"Di mana logikanya kalau BPK sendiri tidak berpegang pada norma UU?" ujar saksi ahli I Gde Pantja Astawa, Guru Besar Universitas Padjadjaran, yang juga merupakan anggota Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK.
Di muka sidang, terdakwa SAT, penasehat hukumnya, dan saksi-saksi saksi ahli menguji keabsahan audit 2017. Kesimpulannya, audit ini dinilai tidak berimbang, dilakukan secara sepihak, tidak objektif, menyalahi ketentuan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) bahkan UU BPK sendiri. Belum lagi, audit 2017 ini dianggap tidak independen juga tidak konsisten terhadap audit-audit sebelumnya.Â
Dalam Gatra, I Gde Pantja Astawa menyatakan penolakannya. "(Kita) harus berani menyatakan audit BPK 2017 itu batal demi hukum." Penolakan dan keraguan dari ketiga ahli, Andi Hamzah, I Gde Pantja Astawa, dan Eva Achjani Zulfapada keabsahan audit BPK 2017 tersebut bisa kita simpulkan dalam dua pertanyaan besar.Â
Pertama, kalau tidak ada motif yang ditemukan melatari tindakan Syafruddin Temenggung, apa elemen actus reus dalam perkara ini? Dan yang kedua, kalau unsur tindakan pidana tidak bisa dibuktikan oleh audit BPK tahun 2017, di mana letak tindak pidana yang dilakukan Syafruffin Temenggung?Â
Lalu, setelah puluhan saksi dihadirkan, mengapa kedua pertanyaan besar ini tidak juga terjawab?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H