Zakat merupakan pilar ketiga dari lima pilar utama dalam agama Islam, meliputi aspek spiritual serta sosial-ekonomi. Dalam Islam, zakat seharusnya tidak diindahkan hanya sebagai terkualifikasi atas ibadah individual, melainkan juga sebagai alat kebutuhan yang mampu menunjang publik yang lain, yang bisa saja merangsang kesejahteraan. Ditambah upaya zakat dalam pendekatan ketidakadilan sosial juga berjasa dalam konteks diskur publik ekonomi kontemporer, terutama di negara Islam mayoritas.
Dalam konteks keuangan publik Islam, zakat memiliki posisi khusus karena merupakan satu kewajiban yang secara hukum merupakan tagihan bagi setiap individu Muslim yang telah memenuhi nishab (apapun itu). Dana zakat berasal dari individu mampu untuk didistribusikan masyarakat miskin atau mazkur, baik itu seorang yang banyak lebih unggul, dan ini selaras dengan delapan kategori yang diuraikan dalam Al-Qur'an (QS. At-Taubah: 60). Redistributive prinsip ini sesuai dengan orientasi utama Syariah bahwa sosial justice dan kemakmuran mereka yang duduk di dalamnya menjadi sebuah prioritas. Dari segi keuangan publik, zakat adalah semacam "pajak" agama. Berbeda dengan pajak yang disetor kepada pemerintah, zakat memiliki maksud spiritual, yaitu mendorong seseorang menuruti diri terhadap keyakinan agama. Tetapi untuk dapat mendorong zakat sebagai alat keuangan publik, perlu adanya suatu institusi yang akan mengotomatisasi dan mendistribusikan dana zakat ini dengan efisien serta transparan.
Maka masalah besar muncul diberbagai wilayah Islam seperti ketimpangan sosial dan ekonomi. Macam-macam laporan dari institusi internasional menggambarkankan bahwa negara-negara Islam sering memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan dekadensi sosial juga. Pada hal ini, yaitu antara lain fungsinya sebagai “pengubah”. Zakat bisa bertindak sebagai sumber pendanaan yang bersifat social investment service, pendidikan. Dengan alat ini, keterampilan diberikan kepada orang-orang yang buta huruf. Tahun lalu, potensi zakat yang dihimpun di Indonesia sebenarnya mencapai ratusan triliun rupiah, namun realisasinya belum semulus yang diperkirakan.
Zakat, di sisi lain, berperan penting dalam memperkuat jaring pengaman sosial. Dalam situasi darurat sosial atau masa resesi ekonomi, zakat dapat digunakan untuk memberikan santunan kepada korban bencana maupun menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang menganggur. Dengan demikian, zakat memiliki posisi yang strategis dalam mendukung kesejahteraan sosial.
Meskipun memiliki potensi besar, pengumpulan zakat sebagai bantuan sosial masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran dan kepatuhan sebagian umat Muslim yang sebenarnya mampu, tetapi tidak membayar zakat secara rutin setiap tahun. Hal ini terjadi karena pemahaman tentang kewajiban zakat masih kurang, atau proses pembayaran zakat dianggap rumit.
Di beberapa negara, pengelolaan zakat juga masih menghadapi masalah, terutama terkait kelemahan administrasi dan efisiensi penyaluran. Sistem tradisional yang digunakan seringkali menghambat optimalisasi pengumpulan dan pendistribusian dana zakat. Selain itu, regulasi yang mengatur zakat belum sepenuhnya mendukung pengelolaan yang profesional dan terpadu dengan sistem keuangan modern. Untuk memaksimalkan potensi zakat, diperlukan reformasi administratif dan sistem manajemen yang lebih efisien serta terintegrasi.
Untuk mendorong inovasi dalam mengatasi tantangan tersebut, langkah-langkah strategis perlu diambil agar peran Islam dalam pengelolaan zakat menjadi lebih efektif. Selain memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai, penting untuk memperkuat sistem pengawasan zakat. Hal ini harus disertai dengan upaya berkelanjutan dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat.
Sebagaimana dilakukan di banyak negara lain, peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan secara efisien melalui kampanye edukasi publik. Kampanye ini bertujuan untuk mengajak masyarakat berkontribusi secara aktif demi memperkuat nilai kemasyarakatan dan kolektivitas. Selain itu, teknologi digital harus dimanfaatkan sebagai platform pemasaran, seperti melalui media sosial dan aplikasi mobile, untuk menjangkau generasi muda secara lebih efektif.
Pengembangan layanan zakat juga menjadi salah satu langkah penting yang harus ditempuh. Ini termasuk meningkatkan kemampuan manajemen lembaga pengelola zakat dalam mengumpulkan, mendistribusikan, dan melaporkan dana zakat. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip terbaik yang telah diadopsi oleh negara-negara lain, sehingga lembaga tersebut dapat beroperasi lebih profesional dan transparan.
Penggunaan teknologi informasi, termasuk sistem manajemen berbasis blockchain, merupakan langkah teknis yang efisien dalam mengelola dan memanfaatkan dana zakat. Implementasi teknologi ini dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pengelolaan zakat. Selain itu, kolaborasi dengan pemerintah menjadi sangat penting. Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan zakat ke dalam sistem keuangan publik, sehingga dapat dikelola lebih profesional dan berdampak luas.
Namun, dalam proses ini, perlu dipastikan bahwa nilai-nilai sosial dan semangat kolektivitas tidak tergerus oleh kepentingan bisnis semata. Mekanisme pengumpulan dan pengolahan zakat juga harus disesuaikan agar mampu meningkatkan daya tarik dan kepercayaan masyarakat, termasuk di wilayah permukiman yang membutuhkan perhatian khusus. Lembaga pengelola zakat resmi harus diberdayakan sepenuhnya, baik dari segi keuangan, regulasi, maupun pengawasan. Dengan penguatan lembaga ini, sistem pengelolaan zakat dapat berjalan lebih efektif dan memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam hal publikasi keuangan, zakat adalah model yang sebanding dengan redistribusi yang digunakan oleh negara-negara maju, pajak progresif dan program kesejahteraan sosial.
Di negara-negara maju antara lain perpajakan yang adil melalui distribusi, dengan demikian pemerintah dapat menerima kembali dari siapa kemakmuran itu berlebih bijak, kemudian memberikan kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan, beasiswa, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Namun, zakat jauh lebih unik daripada program-program yang layanan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip kerohanian dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini terjadi karena, di satu sisi, agama mengandalkan partisipasi sukarela dalam sistem zakat yang bersifat keagamaan. Di sisi lain, negara maju menerapkan pajak dengan hukum yang mengikat secara menyeluruh, menegakkan partisipasi masyarakat secara wajib.
Kombinasi pendekatan spiritual melalui zakat dan implementasi kebijakan yang bersifat mengikat dapat menjadikan zakat sebagai model distribusi yang efektif dalam mengatasi ketidakadilan sosial. Dengan sinergi antara nilai keagamaan dan kebijakan publik, zakat memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan keadilan sosial.
Zakat memiliki potensi besar untuk menjadi instrumen keuangan Islam publik yang effective transformasi sosial. Namun untuk mewujudkan potensi-potensi itu dibutuhkan usaha yang terpadu dan sistematik meningkatkan kesadaran masyarakat, memprofesionalkan distribusi dan pengelolaan zakat, serta kerjasama yang luas dengan pemerintah. Melalui teknologi dan inovasi, zakat dapat berperan sebagai alat redistribusi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan mendesak namun mencapai dampak yang berkelanjutan dan jangka panjang bagi masyarakat sektor. Mengoptimalkan zakat sebagai instrumen keuangan publik tidak hanya relevan bagi negara-negara muslim saja tetapi juga menjadi inspirasi bagi komunitas internasional dalam menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan inklusif. Dengan pendekatan yang benar, zakat dapat menjadi solusi nyata atas dilema kesenjangan sosial dan ekonomi pada zaman modern.
Melalui kerjasama lintas sektor, termasuk perbankan syariah, pemerintah, dan kelompok masyarakat, zakat harus dapat menjadi alat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang diharapkan tidak hanya mengejar model tradisional, tetapi berupaya melibatkan semua pihak baik swasta maupun pemerintah sebagai simbol dari upaya kolektif demi kesejahteraan rakyat. Tanpa adanya sinergi antara lembaga zakat dan inisiatif, sulit membayangkan metode ini dapat secara efektif mengatasi ketimpangan sosial dan menyelesaikan persoalan perbedaan status antarindividu. Oleh karena itu, kolaborasi yang kuat dan terintegrasi menjadi kunci dalam memaksimalkan potensi zakat sebagai pilar keadilan dan kesejahteraan sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI