Jalannya sama siapa, eh yang diajak tunangan siapa...Â
SERUUU...Â
Atraksi politik dari salah satu kubu bacapres sedang ramai. Pasalnya, bersama partai "pemiliknya", Â sang bacapres telah menetapkan bacawapres yang akan digandengnya di hari pertunangan kelak.Â
Ahay dan partainya pun meradang. Sebagai bagian dari koalisi, ahay dan partainya merasa dikhianati, merasa ditikung dan merasa ditusuk dari belakang.
Gimana gak merasa dikhianati, tiba-tiba bacawapres ditetapkan secara sepihak, tanpa ngajak ngobrol Ahay dan partainya.
Sementara, Ahay sudah sangat yakin bakal diajak tukar cincin. Bagaimana tidak yakin? Sudah sekian lama, sang bacapres sering mengajak Ahay jalan. Makan bareng di bakso Bang Kumis, nongkrong di warung Mi Ayam Sontoloyo, Jalan-jalan ke Pasar Rebo, eehh...Â
Pokoknya, kemana-mana pasangan ini selalu berdua. Tampak mesraaa sekali, seolah badai tornado sekalipun tidak akan dapat memisahkan keduanya.
Jangan tanya bukti kemesraannya. Poster cinta mereka dengan mudah ditemukan di seantero kota. Bahkan, sepucuk surat cinta dari Aan yang ditujukan pada Ahay saat ini beredar luas.Â
Ahh, jangankan Ahay dan partainya, saya sendiri saja kaget. Saya pun merasa sangat dikhianati, ehh...Â
Jujur ye, sebagai rakyat biasa yang kagak ikut-ikutan politik, drama kali ini sangat menghibur. Di tengah tayangan acara televisi yang banyak gak menariknya, tayangan atraksi para pelaku politik ini sangat menarik.
Rasanya seperti menonton drama pengkhianatan dari sebuah kisah percintaan. Tokoh utamanya Aan dan Ahay. Kisah cinta keduanya sudah berjalan hampir setahun. Keluarga kedua belah pihak pun sepertinya telah merestui dan sudah sering bersilaturahmi.Â
Namun, siapa nyana, menjelang hari pertunangan, Aan memutuskan jalinan kasih dengan Ahay, dan memilih meminang Munah, anak Pak Soleh. Parahnya, si Munah selama ini terlihat dekat sama Yanto. Duh, bijimane ceritanye seh ini..
Siapa tidak meradang kalau sudah begini? Ahay pasti merasa patah hati, dong. Sakiiiit sekali pasti rasanya. Siapa yang pernah mengalami situasi seperti ini, tahulah rasanya kayak apa. Heuheu...Â
Lalu, semakin seru ketika keluarga besar partai Ahay tidak terima dan memberikan pernyataan-pernyataan kekesalan dan kekecewaan.
"Penghianat!"
Kata inilah yang kini sering muncul di TV dan medsos. Keluarga Ahay pun mengaku sakit hati, dan menuding beberapa pihak bermain di belakang pengkhianatan ini. Nama pak lurah pun dibawa-bawa.Â
Itulah sebabnya, serial politik satu. ini mirip-mirip drakor, kan? Dan tak ubahnya serial drakor, serial seperti yang begini ini nih yang bisa bikin kecanduan para penontonnya. Rasanya enggak sabar ingin mengetahui kelanjutan ceritanya, padahal serial baru rilis tiga hari lalu.
Selain ceritanya seru, drama ini pun ada sisi dagelannya. Beda-beda tipis lah dengan isi lagu Cikini ke Gondangdia.Â
Seketika, berita-berita lain pun tergusur. Semua stasiun televisi mengarahkan pandangannya ke kasus ini. Seakan tidak ada yang lebih penting dari kisah pengkhianatan ini.Â
Buat rakyat biasa, lumayanlah kisah drama ini. Bisa jadi tontonan hiburan di sore hari, sembari menikmati segelas kopi panas dan sepiring pisang goreng.Â
Ya, sudahlah. Yang ikhlas dong, Bang Ahay. Buang deh baperan! Jangan juga sibuk cari kambing hitam. Bijimane kalo introspeksi dan memperbaiki diri aje. Atau mending kerja, kerja, dan kerja.Â
Pan, lagipula, Bang Ahay udeh paham, kagak ada yang namanya kawan sejati dalam politik. Yang ada cuma kepentingan.Â
Loe penting buat guweh, loe jadi kawan. Loe kagak penting lagi, guweh bikin pisang goreng, eeh...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H