Kualitas udara di Jakarta dalam beberapa waktu terakhir sedang tidak baik-baik saja. Dikutip dari CNBC Indonesia, berdasarkan data IQAir pada Selasa (5/9/2023) pukul 06.00 WIB, kualitas udara di Jakarta kembali memburuk dari status sedang menjadi tidak sehat.
Terdiri dari data Indeks kualitas udara Jakarta AQI US 156 dan polutan utama PM2.5. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 12,9 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO. Angka AQI US ini lebih besar dibandingkan kualitas udara hari sebelumnya di AQI US 95.
Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, kondisi ini tentu sangat meresahkan. Saya sendiri sudah merasakan dampaknya. Sebagai seorang yang memiliki riwayat Rhinitis, saya sudah merasakan gejala sakit di sekitar hidung dan tenggorokan sejak satu bulan lalu.
Rhinitis sendiri adalah peradangan atau iritasi pada lapisan lendir hidung, yang ditandai dengan gejala berupa pilek, hidung tersumbat, dan bersin-bersin. Penyebabnya bisa alergi atau nonalergi. Dalam kasus saya, penyebabnya adalah alergi udara kotor, seperti asap dan debu.
Banyak perdebatan muncul terkait polusi udara Jakarta ini. Ada beberapa pihak yang menyalahkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara sebagai penyebab buruknya kualitas udara di Kota Jakarta dan sekitarnya.
Namun, ada pula yang bilang polusi berasal dari kendaraan bermotor. Sebagian juga menganggap kemarau panjang menjadi salah satu pemicu konsentrasi polutan di udara Jakarta dan sekitarnya meningkat.
Pemerintah sendiri mulai menerapkan langkah-langkah jangka pendek untuk mengatasinya. Mulai dari penghentian pengoperasian beberapa PLTU, razia kendaraan yang tidak lolos uji emisi, hingga mengurangi mobilitas kendaraan bermotor dengan menerapkan WFH pada ASN di Jakarta, juga mengimbau perusahaan swasta untuk melakukan hal yang sama.
Pemerintah juga berusaha membuat hujan buatan melalui operasi TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca). Operasi ini dilakukan bersama BNPB, BRIN, BMKG, dan TNI. Itu sebabnya pada Minggu (27/8) beberapa wilayah di Jakarta diketahui sempat diguyur hujan dengan intensitas deras. (Liputan6.com)
Sebagai warga, saya sangat mengapresiasi segala usaha yang telah pemerintah lakukan. Mungkin saja penerapan berbagai metode tersebut tidak memberi dampak drastis dalam waktu singkat. Namun, kita berharap paling tidak terjadi perbaikan yang konstan dan signifikan dari hari ke hari.
Bila pemerintah sudah turun tangan berupaya sekuat tenaga, bagaimana upaya kita sebagai warga? Apakah ada peran kita yang memberi sumbangsih mengatasi polusi udara Jakarta?