Kondisinya saat itu, saya dan kakak sudah bekerja. Dari pagi hingga malam sudah dipastikan kami tidak berada di rumah. Lalu, siapa yang akan menjaga Jesika? Siapa yang akan mengurus makan minum Jesika? Siapa yang akan mengantar jemput Jesika ke sekolah?Â
Saya menduga kakak sayalah yang berinisiatif meminta untuk merawat Jesika. Hanya saja, keputusan gegabah kakak saya tidak mempertimbangkan konsekuensinya bagi Jesika.Â
Namun, menang kondisinya serba sulit. Tidak ada keluarga dekat lain di Jakarta yang bisa dipercaya, selain saya dan kakak saya.Â
Pada bulan-bulan awal Jesika tinggal dengan kami, situasinya begitu rumit. Terlebih ketika itu Jesika masih bersekolah di sekolahnya yang lama di daerah Jakarta Pusat. Setiap pagi ayahnya datang menjemput Jesika dengan motor untuk mengantarnya ke sekolah. Perjalanan cukup jauh harus ditempuh Jesika dari Jakarta Selatan ke Jakarta Pusat, setiap hari. Dengan menggunakan seragam putih merah, Jesika sering mengeluh kakinya kedinginan diterpa angin pagi yang mengigit.Â
Pulang sekolah, ayahnya menjemput Jesika kembali, lalu dibawa ikut bekerja. Kadangkala dibawa ke kantor kakak saya dan dititpkan di sana.Â
Takjarang, Jesika harus membolos sekolah akibat ayahnya tidak datang menjemput karena satu dua alasan. Dalam kondisi demikian, mau tidak mau Jesika ikut kakak saya bekerja. Untungnya, peraturan dii kantor kakak saat itu tidak ketat. Cukup available untuk sesekali membawa anak ke kantor.Â
Beberapa bulan kemudian, Jesika dipindahkan ke sakah satu sekolah di Jakarta Selatan. Lokasi sekolah hanya berjarak satu kali naik angkatan umum dari rumah kami.Â
Kemudian, mau tidak mau, kakak mencari seorang asisten rumah tangga (ART. Tugas utama ART mengantar jemput Jesika ke dan dari sekolah, menjaga dan mengawasi Jesika, serta mengurus makan minum Jesika.Â
Akan tetapi, mencari ART ternyata tidaklah mudah. Aalagi bila mencarinya dari yayasan penyalur. Maksimal ART hanya bertahan tiga bulan, bahkan ada yang tidak sampai satu minggu.Â
Sampai satu kali, Jesika pernah terlantar di sekolah hingga berjam-jam, tanpa ada yang menjemput. ART yang harusnya bertugas menjemput, kabur setelah mengantar Jesika. Seiring dengan kaburnya ART tersebut, beberapa barang di rumah ikut raib.
Untunglah ada satu orangtua murid yang berbaik hati, kasihan melihat Jesika menunggu sendirian di sekolah, lalu membawanya pulang ke rumah kami.Â