Pengalaman ini dialami ibu saya. Terjadi beberapa waktu lalu dalam sebuah kunjungan ke rumah calon kerabat.Â
Saya menyebutnya calon kerabat karena memang belum resmi menjadi kerabat. Kunjungan tersebut adalah serupa perkenalan antara keluarga besar calon mempelai laki-laki dan keluarga besar calon nempelai perempuan.Â
Ibu saya adalah mamak tua (atau bude dalam budaya Jawa) dari calon mempelai pria. Ibu bersama beberapa kerabat lainnya menghadiri pertemuan dengan keluarga besar pihak calon mempelai perempuan.Â
Karena tinggal di kota yang berbeda, ibu beserta kerabat lainnya harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Melewati beberapa kota kecamatan, membutuhkan waktu lebih dari dua jam berkendara untuk tiba di rumah calon mempelai perempuan.Â
Ibu saya tentu bukan wanita muda lagi. Usianya sudah memasuki 76 tahun pada tahun ini. Meski begitu, ibu masih cukup kuat dan sehat. Ibu bahkan masih menyetir motor sendiri. Ibu juga hampir tidak pernah sakit parah. Kalau cuma sekadar masuk angin, pegal-pegal, nyeri lutut, ibu juga merasakan layaknya lanjut usia lainnya. Tapi ya cuma sebatas itu. Selebihnya ibu cukup sehat.Â
Namun, ibu punya satu kebiasaan yang menurut saya cukup wajar. Ibu menyukai minuman hangat, bahkan cenderung panas. Entah itu air putih atau teh, apalagi kopi, harus hangat atau panas. Kalau minum air dingin, ibu akan merasa mual dan kembung. Sesekali ibu juga suka minum es, tetapi minuman panas tetap yang terbaik buat ibu.Â
Nah, masalahnya pada kunjungan kemarin ke rumah calon kerabat, ibu tidak mendapatkan suguhan minuman panas. Jangankan kopi atau teh panas, air putih hangat pun tidak disediakan. Hanya air mineral kemasan gelas yang disuguhkan di atas meja tamu tuan rumah.Â
Bukan hanya soal minuman, makanan juga demikian. Tuan rumah memang menyajikan makanan besar berupa nasi, sup ayam, dan beberapa menu lainnya. Namun sayangnya, hampir semua makanan yang tersaji pun dalam keadaan dingin.Â
Sepertinya menang sukar dipahami. Mengapa begitu sulit bagi tuan rumah untuk menyajikan minuman dan makanan dalam keadaan hangat. Terlebih ini menjamu keluarga calon besan. Datangnya pun dari jauh, dari lain kota.Â
Lagi pula, keluarga calon besan yang berkesempatan hadir juga tidak banyak, tidak lebih dari sepuluh orang. Menurut hemat saya, tentu tidaklah repot bila harus menyajikan hanya beberapa gelas teh atau kopi panas, dan menanaskan makanan kembali sebelum dihidangkan.Â