Butuh menulis sebanyak 12 artikel terlebih dahulu, sebelum akhirnya artikel saya yang ke-13 mendapatkan label "Pilihan" dari Kak Mimin.Â
Dan saya harus menulis 46 artikel selama 4 bulan, sebelum akhirnya pecah telur mendapatkan label "Artikel Utama" pada artikel ke-47.
Sebuah perjalanan yang cukup melelahkan. Tetapi untungnya, tanpa mengeluh, saya menikmati proses tersebut. Saya sadar, bahwa menjadi penulis juga harus banyak belajar, jatuh-bangun sebelum akhirnya bisa "pecah telur" di sana sini.Â
Banyak tulisan-tulisan saya diilhami dari apa yang saya lihat, saya dengar, bahkan saya rasakan sendiri. Mulai dari hal seputar parenting atau pola pengasuhan anak, pendidikan, kehidupan pernikahan, hingga beragam fenomena sosial budaya yang sempat terekam di sela-sela tugas saya sebagai ibu rumah tangga.Â
Ada kepuasan tersendiri ketika mampu menuntaskan tulisan menjadi sebuah artikel. Terlebih bila artikel tersebut menyasar isu-isu sensitif.Â
Salah satunya, ketika saya menulis artikel tentang fenomena memberi hadiah buat guru saat mengambil rapor anak. Isu ini bergerak liar diantara orangtua murid. Saya sendiri sebagai orang tua yang memiliki anak usia sekolah, ikut "terpenjara" dalam budaya ini.Â
Artikel tersebut diganjar artikel utama dan masuk "tren pekan ini" dengan keterbacaan tertinggi, kala itu. Beberapa bulan kemudian, artikel tersebut kembali hadir  di halaman utama Kompasiana sebagai artikel "featured".
Kepuasan lain dari menulis pun terbayar lunas ketika artikel saya bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi orang lain. Salah satu artikel saya yang menceritakan pengalaman ketika suami saya kena PHK menjadi inspirasi bagi seorang pemuda kenalan saya.
Ketika itu, pemuda ini juga baru saja terkena imbas pengurangan karyawan akibat pandemi COVID-19., dan dirinya sempat putus asa. Setelah membaca artikel saya, semangatnya kembali bangkit untuk mulai mencari pekerjaan.Â
Kabar terkini, saya dengar pemuda tersebut telah exist sebagai leader di dunia sales & marketing di sebuah perusahaan jasa.Â