Mohon tunggu...
Lia Aini
Lia Aini Mohon Tunggu... Dosen - Politeknik Pertanian dan Peternakan Mapena

Pertanian dan Peternakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Virus PMK Gilas Peternak Lokal, Nasib dan Keberlanjutan Ketahanan Pangan Hewani Dipertaruhkan

20 Juni 2022   22:36 Diperbarui: 20 Juni 2022   22:40 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PMK. Artikel ini hanya pendapat pribadi profesi yang mengusik sanubari. Penyakit Mulut dan Kuku saat ini seperti serangan fajar. Terutama pada peternak lokal dizona merah. Getir perih peternak yang ternaknya terinfeksi PMK sangat dirasakan. Ternak mereka sakit akibat penyakit ini. Produksi susu turun drastis hingga habis. Tidak mengenal waktu, mereka rela berlama-lama dikandang demi merawat ternak yang sakit. Merekapun rela mengantri pengobatan dari dokter hewan ataupun paramedik veteriner setempat. Sambil menunggu obat datang, mereka telaten menyuapi sapi-sapi yang tidak mau makan, merawat kuku-kuku yang mulai luka hingga ada beberapa yang sudah lepas, merawat luka mulut dan hidung, terus-menerus melakukan sanitasi dan desinfeksi kandang setiap pagi, siang dan sore hari. Aktifitas-aktifitas tersebut sudah menjadi kebiasaan seolah-olah seperti meminum obat pahit yang harus rutin dikonsumsi agar kondisi lekas membaik.

Di lain sisi, isak tangis pecah dari peternak yang melihat ternak mereka mati sia-sia. Ditangisi seperti mengiringi keluarga yang tiada. Menyumpahi diri mengapa nasib buruk datang bertubi-tubi melihat ternak-ternak mereka sekarat mengantri mati, mati percuma ataupun potong paksa. Padahal beberapa dari mereka hanya memiliki ternak itu saja sebagai asset satu-satunya, harapan dari peternak rakyat untuk menyambung hidup, syukur alhamdulillah kalau bisa untuk tabungan haji. Sungguh memilukan. Kondisi pelik membuat mind site peternak sama persis, bagaimana kalau sapi-sapiku yang sakit ini aku jual ke blantik? Biarlah jual rugi dari pada mati kaku sendiri. Akan tetapi satu frekuensi pemahaman ini menemui jalan buntu. Sampai di blantik, mereka melihat sendiri disana sudah banyak sapi dengan kondisi yang sama yang sudah dibeli dari peternak-peternak untuk antri disembelih. Blantik menolak dengan alasan Sudah penuh. Tidak masalah jika nanti daging hasil potongan ternak tersebut habis terjual, lha kalau tidak? Bagaimana? Kami tidak punya tempat atau fresher untuk menyimpan daging-daging sebanyak ini??

Sub-sektor peternakan khususnya sapi, kambing domba bahkan babi perlahan mulai lumpuh. Pasar hewan ditutup, lalu lintas perdagangan ternak dibatasi, bahkan beberapa daerah ditutup. Peternak wilayah zona merah menjerit. Ternak mereka setiap hari mati, dari satu ekor kemudian bertambah hingga puluhan. Keterbatasan jumlah petugas medik veteriner dan obat-obatan mengakibatkan kondisi jumlah kematian yang lebih parah. Pemerintah berpendapat, mereka sudah siap siaga dan membuat strategi jitu baik pusat hingga ke daerah-daerah untuk menangani kasus ini. Rapat koordinasi dilakukan berhari-hari. Konferensi press wira-wiri dalam jaringan dengan tujuan menghimbau, mengarahkan satu suara sekaligus menenangkan peternak. Mereka bilang, sudah menggerakkan berbagai sektor pemerintahan seperti TNI, POLRI, Pemerintah Desa sebagai upaya menekan, mencegah penularan PMK sudah dilakukan dan sedang dalam proses. Pembatasan lalulintas ternak diberbagai pintu wilayah provinsi dan kabupaten dilakukan, penutupan pasar hewan, instruksi pengobatan dan pembuatan SOP perawatan ternak sakit, penerjunan tim relawan, pembentukan satgas dari berbagai kota, pemberian vaksin PMK serta Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) terus dilakukan. Akan tetapi kuasa manusia hanya sebatas usaha dan ikhtiar, kenyataan tidak seperti diharapkan.

