Ketika masuk ke wilayah desa Bena, waktu seperti membawa saya kembali ke jaman dimana belum ada kata modern. Pohon bambu di sekitar situ amat besar dan subur. Bunyi daun daun bambu yang terkena angin memecah kesunyian di desa Bena. Pemandangan yang menakjubkan langsung terhampar di depan mata. Rumah adat dari kayu beratap serat ijuk berjejer dan ditengah tengah ada hamparan batu berupa kuburan, meja batu dan batu batu besar lainnya seperti yang diceritakan di sejarah peninggalan zaman Megalithikum. Semua masih terjaga keasliannya.
Banyak hal yang menarik perhatian saya di desa Bena. Ibu yang duduk di teras rumah sambil menenun kain, seorang nenek tua yang amat merah bibirnya sedang mengunyah sirih, anak-anak yang bermain bola dengan muka dan badan berlumur tanah, seorang bapak tua yang menjaga tokonya, tanduk kerbau yang digantung di tiang rumah, hiasan atap rumah yang berbentuk manusia, dan banyak hal unik lainnya. Semua mempesona.
Â
                   desa Bena yang sederhana dengan bentuk yang seperti separuh perahu
Â
Rumah dengan hiasanboneka laki laki merupakan simbol bahwa rumah tersebut adalah milik dari keluarga garis laki - laki penduduk asli desa  ini, yaitu Suku Ngada
Â
Rumah yang atapnya dihiasi rumah - rumahan kecil merupakan simbol bahwa rumah tersebut milik dari keluarga garis perempuan
Â