Pada masa jayanya (1985 sampai 1998) Bumi Dipasena pernah menghasilkan 2.000 ton udang per bulan dan mengekspor 20 ribu ton udang per tahun. Di sini ada lebih dari 10.000 petambak yang  produktif dan hidup bersama minimal 30.000 keluarga mereka.Â
Mereka mendapatkan lahan masing-masing minimal 1 hektar per orang, bibit, pakan, dan bermitra dengan PT Dipasena melalui kemitraan yang Aristides Katoppo katakan menguntungkan. Bentuk kemitraan ini memungkinkan masyarakat untuk memiliki lahan mereka setelah masa kredit berakhir.Â
Sayangnya, langkah Bumi Dipasena sempat terhenti saat perusahaan ini tertarik ke pusaran masalah penyelesaian utang BLBI yang berbuntut panjang. Di tahun 2018, masalah penyelesaian utang belum juga usai bahkan kini ikut pula menarik Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala BPPN.Â
Kawasan pertambakan Bumi Dipasena mencakup daerah tambak seluas 24 ribu hektar di kecamatan Rawajitu Timur Kabupaten Tulang Bawang. Pertambakan ini memiliki jaringan kanal sepanjang 1.300 km, pembangkit listrik 200 MW, fasilitas pendukung seperti pabrik pakan, 180 kolam penelitian, hatchery benih udang, serta kota mandiri berpenduduk lebih dari seratus ribu jiwa.
Bumi Dipasena adalah salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan. Berkelanjutan, sebab mengandalkan sumber daya alam yang sustainable sambil mengembangkan ekonomi masyarakat.Â
Butuh pandangan visioner untuk menjadi pengusaha yang berani menginvestasikan daya dan upaya membangun daerah tengah hutan seluas 98 ribu hektar ini.Â
Hasil produksi Bumi Dipasena yang bermutu tinggi disukai dan di ekspor ke negara-negara seperti Jepang dan Amerika Serikat sehingga pertambakan ini mampu menghasilkan devisa sekitar 300 juta dolar AS per tahun. Angka yang sangat besar, bukan? Bumi Dipasena punya potensi yang teramat sayang untuk disia-siakan.Â
Pertambakan ini adalah emas bukan sekadar kolam kosong dan air. Kita perlu mendorong pemerintah untuk menjadikan Bumi Dipasena sebagai salah satu program strategis nasional (PSN). Mengingat, kita memerlukan segala lini yang bisa kita maksimalkan untuk membangun Indonesia.
--
** Penulis adalah pengamat media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H