Sampai saat ini (20/06/2022) data dari sigappmk sangat fantastis, 19 Provinsi dengan total 206 Kabupaten tertular PMK. Jumlah keseluruhan ternak yang terinfeksi sejumlah 141.342 ekor dengan jumlah potong bersyarat 1.888 ekor dan ternak mati sejumlah 1.222 ekor. Data tersebut bertambah dari pekan sebelumnya dan pasti kedepan akan meningkat karena potensi virus PMK yang sangat mudah menginfeksi ternak kuku belah. Sampai hari ini, peternak menunggu kebijakan yang praktis dan solutif, karena dipandang kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah hanya efektif dan berfokus pada peternakan skala besar atau peternakan pembibitan. Disamping kegiatan pencegahan dan pengobatan yang dilakukan pemerintah pusat, seharusnya pemerintah juga harus menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas produksi ternak yang mana hal tersebut berhubungan erat dengan nasib para peternak, terutama peternak lokal yang hanya memiliki ternak satu hingga tiga ekor saja. Jika belajar dari negara luar yang pernah terkena kasus PMK, pemerintah tersebut berani mengeluarkan kebijakan dengan membeli ternak yang terinfeksi PMK dan kemudian di stamping out sesuai SOP pusat dengan harapan pemutusan total penyebaran PMK.

Lalu bagaimana pemerintah kita? Akankah berani mengambil kebijakan tersebut? Ataukah mereka memikirkan kebijakan lain yang akan menjadi jalan keluar terbaik? Seperti apa kebijakan tersebut? Kita terus menunggu. Bagaikan lari dari kenyataan pahit yang tidak mungkin kita hindari. Pemerintah harus bisa memandang konsep solusi secara luas serta menyeluruh pada semua sektor. Jika PMK dibiarkan pasti peternak rugi total dan akan berdampak besar pada stabilitas ekonomi global, jika dilakukan pencegahan dan pengobatan saja akan sampai kapan hal tersebut dilakukan? Berapa banyak biaya yang harus disiapkan? Padahal jika ternak itu sembuh, bisa dikatakan ternak tersebut menjadi pembawa (carrier) yang sewaktu-waktu bisa menularkan virus atau menyebabkan reinfeksi. Vaksinasipun bukan satu-satunya jawaban pasti, karena mempersempit gerak eksport hasil ternak seperti daging, susu dan olahannya. Beberapa negara maju mensyaratkan eksport daging dan olahan dengan syarat bebas PMK dan bebas dari vaksin PMK. Bayangkan dampak ekonominya? Pabrik tutup, karyawan PHK, pengangguran bertambah.

 

Jika memang pemerintah tidak sanggup membeli ternak yang sakit atau menggantirugi ternak yang mati, maka pemerintah harus mengambil kebijakan lain. Bisa jadi, penyediaan cold storage untuk hasil ternak dari ternak-ternak yang sudah tidak ada harapan sembuh yang harus dilakukan potong paksa, pembuatan program asuransi ternak dengan beberapa hal keuntungan dapat diperoleh peternak, program pelatihan pengolahan daging dan susu secara masal dimana nanti pemerintah membantu dalam hal penyimpanan produk dan pemasaran produk atau program lainnya yang terus mendukung perputaran produksi ternak Nasional khususnya penyediaan daging dan susu. Agar ternak yang terinfeksi parah tidak hanya menunggu mati percuma atau dipotong paksa dan digantung nasibnya. Agar peternak kita masih memiliki harapan dan semangat untuk tetap berternak, melakukan budi daya ternak, memproduksi ternak demi keberlanjutan ketahanan pangan hewani Nasional. -LNA-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun