Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kebakaran Bromo dan Pendidikan Lingkungan Hidup yang Terabaikan

23 September 2023   13:30 Diperbarui: 24 September 2023   00:31 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OBYEK Wisata Gunung Bromo di Jawa Timur baru saja mengalami kebakaran hebat. Besar luasan vegetasi yang terbakar mencapai 504 hektar, dan tersebar di empat kabupaten yakni Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Lumajang (Metronews.com). 

Adapun salah satu pemicu kebakaran yakni kegiatan pemotretan prewedding oleh sekelompok orang yang menggunakan flare. 

Buntut dari kejadian tersebut, salah seorang dari para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran mencapai Rp5, 4 miliar (Kompas.com). 

Melalui kejadian kebakaran di Brono ini, kita seperti diingatkan kembali bahwa masih banyak masyarakat kita yang kurang memiliki kesadaran, kepedulian, dan kepekaan terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.

Penyebab kurangnya kesadaran, kepedulian, dan kepekaan terhadap lingkungan bisa jadi salah satunya karena minimnya pengetahuan akan lingkungan hidup itu sendiri. 

Padahal, pengenalan pengetahuan serta pendidikan akan lingkungan hidup dapat diawali dari rumah, lalu dilengkapi melalui pendidikan formal di sekolah.

Di rumah, sejak anak usia dini, orang tua bisa mulai mengajarkan berbagai hal tentang lingkungan hidup. Termasuk menumbuhkan kecintaan akan lingkungan asri dan lestari. 

Contoh kecil saja, misalnya anak diajar mencintai kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, anak juga dapat diajar dan diajak untuk bertanam dan mencintai tanaman.

Bukan itu saja, anak juga bisa diajar untuk mulai mengenal musim kemarau dan musim hujan serta dampak buruk yang diakibatkannya, jika manusia tidak peka dan tidak bisa menjaga keberlangsungan lingkungan hidup. 

Sejak anak saya usia dini, saya sendiri mulai mengajarkannya mencintai lingkungan. Setiap kali sedang bepergian dan ada sampah sisa makanan dan minuman kecil miliknya, saya akan mendorong ia untuk mencari tempat sampah dan membuang sampahnya di sana.

Bila tidak menemukan tempat sampah, saya memintanya untuk menyimpan sampah tersebut di ransel kecilnya, untuk dibuang di tempat sampah di rumah. 

Kebiasaan baik ini ternyata tidak sia-sia. Ketika anak saya kini berusia remaja, dia sangat bertanggungjawab akan sampah pribadinya. Perilaku bersih dan cinta lingkungan yang saya ajarkan sejak usia batita diterapkannya dengan sangat baik.

Sejak anak saya kecil pula, saya mulai mengajarkannya menjaga kelestarian alam, dengan cara mengolah sampah organik. Yang paling mudah adalah dengan mengumpulkan sampah organik sisa memasak di dapur, menimbunnya dengan tanah di pojok halaman untuk terurai kembali menjadi tanah.

Harapannya, perlahan anak saya paham dan menyadari betapa pentingnya pengelolaan sampah demi menjaga ekosistem bumi tetap lestari, serta berperan aktif mewujudkannya. 

Ketika hal-hal sederhana perihal lingkungan diajarkan kepada anak sejak kecil, niscaya kebiasaan tersebut akan terbawa hingga anak dewasa. Rasa cinta pada lingkungan pun tumbuh seiring bertambahnya pengetahuan juga usia. Tentu saja peran orangtua di rumah dan para pendidik di sekolah sangat berarti. 

Menurut Kompas.com, pendidikan lingkungan hidup adalah pendidikan yang membantu anak memahami hubungan makhluk hidup dan lingkungan alamnya. 

Pendidikan ini dilakukan sebagai upaya pelestarian dan penjagaan lingkungan hidup serta ekosistem, yang berkontribusi pada kehidupan yang sehat dan seimbang.

Pendidikan lingkungan hidup tidak hanya memberi pengetahuan, tetapi juga meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan.

Pun melalui pendidikan lingkungan ditumbuhkan kesadaran bahwa perilaku tidak peduli dan kecenderungan merusak lingkungan akan merugikan banyak pihak, menghancurkan ekosistem dan mengganggu keberlangsungan makhluk hidup lainnya. 

Prinsip pendidikan lingkungan hidup sendiri tidak membatasi usia, melainkan sebuah proses yang berlangsung sepanjang hidup.

Melihat kejadian terbakarnya obyek wisata Gunung Bromo, sangat disayangkan bahwa ada orang-orang yang tidak peka, lalu bermain api di tengah padang sabana yang kering pada saat musim kemarau sedang berlangsung. Ini tentu suatu kecerobohan yang berakibat fatal. 

Kejadian ini sama halnya dengan orang yang membuang puntung rokok di sekitar gunung atau hutan, yang kemudian memicu kebakaran hutan.

Serupa pula kejadiannya dengan pendaki gunung yang membuang dan meninggalkan sampah sisa makanannya di jalur pendakian. Perilaku bodoh ini berpotensi mengubah pola konsumsi satwa yang hidup di sana dan merusak ekosistem. 

Contoh-contoh kecerobohan di atas semestinya tidak terjadi apabila setiap individu sadar dan peduli akan lingkungan hidup di sekitarnya. 

Kesadaran, kepedulian, dan kecintaan pada lingkungan hidup tentu tidak tumbuh dengan sendirinya. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan di rumah maupun melalui pendidikan formal di sekolah berperan sangat penting. 

Bukan hanya itu, harus ada pula andil yakni upaya dari masing-masing individu untuk terus menambah dan menperbarui pengetahuannya akan lingkungan hidup. 

Apabila memiliki pengetahuan yang cukup, didukung kesadaran, rasa kepedulian dan kepekaan yang selalu terkoneksi dengan lingkungan, tentu perilaku-perilaku yang merusak lingkungan tidak akan terjadi lagi. 

Salam lestari. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun