pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian, literasi, pengembangan teknologi, edukasi, pengembangan spiritual dan jiwa manusia, tatanan sosial, usaha dan upaya-upaya untuk mencintai alam, dan segala bentuk berbagai macamnya. 

Indonesia membutuhkan setiap karya-karya kita di pelbagai bidang kehidupan itu. Setiap karya adalah sebuah perjuangan. Sebab dalam setiap karya itu, diperlukan usaha-usaha yang sungguh penuh dan tulus untuk mewujudkannya.

Demikian pula dalam usaha penelitian, pun tak mudah. Senantiasa tekun dalam usaha mencari kebenaran dengan menggunakan metode dan cara-cara yang tepat, memahami permasalahan melalui pendalaman dan pengayaan literasi informasi, mengumpulkan data-data, melakukan pengujian terhadap hipotesis, menganalisis secara tepat, dan mengkomunikasikannya untuk kesejahteraan hidup bersama. Meskipun keadaannya tidak mudah, marilah tetap mencintai dan mengusahakan yang terbaik.

Seorang pahlawan nasional, Mgr. Albertus Soegijapranata, menyampaikan pesan kepada kita bahwa, “Bakat pemberian Allah jangan hanya kau sembunyikan, persembahkanlah seluruhnya pada nusa, bangsa, dan negara”.

Semangat itu secara ringkas terangkum dalam kalimat “Talenta pro patria et humanitate”. Maka, mari kita persembahkan bakat dan kemampuan yang kita miliki untuk bangsa Indonesia dan kemanusiaan.

Artikel ini ditulis oleh: Bernardine Agatha Adi Konstantia.

Bacaan Rujukan:
Magnis-Suseno, Franz. 1987. Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. (perhatian khusus pada halaman 33-34).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun